DI hadapan sembilan puluhan orang yang tergabung dalam kelompok Komunitas Sant Egidio Jakarta, Mgr. Ambrogio Spreafico dari Roma, Italia, membawakan bahan bicara dengan tem, “Mengkomunikasikan Injil ke Masyarakat Plural”, Jumat (14/7).
Kegiatan yang diwarnai dengan sukacita persaudaraan kristiani tersebut diadakan di aula Biara Provinsialat MSC Indonesia, Petojo Utara, Jakarta Pusat.
Bersama dengan Valeria, seorang anggota komunitas Sant Egidio Italia, Mgr. Ambrogio datang ke Indonesia dalam rangka mengikuti pertemuan persaudaraan Komunitas Sant Egidio bersama para uskup, rohaniwan dan biarawan-biarawati di Muntilan-Jawa Tengah, pada tanggal 11-13 juli yang lalu. Namun di sela-sela kesibukannya untuk pulang kembali ke Roma, beliau menyempatkan diri untuk bertemu dengan anggota Komunitas Sant Egidio Jakarta.
Dalam arahannya, uskup yang dikenal sebagai ahli kitab suci di Universitas Pontifica Roma ini menyentil tentang peran anggota Komunitas Sant Egidio sebagai tanda yang menjembatani perbedaan.
“Gereja kristiani di sini dikenal sebagai kaum minoritas. Tentunya sebagai kaum minoritas, kita sering dihantui ketakutan untuk mewartakan Sabda Allah di tengah perbedaan. Namun sebagai orang-orang yang tergabung dalam Komunitas Sant Egidio, saya meminta anda untuk menjadi tanda yang menjembatani perbedaan,” ungkapnya.
Pancasila kebanggaan
Beliau juga sempat menyinggung tentang Pancasila sebagai sesuatu yang membanggakan di Indonesia.
“Pancasila dalam negara ini adalah sesuatu yang membanggakan. Saya katakan ini karena apa yang anda lakukan di Komunitas menjadikan anda sebagai salah satu bagian kecil yang memperkaya cita rasa keindonesiaan,” paparnya.
Para peserta kegiatan begitu antusias mendengarkan pembicaraan Mgr. Ambrosio. Hal ini terlihat jelas dalam sesi tanya jawab. Ada banyak pertanyaan dan sharing pengalaman yang mereka ungkapkan.
“Saya merasa cocok dengan komunitas ini, karena saya bisa mengenal Injil lebih konkrit dan lebih sederhana. Contohnya ada ayat yang mengatakan bahwa ‘ketika aku lapar kamu memberikan aku makan’. Hal itu terjadi di komunitas ini secara konkrit, karena saya langsung mengalaminya dengan terjun ke masyarakat,” kata Piere Doe.
“Seperti kata Mgr. Ambrogio, orang miskin adalah keluarga. Dan saya menjadikan orang miskin sebagai keluarga saya. Ini semua saya dapatkan hanya di dalam Komunitas Sant Egidio,” tuturnya.
Sebenarnya masih banyak peserta kegiatan yang ingin bertanya dan mensharingkan pengalamannya, namun karena Mgr. Ambrogio harus kembali ke Italia saat itu juga, maka waktunya dibatasi.
Turut hadir pula dalam kegiatan tersebut anggota Komunitas Sant Egidio dari Bandung, Maumere-Flores, dan beberapa imam serta beberapa anggota yang baru mau bergabung.
Rangkaian kegiatan pun ditutup dengan pose bersama dan makan malam bersama.