Mengandalkan Allah, Pantang Menyerah
Saudara-saudari yang terkasih,
Dengan menetapkan tahun 2016 sebagai Tahun Belas Kasih Allah, Sri Paus Fransiskus mengajak kita “untuk dengan lebih sungguh menyerap belas kasihan Allah agar kita dapat menjadi tanda efektif dari karya Bapa dalam hidup kita.” (Misericordiae Vultus, 3).
Dengan kesadaran akan belas kasih Allah itu, pada Rabu Abu, 10 Februari 2016, kita memulai masa Prapaska sebagai saat rahmat dan kesempatan khusus untuk bertobat agar makin dekat dengan Allah. Pada saat itu kita disadarkan akan belas kasih Allah supaya membenahi diri dari kelemahan dan dosa, meningkatkan sikap peduli dan relasi dengan sesama, serta memperdalam kehidupan rohani dan kedekatan dengan Allah. Sikap tobat itu kita wujudkan melalui doa dan tapa, pantang dan puasa, serta amal dan kasih.
Ada orang baik yang bertanya: “Mengapa saya harus bertobat?” Kalau pertobatan dilihat hanya dari aspek perbuatan jahat, orang baik tak perlu bertobat. Kalau pertobatan dilihat sebagai jalan untuk makin mendekatkan diri dan mengandalkan Allah sehingga kita sungguh mengalami belas kasih Allah, setiap orang membutuhkan pertobatan.
Dalam Injil hari ini (Luk 5: 1-11), Yesus bertemu dengan para nelayan. Mereka menunaikan tugas sebagaimana mestinya, namun gagal total. Sudah semalaman mereka berjuang mencari ikan, namun tidak mendapatkan seekorpun. Kerja keras terasa sia-sia. Usaha tekun tak berbuah. Pengalaman bertahun-tahun tak menjamin keberhasilan. Di situlah mereka membutuhkan Yesus.
Yesus, wajah kerahiman Bapa, berinisiatif mendekati para nelayan yang kecewa dan mungkin putus asa. Yesus meminjam perahu mereka untuk menjadi sarana pewartaan-Nya, di mana Ia bisa berdiri mengajar orang banyak. Permintaan-Nya disambut dengan terbuka oleh para nelayan tersebut. Kesempatan ini dijadikan Yesus sebagai jalan untuk mengubah hidup mereka.
Yesus meminta mereka: “Bertolaklah ke tempat yang dalam” (Luk 5: 4). Di situ Yesus mengajak mereka untuk keluar dari zona aman dan nyaman yang selama ini dirasa cukup untuk hidup seadanya. Bertolak ke tempat yang dalam membutuhkan usaha lebih keras, nyali lebih berani, dan risiko lebih besar. Bertolak ke tempat yang dalam berarti membiarkan diri untuk mau dipimpin oleh Yesus. Bertolak ke tempat yang dalam berarti menerima tantangan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Akhirnya, bertolak ke tempat yang dalam berarti sikap pasrah dan percaya untuk diubah oleh Tuhan.
Secara material mereka mendapat ikan dengan jumlah tak terhingga. Secara sosial mereka menyadari bahwa rejeki perlu dibagikan. Secara komunal mereka meyakini bahwa pekerjaan perlu dilakukan bersama-sama dan hasilnya pun dinikmati bersama-sama. Secara spiritual mereka diteguhkan bahwa bersama Yesus selalu ada jalan. Di sanalah mereka mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang menyelamatkan; yang menyadarkan dosanya sebagaimana diakui Petrus: “Tuhan, pergilah daripadaku, karena aku ini seorang berdosa.” (Luk 5: 8).
Petrus bukanlah orang berdosa yang melakukan kejahatan. Iaperlu bertobat karena belum mengandalkan Tuhan hingga saat gagal ia menyerah kalah. Selama ini ia mengandalkan diri dan hidup untuk dirinya sendiri. Saat Petrus menyadari kedosaannya, Yesus mengajaknya meningkatkan mutu hidup dari nelayan ikan yang mementingkan diri sendiri menjadi penjala manusia yang peduli pada sesama. Itulah kisah Petrus dan teman-temannya yang mengandalkan Yesus hingga tak menyerah pada kegagalan.
Saudara-saudari yang terkasih,
Saat ini cukup banyak orang bertemu pintu tertutup bagai jalan buntu seperti yang dialami Petrus dan teman-temanya. Di tengah kesulitan ekonomi, ada orang yang menderita kekurangan hingga hidup sengsara. Di tengah tuntutan pekerjaan, ada orang yang merasa sarat dengan beban hingga hidup tertekan. Di tengah usaha hidup sehat, ada orang yang sakit berat hingga hidup sekarat. Di tengah godaan dunia yang menggiurkan, ada orang yang tak berdaya keluar dari belenggu kebiasaan buruk hingga hidup putus asa. Di tengah impian akan kebahagiaan berkeluarga, ada orang yang tidak setia pada janji perkawinannya hingga hidup gelisah. Di situlah, orang membutuhkan kehadiran Yesus yang memanggilnya: “Bertolaklah ke tempat yang dalam.”
Ajakan bertolak ke tempat yang dalam sebagai undangan untuk makin mengandalkan Allah menjadi bagian dari masa pertobatan yang pada tahun ini bertema “Hidup Pantang Menyerah”. Kita mau dan mampu hidup pantang menyerah kalau mengandalkan Allah dan percaya bahwa Allah akan memberi jalan keluar tepat pada waktunya dengan cara yang pas asalkan kita tetap berusaha.
Ajakan bertolak ke tempat yang dalam sebagai undangan untuk lebih memperhatikan sesama menjadi bagian dari tobat kita entah dalam pekerjaan maupun pelayanan. Kedekatan dengan Allah memacu kepedulian pada sesama dan peningkatan hidup pribadi.
Saudara-saudari yang terkasih,
Semoga laku tobat kita pada masa Prapaska ini membawa perubahan kualitas hidup. Dengan matiraga dan puasa, kita menjadi orang yang makin mampu mengendalikan diri dan giat bekerja pantang menyerah. Melalui doa dan tapa, kita menjadi diri yang lebih pasrah dan mengandalkan Allah. Lewat amal kasih, kita menjadi pribadi yang makin peduli pada sesama. Perubahan kualitas hidup ini hanya terjadi kalau kita terbuka membiarkan Tuhan masuk ke dalam perahu hidup kita dan dengan penuh iman mengikuti undangan-Nya untuk bertolak ke tempat yang dalam.
Pada Tahun Keluarga Keuskupan Bandung (2016-2018), secara khusus saya mendoakan saudara-saudari untuk setia menjaga kekudusan sakramen perkawinan dan keutuhan keluarga. Kalau menemui kesulitan bagai jalan buntu, undanglah Tuhan yang penuh belas kasih untuk memasuki bahtera keluarga saudara sekalian dan bersama Tuhan bertolaklah ke tempat yang dalam.
Bandung, 2 Februari 2016
Pesta Yesus dipersembahkan di kenisah
Ut diligatis invicem
+Antonius Subianto Bunjamin OSC
Uskup Bandung