MASYARAKAT modern sekarang ini bukan menyembah Tritunggal Maha Kudus, tetapi Tritunggal yang Maha Tidak Kudus. Untuk itu, marilah kita awali dengan satu dongeng tentang empat orang bersaudara yang memutuskan merantau mencari ilmu masing-masing.
Setelah setahun berkelana, mereka berkumpul kembali di rumah. Ketika bertemu, mereka masing-masing membanggakan kehebatan ilmu yang dikuasainya. Si bungsu mulai duluan bercerita. Ia dengan bangga mengatakan telah mampu membangun kerangka utuh makhluk apa pun cukup hanya dari sepotong kecil tulang.
Empat bersaudara
Abangnya yang nomor tiga dengan pongah menyepelekannya. “Kerangka saja tidak ada gunanya”, selanya, “Aku bisa memberi daging kepada kerangka yang kamu buat tersebut.”
Abang nomor dua tidak mau kalah dan menyatakan bahwa setelah karya mereka berdua selesai, dia bisa menambah fitur apa pun yang menjadi bagian makhluk tersebut semisal kulit, jantung, jeroan, dan lain sebagainya.
Setelah mendengarkan ocehan ketiga adiknya, si sulung mencela mereka. “Apa gunanya kerangka, daging, dan segala hal lainnya kalau makhluk tersebut mati? Aku punya kemampuan menghidupkannya!”
Kemudian mereka sepakat untuk membuktikan kehebatan masing-masing. Pergilah mereka berempat ke hutan. Di tengah jalan mereka akhirnya menemukan sepotong kecil tulang.
Meniup kehidupan
Si bungsu langsung mengambil potongan tulang kecil tersebut dan dengan ilmunya, tiba-tiba terwujud sebuah kerangka makhluk berukuran besar. Tetapi mereka belum bisa menduga macam makhluk apakah itu.
Kakak ketiga mengibaskan tangan ke seluruh kerangka dan daging menutupi sempurna tulang-tulang tersebut pada tempatnya. Walaupun begitu, makhluk tersebut masih belum bisa dikenali oleh mereka.
Sampailah kesempatan bagi kakak kedua untuk unjuk gigi. Dengan sekali kibasan dan rapalan mantera, mulailah muncul tanda-tanda pada makhluk tersebut. Segala bulu tumbuh menutupi keseluruhan makhluk tersebut. Di badannya muncul loreng-loreng, kukunya tumbuh runcing, giginya lengkap dengan taring mencorong. Tampaklah jelas, itu adalah wujud seekor harimau yang terlihat gagah dan tangguh.
Si sulung terlanjur tak mau kalah, maka segera ditiuplah nafas ke hidung harimau tersebut. Tiba-tiba terdengar suara auman keras memenuhi hutan. Sang Raja Rimba itu hidup kembali dengan segala perangai buasnya. Karena lapar, harimau itu membabi buta menerkam semua mangsa yang ada di dekatnya. Dan berakhirlah pula nasib keempat saudara itu menjadi santapan enak dan masuk ke dalam perut sang harimau.
Cerita ini menunjukkan perilaku masyarakat modern yang suka menyembah Tritunggal yang Maha Tidak Kudus: gengsi, uang, dan kekuasaan.
Catatan Redaksi
Kotbah ini disampaikan dalam kesempatan perayaan ekaristi mohon berkat bagi Rektor baru Unika Atma Jaya Jakarta –Prof. Dr. Ir. Maria Immaculata Lanny Widyastuti Pandjaitan— di Atma Jaya, Kamis 1 Desember 2011
Kotbah yang indah , sayangnya Kekuatan Tri Tunggal Yang Maha Tidak Kudus sungguh Luar…. Biasa …