SIAPA yang tak kenal Mgr. Julianus Sunarka sebagai pribadi yang hangat, spontan, suka nyeletuk mengagetkan namun juga inspiratif? Mereka yang lama bergaul dengan Uskup Diosis Purwokerto ini, maka kesan kental seperti itu tak jauh dari sosok Jesuit kelahiran Klepu, Yogyakarta yang belajar filsafat dan teogi di Nederland ini.
Mantan Rektor Seminari Tinggi Santo Paulus di Kentungan, Yogyakarta ini juga dikenal ‘militan’ dalam pengertian pintar mencari celah untuk pengembangan iman dan reksa pastoral yang tak jarang umat pun sering tak mengacuhkannya.
Nah, sekali waktu Redaksi Sesawi.Net berkesempatan sowan mengunjungi beliau di Wisma Keuskupan Purwokerto, akhir Juni 2012 lalu.
Selain jauh dari formalitas protokoler, Sesawi.Net langsung diajak bercengkerama ngobrol ngalor-ngidul mengenai kehidupan menggereja. Kami pun diterima di kamar tamu Wisma Keuskupan yang luas dimana monsinyur biasa menerima para tamu.
Tidak ada kesan formal, melainkan suasana rileks, bersahabat layaknya dua teman lama yang sekian lama saling tak jumpa dan kini ada kesempatan ngobrol ngalor-ngidul.
Bajingan!
Nah, siapa yang kenal lama dengan Mgr. Julianus Sunarka SJ dengan sosoknya yang serba spontan, jenaka, dan apa-adanya ini, tentu menjadi sangat mahfum kalau tiba-tiba muncul pernyataan mengagetkan.
Tak terkecuali, komentar Mgr. Julianus Sunarka SJ yang secara spontan tiba-tiba berujar: “Kita ini –orang-orang katolik—harus berani menjadi ‘bajingan’!”
Sudah barang tentu, rekan seperjalanan saya –seorang suster dan seorang ibu—dibuat tersentak bukan kepalang dengan pernyataan mengagetkan dari mulut seorang uskup ini.
Ah, mosok kita disuruh menjadi ‘bajingan’? Begitu kurang lebih reaksi batin spontan rekan seperjalanan saya ini.
Namun akhirnya teman saya ini pun jadi mahfum dan sedikit terbahak ketika dengan gamblang monsinyur lalu menerangkan filosofi bajingan.
Sudah barang tentu, kata ‘bajingan’ dalam bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia punya konotasi sangat negatif dan tidak layak diucapkan. Tidak hanya karena kata ini menjadi ungkapan umpatan ‘favorit’ ketika orang marah atau beringas. Melainkan juga karena kata ini dengan sendirinya akan membuat orang lain jadi ‘panas’ kalau kata favorit ini ditujukan kepada mereka.
Tapi Mgr. Julianus Sunarka SJ justru mau memberi makna positif dari kata ini. Tentu saja hanya dalam konteks derivasi (asal-usul) kata tersebut. (Bersambung)
saya menunggu sambungan dari artikel ini…
terima kasih. sebentar lagi akan muncul artikel menarik dari mgr. sunarka sj