Minggu Palma C 13 April 2025: Yerushaloom atau Yeruzalim?

0
72 views
Yerusalem dengan pemandangan Dome of the Rock. (Mathias Hariyadi)
  • Mrk. 11:1-10.
  • Yes. 50:4-7.
  • Flp. 2:6-11.
  • Luk. 22:14–23:56 

Perarakan

Dalam Injil Lukas, kota Yerusalem ditulis dalam dua bentuk: Ierousaleem (berakar dari bahasa Ibrani) dan Hierosolyma (dari bahasa Yunani).

  • Pemakaian Ierousaleemmenggambarkan Yerusalem sebagai kota lama—kota yang menolak Yesus. Kita bisa mengindonesiakannya menjadi Yeruzalim.
  • Sedangkan Hierosolyma menggambarkan kota baru—kota yang menerima Yesus—yang dapat kita sebut sebagai Yerushaloom.

Yesus masuk ke kota Yerusalem, dan selama satu pekan penuh kota ini menjadi panggung besar yang mempertontonkan sikap manusia terhadap penderitaan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Ada yang sekadar menonton, ada yang bersorak menyambut, namun akhirnya juga ikut menyalibkan-Nya.

Ada pula yang percaya, meski dengan segala kelemahan mereka.

Pagi ini, kita pun ikut menyambut Yesus. Namun, yang kita sambut bukan Yesus yang masuk ke Yerusalem di Israel sana, melainkan Yesus yang hendak masuk ke dalam hati kita.

Pertanyaannya:

  • Apakah kita menyambut-Nya dengan hati seperti Yeruzalim yang ikut-ikutan dan akhirnya menolak? 
  • Atau dengan hati seperti Yerushaloom yang terbuka dan rindu akan pembaruan?

Sikap kita dalam “mengarak” Yesus hari ini akan menunjukkan jawabannya.

Apakah kita sekadar ikut tradisi secara acuh tak acuh, ataukah dengan sukacita karena sungguh merindukan kehadiran-Nya dalam hidup kita?

Perayaan ekaristi

Di kota Yerusalem, berlangsung sebuah drama kehidupan: pergulatan antara dua jenis manusia—penghuni Yeruzalim dan Yerushaloom. Pemeran utamanya adalah Yesus sendiri, Pribadi yang benar dan baik, namun dihancurkan oleh kuasa jahat dari dunia lama.

Ia dihancurkan oleh:

  • Kebencian para pemimpin agama.
  • Nafsu sensasi Herodes.
  • Ambisi kekuasaan Pilatus.
  • Kekejaman tentara.
  • Kekerasan hati para penjahat.
  • Sikap acuh tak acuh warga Yerusalem.

Mereka semua adalah penghuni Yeruzalim.

Namun, Yesus juga tidak sendiri. Ia didampingi oleh:

  • Para murid yang terlalu takut untuk berdiri di sisinya.
  • Para perempuan Yerusalem yang hanya mampu menangis.
  • Simon dari Kirene yang terpaksa memikul salib-Nya.
  • Dismas, si penjahat yang bertobat di saat terakhir.

Mereka adalah penghuni Yerushaloom – orang-orang lemah yang dengan segala keterbatasannya masih mau membuka hati kepada Yesus.

Di atas segalanya, ada satu Penonton Agung: Allah Bapa di Surga. Dalam setiap adegan, Yesus terus memandang kepada Bapa:

  • Ia memohon ampun bagi para penyalib-Nya.
  • Ia menjanjikan Firdaus kepada Dismas.
  • Dan akhirnya menyerahkan Roh-Nya kepada Bapa.

Drama itu berakhir dengan tindakan Allah sendiri:

  • Matahari digelapkan.
  • Tirai Kenisah tersobek dua.
  • Dunia berguncang, karena kebenaran dihancurkan.

Namun drama ini tidak berakhir di sana. Ia berulang setiap kali kita merayakan Ekaristi. Ia terjadi di hati kita masing-masing.

Apakah kita sudah menjadi warga Yerushaloom? Atau masih tinggal di Yeruzalim dengan sikap ikut-ikutan, haus kekuasaan, dan keras hati?

“8 Sabda Iblis”  

Setelah Yesus memberi Delapan Sabda Bahagia, iblis pun “membalas” dengan memberikan delapan sabdanya sendiri—yang sering kita hidupi tanpa sadar:

  1. Berbahagialah yang terlalu lelah, sibuk, dan hanyut dalam kesibukan, hingga tak sempat hadir sepekan sekali bersama saudara seimannya. Mereka adalah pekerjaku yang terbaik.
  2. Berbahagialah yang menunggu dimintai tolong, berharap dikasihi, tapi tak mau mengasihi lebih dulu. Mereka mudah kugunakan.
  3. Berbahagialah yang mudah tersinggung. Dengan sedikit usikanku, mereka akan berhenti datang ke gereja. Merekalah misionarisku.
  4. Berbahagialah yang tampak saleh, tapi selalu menyakiti hati orang lain. Mereka milikku selamanya.
  5. Berbahagialah para pembuat kekacauan. Mereka akan disebut anak-anakku.
  6.  Berbahagialah yang tak punya waktu untuk berdoa. Mereka akan mudah jatuh dalam dosa.
  7. Berbahagialah para penggosip. Mereka adalah agen rahasiaku.
  8. Berbahagialah para pengkritik pemimpin Gereja. Mereka akan ikut mewarisi tempatku. 

Dan yang terakhir: Berbahagialah mereka yang, saat mendengar semua ini, merasa ini bukan untuk mereka. Karena mereka sudah jadi milikku.

Penutup

Hari ini kita memegang daun palma, simbol sambutan kita kepada Raja Damai. Tapi apakah *salib-Nya juga sudah tertanam dalam hati kita?

Salib itu bukan beban, tapi tempat di mana kita boleh menggantungkan:

  • Semua kelemahan kita.
  • Kecemasan dan luka batin kita.
  • Dosa dan kegagalan kita.

Hari ini, Allah menawarkan kembali kewarganegaraan Kota Yerushaloom – kehidupan baru sebagai anak-anak Allah.

Kita punya satu pekan penuh rahmat untuk menegaskan pilihan kita:

  • Di mana kita akan tinggal?
  • Di Yeruzalim yang keras dan menolak?
  • Atau di Yerushaloom yang lembut dan menerima?

Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here