Renungan Harian
31 Desember 2021
Bacaan I: 1Yoh. 2: 18-21
Injil: Yoh. 1: 1-18
BEBERAPA waktu lalu dari ruang kerja, saya mendengarkan obrolan beberapa anak muda yang sedang ngobrol di parkiran sepeda motor.
Beberapa anak muda ini menegur beberapa temannya yang tidak pernah kelihatan ikut misa di gereja.
“Gua bukannya tidak pernah ikut misa, gua masih ikut misa tiap hari Minggu, ikut misa online. Kalau lagi ada kuota bisa pilih-pilih gereja, kalau lagi bokek, ya ikut TVRI,” jawab salah satu anak muda itu sambil tertawa.
“Gereja sudah buka, “dodol” ngapain lu ikut online?” tegur salah satu dari mereka.
“Lha kan sama saja, mau online atau offline, emang bedanya di mana?” jawab anak muda itu yang ditegur itu.
“Jelas beda “dodol”, kalau misa offline itu bisa komuni, tetapi kalau online kagak,” jawab temannya.
“Ah, kan cuma beda di komuni doang. Misa online itu lebih menarik; kita bisa pilih misa di manapun dan kita tidak terikat jamnya; belum lagi enaknya kita bisa di manapun, mo lagi nyetir, mau lagi di café, enakkan? Keren abis pokokya,” kata anak muda itu.
“Itu bukan keren “dodol” itu seenak perut lu.”
Percakapan anak-anak muda itu menggambarkan apa yang dipikirkan oleh kebanyakan anak muda berkaitan dengan misa online.
Anak-anak muda yang sudah amat terbiasa dengan gadget mereka dan mendapatkan kemudahan dan kepraktisan dengan itu, maka misa online menjadi pilihan yang menyenangkan bagi mereka.
Dari obrolan mereka dapat ditangkap bahwa mereka melihat misa sebagai bentuk formalitas mereka tidak menangkap misa sebagai sakramen.
Oleh karena itu, apakah mereka menerima Tubuh Kristus atau tidak bagi mereka tidak penting; karena yang penting bahwa mereka sudah ikut misa.
Mereka tentu akan beralasan bahwa ikut misa online adalah sah; karena selama ini misa online sesuatu yang dianjurkan, bahkan secara tegas dinyatakan umat tidak boleh ikut misa offline.
Pemahaman misa online sebagai bentuk Pastoral Luar Biasa bagi umat berhadapan dengan situasi pandemi covid 19 tidak sampai. Kiranya ketidaktahuan tentang misa online sebagai bentuk Pastoral Luar Biasa juga terjadi pada banyak umat.
Umat hanya memahami bahwa misa online adalah misa yang sah karena dianjurkan, bahkan semacam ditekankan oleh bapak Uskup dan para imam.
Akibat dengan adanya misa online dan banyak umat mulai nyaman dengan misa online, esensi misa sebagai sakramen kehilangan dayanya.
Umat tidak lagi bisa membedakan secara rasa antara misa offline dan misa online, pokoknya misa.
Sejujurnya bagi saya pribadi juga tidak mudah untuk menjelaskan tentang hal ini. Satu pihak umat harus disadarkan bahwa misa online adalah bentuk Pastoral Luar Biasa berhadapan dengan covid 19.
Di lain pihak sampai sekarang masih banyak umat yang dianjurkan untuk ikut misa online.
Satu pihak menjelaskan bahwa misa online bukanlah sakramen. Tetapi di lain pihak bila diberitahukan begitu saja maka umat menjadi resah karena beranggapan bahwa misa yang diikutinya selama ini tidak sah.
Situasi seperti ini kalau berlangsung lebih lama dan umat tidak mendapat pemahaman yang memadai, maka tidak menutup kemungkinan bahwa umat menjadi tersesat.
Bukan orang luar yang menyesatkan tetapi justru dari dalam gereja sendiri karena situasi menyesatkan umat.
Maka amat penting memberikan pemahaman yang benar dan menyeluruh kepada seluruh umat beriman.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Surat Yohanes:
“Tetapi kamu telah beroleh pengurapan dari Yang Kudus, dan dengan demikian kamu semua dianugerahi pengetahuan.”