Home BERITA Munas ke-14 UNIO Indonesia: Saatnya Wawan Hati antar Imam Diosesan Seluruh Indonesia...

Munas ke-14 UNIO Indonesia: Saatnya Wawan Hati antar Imam Diosesan Seluruh Indonesia (4)

0
Hari Studi di forum Munas ke-14 UNIO Indonesia di Mataloko juga diisi sesi syering para imam diosesan per regio. Membahas antara lain relasi antar para imam, antara senior-yunior, relasi dengan uskup dari tarekat religius.

SIANG hari Selasa tanggal 26 September 2023 berlangsung kegiatan syering para imam diosesan. Mereka ini merpara peserta Munas ke-14 UNIO Indonesia di Mataloko, Kabupaten Ngada, Flores, NTT; dimulai sejak 25-29 September 2023.

Syering kali ini diadakan per regio.

Dua gugus pertanyaan

Pertanyaan pertama adalah mengenai relasi antar imam diosesan dalam wadah UNIO, relasi antara imam dengan uskup, dan peningkatan kualitas para imam diosesan.

Juga menjawab pertanyaan mengenai tantangan terbesar yang saat ini sedang dihadapi oleh para imam diosesan di keuskupan. Juga, hal-hal apa yang sudah dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut.

Pertanyaan kedua adalah mengenai tantangan pelayanan pastoral untuk migrasi. Ada pertanyaan mengenai peta migrasi di keuskupan dan sejauh mana hal itu menjadi persoalan (ekonomi, iman, budaya, dan sosial).

Lalu kegiatan pastoral apa yang dikembangkan untuk menghadapi persoalan migrasi; lembaga dan pihak mana yang telah diajak kerjasama untuk menghadapi persoalan tersebut.

Diskusi atas perkara-perkara penting dan serius, namun berlangsung dalam suasana rileks. Terjadi di Hari Studi yang mengisi program kegiatan Munas ke-14 UNIO Indonesia di Mataloko, Kabupaten Ngada, Flores, NTT. (Romo Ferry SW)

Regio MAM

Di Keuskupan Agung Makassar, relasi para imam diosesan antar berbagai usia sangat akrab dan diapresiasi oleh bahkan para imam religius. Imam saling mendukung dan saling menolong dengan imam lainnya.

Jumlahnya imam diosesan tercatat ada sebanyak 115 orang. Relasi dengan uskup bagus dan hadir dalam kolaborasi dengan lembaga hidup religius.

Di Keuskupan Amboina, Maluku, para imam diberi kesempatan untuk berkembang. Ada 107 imam diosesan. Dukungan Mgr. PC Mandagi dan Mgr. Inno Ngutra sangat terasa dan itu sangat membahagiakan para imam diosesan lokal.

Semua kegiatan pembinaan seperti retret, hari studi, kesempayan up grading dialami para imam diosesan di Makassar dan Amboina.

Dalam masalah pastoral migrasi, di wilayah pastoral Keuskupan Agung Makassar ada banyak pekerja migran Indonesia yang kini mengadu nasib dengan bekerja di Malaysia. Banyak warga berasal dari NTT datang dan bekerja di Makassar. Belum ada masalah serius, kecuali masalah perkawinan.

Beberapa suami-isteri belum menikah secara adat, sipil, ataupun secara gerejawi. Tradisi ke-Katolik-an dari NTT yang dibawa ke Makassar bisa menimbulkan persoalan dengan suku-suku asli Makassar yang mayoritasnya bukan non kristiani. Ada juga umat Katolik yang pindah ke Gereja Anglikan.

Di Keuskupan Amboina, banyak orang memutuskan pergi dan mencari kerja ke Papua. Sering kali kita berpikir mengenai umat kita yang pergi ke luar.

Untuk di Ambon sekarang, sudah ada dampak migrasi dari kelompok masyarakat Bugis, Buton, dan Makassar -sering kali disebut dengan istilah BBM- datang ke Ambon.

Mereka berhasil membeli tanah, properti, malah hidup merekajadi lebih makmur di Ambon. Tentu saja juga ada persoalan sosial karena dampak migrasi ini.

Untuk mengatasi masalah migrasi ini, mulai dipikirkan bagaimana memperkuat Credit Union sebagai lembaga gerejani. Tujuannya untuk membantu masyarakat meningkatkan kemampuan ekonomi. Juga membuat Balai Latihan Kerja yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.

Munas ke-14 UNIO Indonesia di Mataloko, Flores, menjadi kesempatan baik bagi para imam diosesan dari seluruh Indonesia untuk melakukan wawan hati dan diskusi tentang perkara-perkara penting. (Romo Ferry SW)

Regio Kalimantan

UNIO Keuskupan Banjarmasin baru mempunyai sembilan imam diosesan. UNIO keuskupan lain, jumlahnya berbeda-beda; sampai 50 imam. Yang sulit adalah jarak jauh sehingga sulit untuk bertemu.

Relasi antar imam dengan uskup berbeda-beda. Ada yang uskupnya imam diosesan. Ada yang uskupnya berasal dari imam religius. UNIO sering mempertanyakan fasilitas bagi para imam diosesan. Misalnya kesempatan studi, rumah singgah UNIO, dan hal-hal lainnya.

Keuskupan-keuskupan di Kalimantan umumnya tidak mengalami banyak masalah tentang warga yang bermigrasi keluar negeri, melainkan lebih menerima migrasi lokal dari berbagai daerah di Indonesia yang bekerja di perusahaan tambang dan perkebunan sawit di seluruh Kalimantan.

Migrasi dari daerah lain yang masuk ke Kalimantan justru menjadi berkat bagi Kalimantan, meskipun ada persoalan sosial yang dibawa misalnya mengenai perkawinan, terlanjur datang tapi tidak punya pekerjaan, persoalan pendidikan, dll.

Sering kali kaum migran lokal ini hanya lulusan SMP -bahkan SMA- namun belum bisa membaca dengan baik. Kalau masuk seminari, kemampuan lulusan SMA umum mereka dirasakan masih kurang cukup.

Kalau bekerja di Kalimantan sebenarnya ada peluang bisa menerima  penghasilan yang lumayan, namun kurang bisa mengelola keuangan keluarga sehingga cepat habis.

Diskusi antara para imam Regio Sumatera terjadi di Hari Studi di tengah gelaran Munas ke-14 UNIO Indonesia di Mataloko, Ngada, Flores. (Romo Ferry SW)

Regio Jawa

Ada tujuh keuskupan di Pulau Jawa. Relasi antar imam semuanya baik, akrab, dan dekat. Itu ditopang berbagai kegiatan UNIO keuskupan bahkan hampir tiap bulan.

Memang ada beberapa imam diosesan yang tidak hadir dalam pertemuan UNIO keuskupan. Relasi dengan uskup umumnya baik; termasuk dengan uskup yang berasal dari lembaga religius. Semua uskup memperhatikan kesejahteraan rohani, pastoral, dan secara material.

Pastoral migran belum menjadi pastoral khusus di tujuh keuskupan di Pulau Jawa. Pelayanan pastoral lebih ditangani oleh paroki. Di banyak paroki, banyak umat Katolik migran yang berasal dari keuskupan lain.

Namun itu tidak menjadi masalah. Paling bila ada masalah lebih menyangkut soal perkawinan. Misalnya ada umat dari luar Jawa yang belum mempunyai salinan surat baptis, padahal ingin segera menikah di Jawa.

Regio Sumatera

Relasi antar imam diosesan pada umumnya baik. Kadang ada masalah, karena alasan generation gap antara yang senior dengan yang lebih muda. Relasi antar imam dengan uskup beragam. Uskup tahbisan baru masih perlu waktu untuk mengembangkan relasi yang lebih dalam.

Tantangan kerjasama imam diosesan dengan imam tarekat, luasnya daerah, kurangnya jumlah imam diosesan dan calon imam diosesan.

UNIO Keuskupan lebih sebagai wadah persaudaraan. Namun belum menjadi wadah komunikasi dan konsultasi dengan uskup mengenai masalah-masalah keuskupan.

Ada keuskupan yang menjadi perlintasan pekerja migran. Ada keuskupan yang umatnya merantau untuk mencari nafkah. Kebijakan pastoral migran masih bersifat per kasus atau spontan. Perlu diusahakan data pekerja migran yang lebih lengkap.

Tidak semua imam melihat masalah migrasi sebagai persoalan. Tidak semua keuskupan memiliki KKP yang memperhatikan buruh migran.

Untuk itu dibutuhkan pedoman pastoral migran yang bisa disoalisasikan kepada umat agar memahami masalah migran.

Dibutuhkan sosialisasi atau pembekalan untuk mereka yang akan merantau. Perlu kerjasama antar keuskupan untuk pastoral migran yang lebih integral.

Perkara-perkara penting didiskusikan bersama di gelaran Munas ke-14 UNIO Indonesia. (Romo Ferry SW)

Regio Nusra I (Utara dan Timur)

Relasi antar imam terjalin baik dan penuh persaudaraan sehingga mendukung perkembangan imam diosesan. Ada aksi nyata berupa rekoleksi, temu UNIO, retret, syering angkatan, ada kegiatan OGF.

Ada studi khusus dokumen penting Gereja, iuran UNIO, hadiah bagi para imam yang pesta imamat, dan ada dana solidaritas bagi keluarga imam yang meninggal, arisan antar imam, relasi senior dengan yunior berjalan akrab, kedekatan dengan teman seangkatan sangat cair, ada kiat olahraga dan rekreasi bersama, gerakan kepedulian kesehatan, membangun rumah sehat dan rumah rehat untuk para imam, dll.

Ada banyak kegiatan pembinaan dan OGF serta studi lanjut tersedia bagi para imam. Para imam diosesan muda dilibatkan dalam berbagai kegiatan keuskupan.

Relasi imam dengan uskup berjalan baik, karena uskup adalah pelindung imam diosesan. Uskup senantiasa hadir dan mendengarkan masukan para imam diosesan dalam pengambilan keputusan yang penting.

Uskup selalu mencintai dan tanggap. Yang bermasalah didampingi dan dibantu. Ada forum internum untuk berbicara dari hati ke hati antara uskup dengan imam. Kondisi kesehatan uskup menjadi perhatian.

Tantangan bagi imam diosesan adalah sakit dan menjadi tua. Perlu dibangun rumah singgah untuk para imam yang sakit.

Lalu ada tantangan solidaritas untuk mengenal imam diosesan dari daerah lain dan beda usia.

Perlu solidaritas untuk tersedianya jaminan kesehatan dan jaminan kesejahteraan hidup yang cukup. Juga ada tantangan bagaimana mendampingi calon imam dan imam muda atau tantangan formasi. Juga ada tantangan lupa diri, lupa identitas sebagai imam diosesan.

Ilustrasi: Jalan perusahaan di wilayah areal perkebunan sawit di Kabupaten Ketapang. (Topan Putera)

Tantangan pastoral untuk migrasi menjadi masalah. Karena Keuskupan Nusra menjadi pengirim migran ke berbagai keuskupan di Indonesia.

Kami minta maaf untuk itu. Kami perlu bertindak bersama menyiapkan mereka yang akan pergi merantau, mengembangkan pastoral dan healing bagi keluarga yang ditinggalkan, dan kerjasama dengan pemerintah dan berbagai lembaga untuk meningkatkan kesejahteraan eknomi lewat semangat menabung dan koperasi.

Perlu upaya mengurangi jumlah migran yang tidak siap untuk merantau.

Perlu biro perjalanan bagi keluarga perantau untuk mengunjungi keluarga yang jarang pulang kampung.

Perlu modul katekese dan pendampingan bagi keluarga yang ditinggalkan. Keuskupan mengadakan kerjasama dengan pemerintah untuk membantu perantau yang bekerja di tempat lain.

Keuskupan harus bekerjasama dengan masyarakat, pemerintah, dan tokoh adat.

Regio Papua

Relasi antar imam diosesan berjalan dengan baik termasuk imam-imam diosesan yang berasal dari luar Papua. Relasi dengan uskup umumnya baik. Para uskup mendukung kegiatan untuk meningkatkan iman dan persaudaraan antar imam diosesan misalnya retret para imam diosesan, kursus, dan studi lanjut.

Tantangan yang dihadapi adalah adanya Daerah Otonom Baru (DOB) sehingga sekarang di Papua ada tujuh propinsi. Semakin banyak pendatang masuk Papua.

Daripada pergi ke Malaysia, datanglah ke Papua. Isu NKRI harga mati dan Papua Merdeka harga mati – dua-duanya itu dianggap harga mati. Hal itu akan menjadikan masalah Papua tidak kunjung usai.

Masalah Papua masih belum kunjung usai. Konflik masih terjadi termasuk dengan pendatang yang memiliki kekuatan dana.

Umat agama tertentu semakin bertambah karena lebih banyak yang datang lewat kapal, pesawat dan keluarga dengan banyak isteri dan anak. Kecemburuan sosial masih timbul terhadap pendatang.

Pastoral yang dikembangkan yaitu gerakan tungku api kehidupan, pastoral penyadaran stop jual tanah, membangun relasi dengan lembaga kemanusiaan. Yang bisa diajak kerjasama pemerintah, lembaga adat, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, dan lembaga lainnya.

Ilustrasi: Penulis saat merayakan ekaristi malam vigili Paskah 2023 di Paroki Hepuba, Wamena, Papua, April 2023. (Ferry Sutrisna Widjajja Pr)

Regio Nusra II (Barat)

Relasi antar imam berjalan baik. Tidak ada blok dan jarak. Kalau pun ada, maka itu bersifat personal dan tidak dalam jumlah banyak. Banyak momen untuk bersama seperti rekoleksi, retret, hari studi, kelompok hobi, pertemuan keluarga imam, kegiatan olah raga, kegiatan mancing.

Prinsip subsidiaritas terwujud; dengan saling membantu antar imam terhadap imam yang membutuhkan bantuan. Setiap ada imam diosesan yang ulang tahun dan ulang tahun imamat selalu ada perhatian dari uskup dalam bentuk uang maupun hadiah barang.

Keuskupan mengirim studi lanjut imam agar bisa melakukan berbagai tugas pastoral dan tugas di lembaga pendidikan yang mebutuhkan gelar pendidikan.

Tantangan yang besar adalah penggunaan media sosial yang tidak bijak termasuk hoaks yang tidak benar. 

Ada beberapa umat migran yang hidup bersama tanpa ikatan nikah yang sah. Peta migrasi di keuskupan harus dibuat dan disusun agar ada pastoral migrasi dapat terlaksana dengan baik.

Beberapa daerah justru merasa bahwa kedatangan migran menjadi berkat. Namun juga ada masalah sosial yang dibawa seperti pernikahan tidak sah, tindak pidana kekerasan dan perdagangan orang, dll.

Untuk menanggapi masalah migrasi, maka para imam diosesan perlu peduli, mencari solusi dan bekerjasama. Pelayanan administrasi gereja perlu ditertibkan.

Kita perlu bekerjasama dengan pemerintah, masyarakat, adat, dan LSM. (Berlanjut)

Baca juga: Munas ke-14 UNIO Indonesia Bicara tentang Berpastoral di Tengah Arus Migrasi (3)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version