Home BERITA Mutiara Keluarga – Mempercayai Suami

Mutiara Keluarga – Mempercayai Suami

0
Ilustrasi - Pasutri yang serasi. (Ist)

KEPADA Tuhan kita mesti percaya penuh, percaya 100%. Tetapi kepada suamimu para isteri hendaknya jangan pernah percaya 100%. Berilah ruang untuk tidak mempercayai suamimu.

Yang saya maksud dengan percaya 100% itu misalnya: isteri tak pernah peduli, tak pernah bertanya, tak pernah curiga sedikit pun. Juga kalo suami pulang malam atau tugas kantor, di dalam atau di luar kantor.

Sedang yang saya maksud tidak 100% percaya suami itu misalnya: menanyakan kejadian hari ini ; melihat chating suami dengan siapa aja ; kenalin teman-teman sekantornya ; atau kalau suami berkata pergi dengan teman, ditanya pria atau wanita, yang sering telepon suami itu siapa dll.

Cari tahu kebenarannya kalau suami sering lembur atau pulang telat dll. Waspadai kalo suami bilang pergi bersama teman kantor. Harus ditanya: teman itu siapa, dan dengan siapa aja perginya.

Mengapa isteri tidak boleh memercayai suami sepenuhnya?

Ada dua alasan.

Pertama karena lelaki itu kadang iseng, coba-coba untul memancing-mancing perasaan seorang perempuan. Bukan apa tepapi lelaki dan perempuan itu berbeda. Buat lelaki cuma iseng aja, direspons syukur, enggak pun tidak apa.

Tetapi iseng tersebut dapat membuar parasaan perempuan berkobar sampai berbunga-bunga bahkan dibawa mimpi. Kalau sudah demikian, akan memikat lelaki. Lama-lama kian mengikat si lelaki.

Jadi ketidakpercayaan istri adalah bentuk cinta: menjagai suami. Lebih baik mencegah daripada mengobati bukan?

Kedua, suami istri itu dipersatukan Tuhan. Maka selamanya suami istri itu harus selalu bersatu. Bersatu dalam berkeluarga msupun bersatu dalam mendidik anak.

Mereka ini diutus berdua-dua sebagai suami istri. Maka, walau secara fisik gak selalu bisa bersatu, (entah karena jarak atau waktu), tetaplah harus bersatu.

Untuk itu, di zaman ini sebetulnya mudah dilakukan. Misalnya dengan video call. Jadi ketidakpercayaan istri adalah bentuk upaya untuk menjadikan suami isteri “satu” meski secara fisik tidak bersama.

Tetapi yang namanya “bertanya” itu seni. Bertanya tidak sama dengan menyindir atau menuduh. Contoh “ceritain dong Mas, hari ini bagaima?”

Bukan “Kok baru pulang, pergi ke mana aja ?” ” Enak ya makan siangnya, sambil TP TP.?”

Bertanya pun harus pilih waktu yang tepat. Bukan, suami belum lepas sepatu sudah diberondong pertanyan yang intinya menyelidik atau malah menvonis suami. Sebaiknya hindari saat emosi sedang meninggi.

Terakhir, istri-istri, percayailah suamimu tatapi jangan 100%. Untuk itu seringlah bertanya. Bedakan antara “bertanya” dan “mempertanyakan”.

Tujuan pertanyaan adalah untuk membuat suami istri tetap bersatu ; bukan karena pengin tahu semata atau untuk menunjukkan dirinya (istri) lebik baik atau malah mau menyelidiki suami.

Kuncinya, buatlah pertanyaan yang tidak membuat suami merasa tidak dipercaya. Kuncinya, segala sesuatunya harus bermuara pada “suami merasa makin dicintai”.

YR Widadaprayitna
H 230728 AA

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version