INI kisah saya mengikuti perjalanan turne menuju Stasi Caram dan Kerangas. Keduanya masuk wilayah reksa pastoral Keuskupan Sintang, Kalbar. Kisah lengkapnya seperti ini.
Dalam perjalananku dari Sintang menuju Semitau, kudapati diriku saat itu sudah berada di dalam sebuah bus. Kondisinya penuh sesak dengan banyak penumpang. Beragam wajah dan cerita. Suara bising mesin bus dan obrolan ramai penumpang pada akhirnya menciptakan latar yang hidup di dalam kendaraan umum yang bumel tersebut.
Bus melaju melalu di jalan-jalan berliku. Menembus waktu. Menikmati keindahan alam pedesaan. Melalui jendela bus, aku bisa melihat hijaunya perkebunan dan rona sawah yang menghijau di bawah sinar matahari terik. Seiring bus melaju, aku merasakan getaran halus yang menyatu dengan ritme perjalanan.
Dengan bus akap
Di dalam bus yang penuh sesak itu, sungguh tercium aroma keberagaman masyarakat. Itu jelas tercermin dari beragamnya penumpang. Bermacam-macam etnis. Juga berbagai kegiatan untuk mengisi waktu sepanjang perjalanan panjang ini.
Ada yang sibuk dengan ponselnya. Terdengar tawa anak-anak. Mereka bermain-main di bangku depan. Lainnya sibuk menjaga barang-barang bawaan yang banyak. Semua itu menciptakan harmoni kehidupan dalam ruang terbatas.
Suasana perjalanan dengan bus bumel ini semakin terasa menggairahkan. Manakala perjalanan hidup kami tiba dan melewati desa-desa kecil. Penumpang berinteraksi satu sama lain. Juga berbagi cerita perjalanan atau memberi tahu petunjuk kepada penumpang baru. Seiring dengan itu, aroma makanan dari penjual di pinggir jalan menyusup masuk, menambah suasana antusiasme perjalanan ini.
Terkadang, bus harus melaju dengan melintasi jalan-jalan berbatu. Ini membuat perjalanan sedikit bergetar. Meski demikian, aku menikmati sepanjang perjalanan ini. Sudah barang tentu, jiwa advonturirku bergejolak senang. Kali waktu, aku menikmati perjalanan turne menyusuri aliran sungai. Selama perjalanan berjam-jam lamanya.
Kali ini, aku menikmati perjalanan darat. Dengan bus antar kota. Benar-benar menyenangkan. Seakan-akan di setiap tikungan jalan, perjalanan itu membangkitkan cerita baru dan kejutan-kejutan jiwa yang menyegarkan.
Menuju Semitau
Perlahan tapi pasti, bus mendekati tujuan akhirnya. Namanya Sejiram. Suara mesin bus melambat dan akhirnya berhenti di terminal. Penumpang yang turun hanya aku saja.
Di situ sudah ada Bapak Ketua Stasi. Siap menjemputku. Dengan naik sepeda motor. Akhirya dengan memboncengnya, perjalanan panjangku dengan sepeda motor selama 45 menit ini telah sampai di Paroki Semitau.
Menuju Stasi Caram dengan sepeda motor
Esok harinya, saya memutuskan untuk menjelajahi perjalanan lanjutanya. Berangkat dari Semintau menuju Stasi Caram. Masih sama: dengan tumpangan motor. Angin sepoi-sepoi menyapa wajah, dan kilau matahari terbit menyinari perjalanan petualangan ini.
Tiba di Stasi Caram siang hari. Suasana kehangatan dan persiapan menyambut Natal telah terasa. Gereja yang sederhana di Stasi Caram menjadi tempat pertama yang aku kunjungi. Kemeriahan persiapan Natal terlihat dari hiasan-hiasan yang memenuhi gereja.
Malam harinya, saya mendapat kehormatan; memimpin ibadat Malam Natal di Caram dan Karangas. Gereja yang sebelumnya tenang, kini dipenuhi oleh suara nyanyian dan tawa umat yang berkumpul. Cahaya lilin menyala di sepanjang lorong gereja, menciptakan suasana yang damai dan penuh roh.
Dalam keheningan malam Natal, cerita kelahiran Kristus menggema di dalam gereja. Jemaat dengan hati yang bersatu merayakan keajaiban Natal. Dengan saling berbagi kebahagiaan dan harapan. Suasana yang penuh kebersamaan di Caram dan Karangas membuat ibadat malam Natal menjadi pengalaman yang mendalam dan berarti bagi semua yang hadir.
Malam penuh kehangatan dan berkat tiba di Stasi Karangas. Ini adalah sebuah desa kecil yang tersembunyi di pelosok wilayah terpencil Keuskupan Sintang, Kalbar.
Seiring senja memudar, cahaya gemerlap lilin-lilin Natal mulai menerangi kapel sederhana di tengah-tengah stasi. Suara tawa dan cerita mengalir di antara jemaat yang berkumpul, sementara aroma rempah-rempah khas Natal juga sudah memenuhi udara.
Aroma persaudaraan insani
Sementara itu, di seluruh Keuskupan Sintang, gereja-gereja lain juga merayakan Natal dengan keceriaan dan kehangatan. Suara lonceng gereja berkumandang, mengingatkan semua akan kedatangan Sang Juru Selamat.
Natal bukan hanya sebuah perayaan, melainkan momen kembali kepada inti iman, sebuah panggilan untuk menyebarkan kasih dan perdamaian.
Di Stasi Karangas, Keuskupan Sintang ini, suasana kemeriahan dan sukacita merayakan Natal terus berkobar. Para jemaat saling bertukar salam dan pelukan, menciptakan ikatan persaudaraan yang erat. Perayaan ini bukan hanya tentang kehadiran fisik di gereja, tetapi juga tentang kehadiran jiwa yang saling memahami dan mendukung.
Malam Natal di Stasi Karangas dan Caram Paroki Semintau menjadi kenangan yang tak terlupakan bagiku -seorang suster biarawati Kongregasi Suster=suster Santo Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA) dari Ketapang, Kalbar.
Di Ketapang inilah basis tarekat religius di mana saya menjadi anggotanya. Perlu terbang selama 35 menit dari Ketapang menuju Pontianak. Masih perlu 10 jam perjalanan darat dari Pontianak menuju Sintang. Mau lebih cepat, naik pesawat saja. Lama penerbangan sekitar 45 menit rute Pontianak-Sintang.
Kembali ke pengalaman merayakan Natal di wilayah pedalaman Keuskupan Sintang.
Setiap mata yang melihat, setiap telinga yang mendengar, dan setiap hati yang merasakannya dipenuhi dengan kebahagiaan dan kedamaian Natal. Sebuah perayaan yang melampaui batas fisik dan menghubungkan hati setiap individu dalam satu kesatuan kasih.
Hati berbunga-bunga
Malam itu, tepat pada tanggal 27 Desember 2023, aku kembali melangkah pulang menuju Sintang. Kali ini dengan hati yang penuh harap. Tugas tanggungjawab menjalani perjalanan turne menuju wilayah pedalaman Keuskupan Sintang kini telah selesai.
Sebuah kenangan akan anugerah pengalaman spiritual yang sangat indah telah mengisi relung-relung hati saya. Karena perjalanan menuju Stasi Karangas dan Caram. Tapi juga karena pengalaman bertemu dan mengalami sapaan persaudaraan dari saudara-saudari kita di wilayah pedalaman yang kadang suara mereka tidak pernah “terdengar” di kota.
Susana Natal telah merajut kehangatan di udara. Stasi terasa penuh cahaya. Dalam cahaya gemerlap lilin, tanggungjawab dan keindahan pengalaman spiritual telah “bertemu”. Di dalam keharmonisan pergaulan dan persaudaraan antar umat yang luar biasa. Terjadi di malam Natal di wilayah pedalaman.
Momen-momen itu tak hanya tentang tugas dan perayaan. Tapi juga tentang rasa syukur yang meluap. Melalui turne malam Natal dan Hari Raya Natal 2023, Tuhan telah memberi anugerah terindah bagiku.