Home BERITA Nilai Ibadat

Nilai Ibadat

1
Ilustrasi - Ibadat sabda dan doa rosario di lingkungan. (Eko Wahyono)

Jumat, 03.03.2023

  • Yeh. 18:21-28.
  • Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8.
  • Mat. 5:20-26.

IBARAT sebuah cermin yang menantulkan objek yang ditangkapnya. Demikian pula hubungan kita dengan sesama bisa menjadi gambaran relasi kita dengan Tuhan.

Kualitas relasi kita dengan sesama itu, banyak mempengaruhi relasi kita dengan Tuhan.

Nilai ibadat kita menurut Yesus sangat tergantung dari sikap batin atau keadaan hati kita.

Kalau dalam hati kita masih tersimpan rasa dendam, permusuhan atau kejengkelan dengan orang lain, maka di mata Tuhan ibadat kita itu tidak mempunyai arti.

Manakala hati kita masih diliputi kemarahan dan segala sikap negatif, kita diminta untuk membereskan terlebih dahulu sebelum kita mempersembahkan kurban pada Tuhan.

Kita harus berdamai dulu dan membereskan hubungan kita dengan orang lain. Baru dengan hati bersih kita menghadap Tuhan.

Namun banyak orang yang tidak peduli, hingga peribadatan hanya soal hubungan saya dengan Tuhan yang terputus dari relaitas kehidupan bersama orang lain.

Banyak orang yang setiap hari mengikuti Perayaan Ekaristi tanpa memeriksa batin lebih dahulu. Bahkan tetap memendam amarah, kekecewaan bahkan dendam dengan sesamanya, sesama aktivis bahkan dengan pengurus Gereja.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Karena banyak orang mengira bahwa ibadat itu dapat dilaksanakan hanya secara formal atau basa-basi saja. Banyak orang berpikir bahwa ibadat pada Tuhan itu hanya soal ranah privat, pribadi. Kemudian akan mendapat berka dari Tuhan.

Banyak orang belum menyadari arti dosa bahkan ada orang yang mengatakan bawa dirinya tidak punya dosa atau bingung mencari dosa dan kesalahannya.

Lebih parah lagi banyak orang yang mengira bahwa menyembah berhala adalah menyembah pohon atau menyembah patung atau percaya pada hal-hal tahyul saja.

Padahal menyembah berhala itu sebenarnya menyingkirkan Tuhan dari hidupnya dan menukarkanTuhan dengan apa yang ia senangi serta mencurahkan hidupnya bagi hal-hal duniawi.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahan di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahan di depan mezbah itu, dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahan itu.”

Perdamaian dengan sesama menjadi landasan kita dalam menjalankan ibadat yang berkenan pada Allah.

Kita ini hidup di dalam masyarakat majemuk yang beraneka macam suku, ras, budaya bahkan agamanya.

Mereka semua adalah saudara kita sebagai ciptaan Tuhan yang selalu perlu dirajut tali persaudaraannya.

Kita ini tidak hidup sebagai komunitas tertutup di dunia ini. Gereja hidup berdampingan dengan komunitas-komunitas lain.

Gereja dipanggil untuk melakukan tindakan-tindakan perdamaian dengan perbuatan cinta kasih terhadap sesama dan seluruh ciptaan.

Kita dipanggil untuk menjadi utusan dinamis dari Injil Yesus Kristus yang merupakan kabar baik, keselamatan menghadirkan kasih dan perdamaian sehingga kehidupan ini bisa berkembang menjadi lebih baik.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku membuka hati untuk berdamai dengan orang lain yang telah melukai diriku?

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version