Home LUMBUNG GAGASAN Nothing is more expensive than a missed opportunity (2)

Nothing is more expensive than a missed opportunity (2)

0

Orang tidak berani mengambil kesempatan karena takut ambil risiko. Hidup bersama dengan orang lain, membuat kita merasa bahwa orang lain menjadi pengamat apa yang kita kerjakan. Sebelum orang mengerjakan sesuatu, ia sudah takut melakukannya, karena jangan-jangan akan gagal. Orang itu telah  kalah sebelum bertanding. Sebelum berperang, orang meruntuhkan mental lawannya.

Robert Green dalam 48 Hukum Kekuasaan, mengisahkan tentang Hannibal (264 – 182) Jendral Kartago yang memiliki strategi yang jitu. Ia memasang obor-obor di tanduk-tanduk kerbau di malam hari. Dari ketinggian para prajurit Romawi menjadi takut karena melihat obor-obor yang menyala begitu banyaknya yang disangka adalah para prajurit Kartago. Prajurit Romawi merasa gentar dan  kehilangan kesempatan untuk berperang dengan gagah perkasa.

Nasib baik menyertai orang berani
Cicero dalam suatu kesempatan juga pernah berkata, Fortuna favet fortibus” yang berarti nasib baik menyertai orang yang berani.  Alexander Agung  adalah seorang pemimpin yang tidak mewariskan kekuasannya kepada keturunannya. Ketika hendak meninggal, ia hanya mengatakan, “Pemimpin yang meneruskanku adalah yang terkuat.”

Lance Kurke dalam The Wisdom of Alexander the Great, menuliskan sebuah kisah tentang Alexander Agung yang memotivasi para prajuritnya untuk mendapatkan tongkat komando. Ia berkata bahwa setiap orang berhak memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin. Kisah Michael Jackson yang telah difilmkan itu memberikan inspirasi kepada kita. Ketika Jackson tampil untuk pertama kali di panggung, tiba-tiba mikrofon itu diserahkan kepadanya. Dengan penuh percaya diri calon rocker dunia  itu pun melantumkan lagu. Ibunya  berkata, “Lihat, anakku telah menemukan nasibnya.”

Vergilius (70 – 19) dalam Aeneas, menulis, “fata viam invenient” takdir itu menemukan jalannya sendiri.  Demikian pula Michelangelo (1475 – 1564) yang menemukan takdirnya sebagai pelukis.  U Cheng Fang dalam  Michelangelo Buonarroti, memberikan ilustrasi bahwa Micaelangelo  sebenarnya adalah seorang pematung. Ia memahat patung yang termasyur seperti: David di Firenze, Nabi Musa dan  Pieta yang sekarang di Gereja St. Peter.  Tetapi oleh Paus Paulus III, pematung itu diangkat sebagai arsitek  bangunan Gereja St. Peter yang megah itu.

Pada waktu itu ia bergumul dengan dirinya sendiri dan  masuk cafe  serta mabuk.  Ketika keluar dari cafe, ia melihat pemandangan yang sangat  indah yang ternyata menginspirasi lukisan fresco  di plafon  kapel Sikstina. Michelangelo tidak menolak kesempatan yang diberikan oleh Paus Paulus III itu dan kini namanya  menjadi agung sebagai arsitek gereja terbesar di dunia.  Saya tidak habis pikir, bagaimana seandainya pada waktu itu sang maestro itu menolak  usul sang Paus tersebut.

Mea culpa
Saya tinggal di Biara dan sejak di Seminari diwajibkan untuk siesta (tidur siang). Sekarang pun di usia yang sudah menua ini masih mewajibkan diri untuk siesta. Suatu kali ada tamu dari Manado yang singgah di Biara Hati Kudus Pineleng. Setelah makan siang, saya masuk kamar dan di pintu saya tulis, “Sedang Tidur Siang. Jangan Diganggu”

Siang itu rupanya ada keluarga yang datang membawa sesuatu untuk  saya, tetapi karena saya sedang menikmati “jam  suci” maka tamu itu pun melanjutkan perjalanan ke Tomohon. Sampai di Tomohon, orang ini menulis  sms, “Pater, tadi saya singgah mau kasih uang untuk biaya makan para frater selama satu bulan, tetapi berhubung sedang istirahat dan tidak boleh diganggu, maka uang itu saya berikan kepada orang lain.” Memang, Dewi Fortuna tidak memihak orang yang malas. Mea culpa, karena kesalahanku!!

selesai

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version