[media-credit name=”pholoroid” align=”alignright” width=”300″]
Lingkungan terutama orangtua dan sekolah bahkan media massa saat ini terasa agak pelit kalau tidak mau disebut malas untuk mengajari, menayangkan sekadar mengenalkan sejumput saja hasil-hasil karya nenek moyang itu.
Karena itu, suatu langkah yang patut diacungi jempol bila kelompok anak muda seperti Orang Muda Katolik (OMK) Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyelenggarakan festival kesenian tradisional.
Dengan tema “saiyeg saeka kapti, memetri rukuning sesami” (red: kebersamaan menjaga kerukunan antarwarga masyarakat) festival yang terselenggara di Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Minggu kemarin diikuti oleh paroki-paroki se-Kulon Progo.
“Di antaranya Paroki Nanggulan, Brosot, dan Paroki Kalibawang. Setiap paroki menampilkan kesenian tradisional yang dibawakan 50 penari,” kata Ketua panitia festival ini, Yohanes Advent Tody.
Festival ini, kata Tody untuk memperebutkan piala dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, DPRD Provinsi DIY, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, serta Keuskupan Agung Semarang.
Nilai kerukunan
Sebagai sebuah agenda tahunan, kata Tody, festival ini memberi nilai positif karena anak-anak muda tidak asing dengan kesenian tradisional budayanya sendiri bahkan meyakini bahwa dalam kesenian tradisional ada rasa “guyup” atau kompak, serta kerukunan di dalamnya.
Proses berkesenian tradisional itu, menciptakan ruang berinteraksi dengan lingkungan.
“Proses berinteraksi di antara orang-orang yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan menumbuhkan pemahaman yang mendalam secara proporsional dan komunal,” ujar Tody seperti dikutip Antara.
“Kami tidak punya apa-apa, selain niat kecil membangun persaudaraan melalui seni dan budaya tradisional, karena dalam seni dan budaya tradisional tidak ada ’baju khusus’,” katanya.
Festival kesenian tradisional juga memberikan pengalaman, dan mempererat persaudaraan lintas iman.
“Semoga dengan festival kesenian tradisional ini ada angin sejuk bagi terciptanya persaudaraan serta kerukunan yang sejati,” katanya.
Festival kesenian tradisional ini digelar pertama kali pada 2009, dan kemudian menjadi agenda tahunan Orang Muda Katolik (OMK) Kabupaten Kulon Progo.
thank you