PESERTA pendalaman iman kali ini cukup banyak. Rupanya, di tengah tantangan, memupuk hidup beriman makin relevan.
Yang hadir mayoritas keluarga-keluarga muda yang tiap hari bekerja dari pagi hingga petang. Setelah menerobos lalu lintas yang macet, setiba di rumah mereka mandi, lalu segera berkumpul dalam pendalaman.
Karena frater yang biasanya mendampingi berhalangan hadir, mereka mulai saling tunjuk, kira-kira siapa yang mau jadi pemandu.
Semua saling pandang. Lalu diam. Hening. Tegang.
Tidak ada yang berani ambil risiko. Apalagi bacaan yang ditentukan oleh paroki rada sulit. Injil Lukas 6: 43-49.
Saat mereka sedang saling pandang, bapak katekis paroki datang. Semua senang. Terbebas dari tugas.
Saat tiba waktu syering pengalaman, hampir semua bilang tidak paham isi dan pesan firman itu.
Bapak katekis mencoba meringkas. Intinya sebenarnya satu, hubungan hidup batin dengan hidup lahir. Internal dan eksternal.
“Buah dan pohon itu erat hubungannya,” katanya.
“Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik. Demikian juga sebaliknya.”
Tetiba salah satu peserta bertanya, “Lalu apa hubungan antara perbendaharaan dalam hati dan tindakan orang?”
Pak katekis menjawab, “Itu juga menggambarkan bahwa kata-kata dan perbuatan orang keluar dari hatinya.”
Memang, Sang Guru bersabda, “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” (Luk 6: 45).
Semakin lama pesertanya makin hanyut dalam perbincangan yang berlanjut. Seperti biasa, lebih banyak yang bertanya daripada yang menjawab.
Ada yang “aji mumpung” lalu bertanya kepada pak katekis. “Apa maksudnya ayat 46 sampai ayat 49? Hubungannya dengan ayat sebelumnya bagaimana?”
Pak katekis melemparkan pertanyaan itu ke peserta. Sudah bisa diduga responnya.
Berhubung semua diam, pak katekis mesti menjawabnya. “Mendengarkan sabda Tuhan dan melakukannya itu satu kesatuan,” kata pak katekis menjelaskan.
“Orang yang hanya menyerukan: Tuhan, Tuhan, tetapi tidak melakukan firman-Nya, itu seperti bangunan yang didirikan di atas pasir. Langsung roboh dan hancur ketika dilanda banjir.”
“Sebaliknya yang mendengarkan dan melaksanakannya, itu seperti orang yang membangun rumah di atas batu yang kokoh. Kena badai dan banjir takkan roboh.”
Meski sebagian peserta tampak ingin pulang, ada anak muda yang menimpali, “Konkretnya bagaimana, pak katekis?”
Tak mau mendominasi pembicaraan, pak katekis melemparkannya kepada yang lain. Tapi, semua diam.
Tiba-tiba seorang ibu muda segera mengangkat tangan. “Wah itu sulit, jawabnya. Saya juga mau tanya itu.”
Hadirin pun tertawa, karena dikira dia mau menjawab.
“Memang hanya sedikit yang paham dan dapat melaksanakan,” kata pak katekis.
“Apakah ada yang melihat sosok konkret di tengah kita?”
Ternyata, ajaran itu tampak jelas dihayati oleh seorang pemimpin nasional. Dia itu satu kata dan perbuatan. Hatinya baik, hingga yang diucapkan dan dilakukan juga baik.
Kokoh pendiriannya. Konsisten tindakannya. Semua mengalir dari perbendaraan hatinya.
Tak heran, dia amat dicintai. Pembecinya ya orang-orang yang isi hatinya bertentangan dengan hati yang baik.
Khawatir pendalaman itu mengarah ke diskusi politik, pak katekis segera menyerahkan kembali kepada ketua lingkungan untuk ditutup.
Sebelum mengakhiri dengan doa, pak ketua menyampaikan pengumuman.
Seperti biasa dia meringkas pertemuan dengan pantun.
Kertas secarik putih warnanya.
Pohon yang baik, enak buahnya.
Menari serimpi lurus tangannya.
Hati nan suci baik perbuatannya.
“Kita bersyukur, malam ini boleh merenungkan Injil Lukas 6: 43-49. Sulit mewujudkannya. Hanya orang-orang pilihan dapat melakukannya,” kata pak ketua.
Acara pun ditutup dengan doa. Memohon rahmat Tuhan agar mereka semua layak jadi orang-orang pilihan.
Sabtu, 11 September 2021
Romo Albertus Herwanta O. Carm.