Home BERITA Panel Session 2 Corecs 2023: Peran Institusi & Tokoh Agama dalam Penanggulangan...

Panel Session 2 Corecs 2023: Peran Institusi & Tokoh Agama dalam Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim (4)

0
Lukman Hakim yang pernah menjabat Menag-RI ikut bicara di forum Conference on Religions and Climate Change SoutheastAsia-2023. (Dok. Romo Ferry SW)

SESI ini dimoderatori oleh Dr. Mubariq Ahmad, Country Director Conservation Strategy Fund, Indonesia

Dr. KH Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI 2014-2019

Hampir semua sadar bahwa menjaga kelestarian lingkungan itu penting. Tetapi mengapa tindakan kita belum seperti yang kita harapkan.

Pertama, kita mengalami keterputusan dengan kearifan lokal mengenai pelestarian lingkungan. Budaya pendahulu sangat serius peduli lingkungan. Mereka sungguuh tahu apa yang terjadi di alam dan apa yang ada di alam.

Lalu muncul praktik berkelanjutan dalam penggunaan sumber daya alam dengan sangat hemat dan bijak. Tidak sembarangan menebang pohon atau membunuh binatang yang masih muda misalnya. 

Kedua, strategi pembangunan yang hanya melihat dari sisi ekonomi dan politik. Budaya dan pelestarian lingkungan kurang jadi pertimbangan strategi pembangunan.

Ketiga, ajaran agama belum secara optimal dan maksimal sebagai motivasi dasar pelestarian lingkungan.

Maka negara, pemuka agama, media, dan semua pihak perlu melakukan sosialisasi. Kita sudah sadar, namun kita perlu menumbuhkan rasa.

Kita perlu memasukkan hak dan kewajiban menjaga lingkungan sebagai hak dan kewajiban dasar setiap manusia selain kebebasan berpikir, memilih agama, memiliki, dan berkeluarga.

Ahmad bin Abdul Aziz bin Qasim Alhadad, Senior Mufti and Director of the Fatwa at the Islamic Affairs and Charitable Activities Department in Dubai

Para ulama dan ilmuwan wajib memberi penjelasan kepada umat untuk memelihara bumi dan seluruh ciptaan yang diciptakan Allah. Itu adalah tanggungjawab agung bagi generasi yang mendatang.

Para pemimpin agama harus berperan aktif. Semoga telinga kita mau mendengar, hati kita sadar, dan kita sanggup bertindak secara nyata untuk menjalankan kewajiban kita memelihara kehidupan di planit yang sudah diberikan Allah kepada kita.

Allah sudah memberikan tanggungjawab kepada manusia untuk memelihara bumi.

Bhante Dhammasubho Mahathera, Kepala Wisma Sangha Theravada, Indonesia

Pendiri agama Buddha yaitu Siddharta Gautama memiliki wawasan dan pengalaman dalam hubungan dengan semesta. Merawat alam dan bumi adalah panggilan dan bukan keterpaksaan.

Manusia adalah bagian dari seluruh alam semesta. Maka manusia diciptakan untuk menggunakan seisi alam semesta demi kebahagiaan bersama seluruh ciptaan. Semoga semua makhluk bahagia.

Di bumi ini tidak boleh ada kekerasan dan korban. Ada contoh Bhutan yaitu negara yang penduduknya paling bahagia.

Di Bhutan dilarang memotong pohon, hewan, dan pabrik yang menyebabkan polusi. Bhutan sekarang menjadi primadona.

Indeks ekonomi dan kesehatan juga baik. Menjaga lingkungan pohon dan mata air misalnya dijadikan budaya puja atau kepunden sehingga dijaga masyarakat. Masyarakat adat di berbagai tempat di Indonesia menjaga alam dan seluruh ciptaan. Masyarakat adat jangan dipaksa untuk meninggalkan budaya puja.

Dr. Charanjit Kaur Darshan Singh, Assistant Professor in University Tunku Abdul Rahman UTAR, Malaysia

Untuk mengalami panas, kita tidak usah pergi ke gurun Mesir. Sekarang di mana mana sudah panas. Sipiritualitas yang berkelanjutan sangat penting. Perlu dikembangkan rasa tanggungjawab terhadap keberlanjutan bumi.

Di Indonesia ada kebebasan beragama. Jangan sampai umat beragama malahan merusak alam.

Agama Sikh menyampaikan bahwa ada Pencipta dan ciptaan. Dalam Pencipta ada ciptaan. Dalam ciptaan ada Pencipta. Memahami ciptaan itu mudah bagi orang Sikh.

Merusak ciptaan itu sama dengan tidak menghormati Pencipta.

Tanggungjawab manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan sangat besar. Manusia itu tidak berhak menguasai alam.

Perlu ada keseimbangan dan tanggung jawab. Penting menawarkan cara hidup sederhana sebagai cara hidup untuk menyelematkan bumi yang semakin rusak.

Perlu perubahan budaya dan nilai-nilai serta menumbuhkan tanggung jawab sosial terhadap keberlanjutan bumi.

Sebagian para peserta dari Indonesia yang mengikuti Conference on Religions and Climate Change Southeeast Asia 2023 di Jakarta, 4 Oktober 2023. (Dok. Romo Ferry SW)

Master Benjamin Tan, Taoist Federation, Singapore

Taosime adalah ajaran yang dilahirkan dari mengamati alam semesta dan berusaha hidup selaras dengan alam semesta.

Taoisme menghormati dan merawat alam dengan sikap welas asih, cara hidup sederhana dan hemat serta menahan diri dengan rendah hati dan welas asih.

Manusia harus hidup selaras dengan alam dan bukan dalam semangat menguasai atau semangat kompetisi. Manusia harus hidp selaras dengan alam dengan pikiran dan hati yang penuh damai.

Taoist Federation membangun jaringan di berbagai negara dan komunitas untuk mewujudkan hidup selaras dengan alam dan bertanggungjawab merawat alam.  

Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija MSi, Dirjen Bimas Hindu, Kementerian Agama RI

Trihita Karana adalah tiga unsur yang bisa menyebabkan bumi bahagia yang saling terkait yaitu relasi selaras manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam. Seluruhnya terhubung.

Maka praktik seluruh tata nilai kehidupan di Bali terkait Trihita Karana. Gunung dan hutan sebagai hulu tidak boleh diganggu dan harus disucikan. Laut sebagai hilir tidak boleh dikotori.

Bumi ini adalah seperti ibu yang tidak boleh dikotori. Bangunan di Bali tidak boleh lebih dari empat lantai atau melampaui tinggi pohon.

Di Bali ada Hari Raya Nyepi di mana ada larangan untuk menyalakan api atau lampu, bekerja, bepergian ke luar rumah, dan menikmati hiburan untuk bersenang-senang.

Maksudnya adalah agar fokus pada aktivitas rohani termasuk berusaha memadamkan kemarahan, iri hati, dan pikiran yang tidak baik.

Selama Nyepi manusia diajak merenung dan menyucikan diri dan menggunakan waktu untuk melatih kehidupan rohani. Kalau dunia ingin harmoni maka prinsip Trihita Karana dan semangat Nyepi harus kita pelihara dan promosikan.

Di Bali ada berbagai upacara untuk menyucikan tumbuhan, pohon, hutan, samudera, dan termasuk manusia. (Berlanjut)

Baca juga: Panel Session 1 Conference on Religions and Climate Change Southeast Asia 2023: Menuju Teologi Hijau (3)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version