Home BERITA Para Romo Jangan Promosi Rokok Dong

Para Romo Jangan Promosi Rokok Dong

4
Ilustrasi: Merokok. (Romo Suhud SX)

MOHON izin sedikit komentar tentang para romo yang masih sangat doyan merokok.

Merokok memang tidak ada dalam daftar dosa. Juga memang tidak ada larangan bagi para romo untuk merokok.

Menghargai upaya serius

Saya sungguh menghargai para romo yang berjuang keras menahan diri untuk mengurangi merokok.

Atau setidaknya tidak merokok di hadapan anak, remaja, dan orang muda. Karena mengurangi merokok atau mencoba menahan diri tidak merokok itu pasti sangat sulit. Apalagi kalau merokok sudah jadi kebiasaan sejak lama.

Saya dengar, ada romo staf seminari tinggi yang hanya merokok di kamarnya. Romo itu bahkan sudah menjadi uskup. Tak seorang pun pernah melihat beliau merokok.

Pernah ada sekelompok OMK yang memasang stiker tanda larangan merokok di berbagai titik di paroki dan di pastoran. Romo paroki mohon agar kamar tidur romo tidak dipasang stiker tersebut.

Dua uskup anti rokok

Ada setidaknya dua uskup yang cukup keras berjuang agar jumlah imam perokok di keuskupannya tidak bertambah; tapi malahan berkurang yaitu Mgr. PC Mandagi MSC dan Mgr. Anton Subianto OSC.

Mgr. PC Mandagi yang dulu perokok berat justru berhasil mempengaruhi banyak pejabat termasuk gubernur, walikota, dan kapolda di Ambon untuk berhenti merokok. Pernah ada calon imam yang ketahuan merokok batal ditahbiskan, padahal undangan tahbisan sudah disebar.

Mgr. Antonius Subianto OSC juga tidak akan menahbiskan calon imam yang merokok. Imam yang merokok tidak akan diberi tugas sebagai kuria, formator, pastor paroki, atau studi lanjut.

Kedua uskup tersebut berharap jumlah romo-romo yang masih merokok akan semakin berkurang. Lalu, pada saatnya nanti, tidak akan ada lagi romo yang merokok.

Sekali lagi, merokok memang bukan dosa. Dan para romo memang tidak dilarang untuk merokok.

Ilustrasi: Merokok. (Ist)

Jadi tokoh panutan

Namun barangkali perlu dipertimbangkan dampak merokok bagi orang muda dan anak anak di sekitar mereka. Ketika para romo sebagai tokoh panutan masih asyik merokok.

  • Romo yang merokok jelas tidak akan mudah “dipercaya” orang, ketika harus mengajari OMK kebiasaan baik demi Kesehatan dan hemat pengeluaran: jangan merokok.
  • Uskup yang masih merokok juga jelas tidak mudah bisa mengajak romo-romonya untuk berhenti atau mengurangi merokok.

Kondisi saat ini

Sepertiga remaja sudah merokok aktif. Lebih dari 50% remaja yang merokok merasa lebih percaya diri dengan merokok. Bahkan sudah ditemukan perokok di bawah usia 10 tahun.

Maka barangkali ada kewajiban moral bagi para romo untuk menjadi tokoh panutan dengan cara mengajak dan mengajarkan gaya hidup sehat kepada anak, remaja, dan orang muda. Hal itu lebih mudah dilakukan, tentunya kalau para romo juga memberi teladan. Dengan tidak merokok.

Selain itu, dari sudut ekonomi  kebiasaan merokok juga menghabiskan dana yang sangat besar.

  • Belanja rokok orang Indonesia lebih dari Rp 400 trilyun, padahal anggaran Kemendikbud hanya Rp 75 trilyun. Anggaran Kemenhan hanya 130 trilyun.
  • Produksi rokok setahun lebih dari 330 milyar batang.
  • Keluarga miskin menghabiskan 30% penghasilan untuk membeli rokok.

BPJS merugi karena  banyak pasien mengalami aneka jenis penyakit dampak merokok. Kerugian kesehatan lantaran kebiasaan merokok diperkirakan Rp 600 trilyun setiap tahunnya. Maka barangkali para romo mempunyai kewajiban moral baru zaman ini. Yakni, mengajak masyarakat lebih berhemat.

Meski didera sakit kanker getah bening, alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 1978 Trias Dwi Nugroho tetap tampil ceria. Bahkan menikmati hari-hari sebelum kemoterapi dengan merokok. Kini Trias sudah almarhum. (Dok. Ovy)

Alihkan uang rokok untuk hal lain yang lebih “sehat” dan berdaya guna

Dengan mengurangi atau berhenti merokok. Lalu, mengalihkan dana rokok untuk biaya pendidikan, kesehatan, dan banyak hal lain yang memerlukan dana.

Pernah ada romo yang berhenti merokok dan mengalihkan dana rokoknya untuk membiayai dua anak sampai jadi sarjana.

Kalau kita bisa menghemat biaya merokok nasional 10% saja, maka dananya bisa membiayai ribuan anak muda untuk kuliah gratis bahkan di luar negeri.

Dari sudut kesehatan rokok jelas masih mengandung puluhan jenis zat berbahaya bagi kesehatan. Termasuk menyebabkan kanker karena bersifat karsinogenik.

Maka sebenarnya, para romo mempunyai kewajiban moralmengajak umat memelihara kesehatan.

Para romo yang sehat juga barangkali bisa lebih baik dan lebih lama melayani umat dalam keadaan sehat.

llustrasi: Merokok. (Ist)

Promosikan rokok herbal

Yang mencengangkan adalah berita bahwa ada romo dan suster yang mengajak orang untuk mengganti rokok biasa dengan rokok herbal atau rokok rempah. Sering “diumumkan” demikian dengan alasan kesehatan.

Malahan ada romo dan suster yang menjadi agen rokok herbal atau rempah tersebut, karena di daerahnya belum ada agen rokok herbal dan rokok rempah.

Salah satu alasan mempromosikan rokok herbal atau rempah adalah untuk mengurangi konsumsi rokok yang biasa. Dengan mengganti rokok herbal atau rokok rempah yang lebih sehat.

Yang aneh bin ajaib ada juga promosi mendorong merokok herbal atau rempah dengan alasan untuk menjaga kesehatan. Dan bahkan menyembuhkan berbagai penyakit.

Salah satu rokok kretek rempah yang saya temukan memang mengandung bahan rempah yaitu jintan hitam, kapulaga, jahe, kencur, kayu manis, sirih, dan madu hutan yang bermanfaat untuk kesehatan.

Katanya rasanya memang agak manis dan hangat. Namun rokok kretek rempah tersebut juga mengandung tembakau dan cengkih dan ada catatan mengandung tar 31mg dan nikotin 0,92mg.

Kalau benar ada romo dan suster yang malahan menjadi sehat sesudah merokok kretek rempah tersebut agaknya lebih dikarenakan kandungan rempah yang ada di dalam rokok tersebut. Maka bisa saja membuat ramuan obat herbal atau rempah tanpa harus  merokok untuk tujuan kesehatan.

Ilustrasi: Mari tinggalkan kebiasaan merokok, (Ist)

Merokok tetap tidak sehat

Semua referensi kesehatan menegaskan bahwa rokok herbal atau rempah tetap mengandung zat berbahaya bagi Kesehatan; termasuk dapat menyebabkan kanker.

Sekali lagi merokok mungkin bukan dosa dan para romo tidak dilarang merokok.

Namun mengurangi atau berhenti merokok barangkali adalah pilihan moral yang lebih bijaksana untuk menjadi sosok panutan bagi anak, remaja dan orang muda dalam gerakan hidup hemat dan hidup sehat.

Barangkali para romo tidak perlu promosi hidup sehat dengan merokok herbal atau rempah, karena hal itu tidak didukung para ahli kesehatan.

Barangkali para romo juga tidak perlu jadi agen rokok herbal atau rokok rempah dan lebih memilih menjadi agen hidup hemat dan hidup sehat.

Ilustrasi: Merokok. (Romo Suhud SX)

Kalau mau tetap bisa

Terimakasih kepada para romo yang sudah berhenti merokok. Atau masih berjuang untuk mengurangi. Atau berhenti merokok karena hal itu memang sulit.

Nyatanya jumlah romo dan uskup yang masih merokok semakin sedikit.

Puluhan tahun lalu, ruang sidang MAWI atau kini KWI, katanya masih penuh asap rokok dan cerutu.

Mohon maaf kepada para romo dan uskup yang masih merokok bila kurang berkenan dengan tulisan ini.

Kami mencintai anda -para romo dan uskup- dan berharap para romo dan uskup tetap hidup sehat. Juga selalu bahagia melayani umat dan bisa menikmati hidup dengan sehat sampai usia lanjut.

Baca juga: Gereja Jangan Sibuk Urusan Liturgi, Turunlah dari Altar Perbaiki Jalan di Lampung

4 COMMENTS

  1. Rokok bisa jadi pintu gerbang Narkoba jenis isap sprti mariyuana/ ganja. Golongan ini mmng mematikan tapi fungsi otak sbg pemimpin seluruh organ tubuh bs berkurang hingga mnyebabkan odgj. Semoga para Romo tdk sampai menjadi pintu gerbang msuknya msalah odgj di kalangan kaum muda

  2. mohon maaf untuk sedikit menyanggah artikel di atas dgn realita di kab. Kebumen & kab. Purworejo (kedua nya masuk dalam wilayah Keuskupan Pwt): bahwa kakek-nenek usia 60tahun ke atas yg merokok kelembak menyan tingwe (bukan kelas rokok filter, American atau British Blend) di sini masih kuat mengolah kebun & sawah tanpa penyakit2 “orang kaya”.

    Terlalu naif kalau merokok itu sendiri yg di-generalisir salah, tanpa melihat sisi lain: zat adiktif yg disemprotkan ke rokok (dominan digunakan oleh industri2 besar untuk menciptakan aroma & rasa tertentu, beda dengan tingwe tembakau ori yg tanpa adiktif), gaya hidup, pola makan & minum.

    Apakah makan & minum dengan tinggi gula & lemak lebih sehat dari merokok? apakah habit minum alkohol (beer, liquor, etc) oleh para pastor (dalam rangka hari raya atau acara spesial) masih bisa memberi teladan & etika yg sama baik nya bagi umat? nyata nya WHO mencatat porsi kematian karena diabetes masih menjadi tren utama di dunia.

    Kalau soal resiko kesehatan, kenapa minuman instan & berkarbonasi selama ini tidak pernah secara terbuka, adil & empiris diangkat sebagai sumber penyakit juga? Soal ekonomi, pernah terpikir akan kemana para petani, perajang tembakau, tenaga pendukung, para pemotong kertas & semua stake holder yg tersangkut pada bisnis ini? ada yg bisa memberi mereka alternatif usaha hidup?

    Jangan2 isu ini digaungkan kelompok tertentu untuk secara halus menghabisi industri asli Indonesia & menggantinya dengan produk mereka? Lets us see from bigger & clearer window(s) .

  3. Diskusi soal “merokok” selalu tidak ada akhirnya, karena masing-masing punya sudut pandang untuk pembenaran diri.
    Bagi saya pribadi (saya perokok berat sejak masih SD) sejauh saya “tahu tempat” dimana merokok tidak menimbulkan masalah bagi kepentingan umum. Di Bandara-Stasiun Kereta-kendaraan umum-RS, etc, sekarang peluang untuk merokok dipersempit dengan peraturan _No Smoking Area_ tanpa harus menyalahkan orang lain yang perokok. Dan peraturan tersebut banyak juga diikuti/ ditaati oleh masyarakat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version