SEJENAK marilah mengingat kembali tokoh besar ini: Kardinal John Henry Newmann (1801–1890). Sebelumnya, ia adalah seorang imam Gereja Anglikan Inggris, namun kemudian menjadi katolik dan di akhir hidupnya malah menjadi seorang kardinal, filsuf dan teolog katolik.
Ia mengatakan demikian: “Iman pada dasarnya penerimaan suatu kebenaran yang tidak bisa diterima nalar; semata-mata dan tanpa syarat atas dasar kesaksian.”
Lalu ia juga mengatakan ini: “Orang yang beriman mencari kesatuan pribadi dengan Allah, dan siap mempercayai Allah dalam segala hal yang Dia tunjukkan (wahyukan) mengenal Diri-Nya.”
Semangat tersebut bergelora dalam peristiwa iman bertitel Perayaan Ekaristi Kaum Muda (EKM) yang hari-hari kemarin telah berlangsung sangat dinamis dan meriah di Stasi Santo Tadheus Gunung Benuah, tanggal 4-5 November 2017.
Tanpa listrik PLN
Kira-kira mulai pukul 19.00 WIB, Perayaan EKM itu dimulai dan acaranya berlangsung dengan nuansa pedesaan. Guna mendapatkan akses penerangan, sebuah genset penyalur energi listik dinyalakan. Keberadaan sebuah genset ini sangat perlu, karena kegiatan ini berlangsung di pedalaman hutan Kalbar.
Malam pembukaan itu berlangsung dalam kondisi hujan sangat deras. Namun, hujan deras ini tak surut menghalangi antusiasme kaum muda katolik untuk bersama-sama mengikuti gelaran Perayaan EKM di Stasi St. Tadheus Gunung Benuah ini.
Stasi Paroki St. Fidelis Sungai Ambawang
Inilah sedikit profil Stasi Santo Tadheus Gunung Benuah. Stasi ini merupakan salah satu dari 32 stasi yang berada di wilayah administratif gerejani Paroki St. Fidelis Sungai Ambawang, Keuskupan Agung Pontianak,
Paroki Santo Fidelis ini berlokasi di Sungai Ambawang. Butuh waktu sedikitnya 1,5 jam dengan kendaraan bermotor dari pusat kota Pontianak menuju kawasan ini. Di beberapa kawasan tidak jauh dari Gereja St. Fidelis di Sungai Ambawang ini pasokan penerangan listrik masih minim. Bahkan, di beberapa titik lokasi, listrik PLN malah tidak ada sama sekali.
Pastor yang bertugas pastoral di Paroki St. Fidelis Sungai Ambawang ini adalah Pastor Lukas Ahon CP.
Sebagai pastor di situ, ia berkomitmen merancang program kerja antara lain pertemuan SEKAMI, OMK, WK (Wanita Katolik) dan BAPAKAT (Bapak-bapak Katolik). Program-program tahunan ini selalu sukses digelar secara reguler setiap tahunnya dan ini sudah berlangsung sejak 10 tahun terakhir.
Kali ini, yang menjadi fokus bahasan adalah Perayaan EKM (Ekaristi Kaum Muda) yang secara reguler digelar di alam terbuka setiap bulannya. Misa EKM ini berlangsung dari satu titik lokasi di sebuah stasi dan kemudian berpindah tempat ke stasi lainnya pada kesempatan berikutnya.
Perayaan EKM ini, demikian penjelasan Pastor Lukas Ahon CP, sengaja digelar secara rutin dan berkesinambungan di beberapa titik lokasi stasi karena berbagai alasan strategik. Salah satunya adalah intensi mengumpulkan anak-anak muda katolik di pedalaman untuk “kembali ke pusat rohani” yakni Perayaan Ekaristi.
Mengapa Perayaan EKM ini dirasa perlu?
Menurut Pastor Lukas Ahon CP yang menggagas peristiwa iman di kalangan anak-anak muda ini, Perayaan EKM menjadi penting dan mendesak dilakukan guna menangkal ‘rembesan’ pengaruh negatif dengan hadirnya projek besar pembangunan infrakstruktur jalan Trans Kalimantan.
Hutan-hutan mulai ‘dibuka’ dan akses informasi juga menggeliat tumbuh, namun juga pengaruh buruknya yakni diam-diam banyak orang mulai menyukai judi, mengonsumsi narkoba, dan konon katanya juga praktik-praktik tidak ‘sehat’ menurut iman kristiani yakni ‘perdukunan’.
Karena itu, melalui Perayaan EKM ini, anak-anak muda katolik di pedalaman yang jauh dari pusat kota Pontianak selalu diingatkan agar ‘kembali ke jalan yang benar”.
“Banyak orang muda yang mengaku Katolik, namun tidak mencerminkan sikap kekatolikannya dalam kehidupan. Masih banyak orang muda yang melakukan perjudian, mengonsumsi narkoba. Bahkan ada orang muda melakukan praktik ‘perdukunan’. Ini sangat memprihatinkan dan membuat kita semua jadi miris,” kata Pastor Lukas Ahon CP dalam homilinya.
Satu kata, satu perbuatan
Salah satu poin penting yang disinggung Pastor Lukas Ahon CP adalah tentang integritas pribadi OMK yang dirumuskan dalam kalimat ini: “satu kata, satu perbuatan”. Dalam homilinya, Pastor menegaskan bahwa orang muda jangan seperti orang-orang Farisi yang tidak sesuai dengan ajaran keagamaannya. Yesus mengritik orang-orang Farisi itu karena memperdaya orang lain dengan ‘topeng’ penghayatan agama namun pura-pura.
Orang Muda Dayak Katolik
Sebelum mengenal iman kristiani yang dibawa oleh pastor-pastor misionaris Fransiskan Kapusin (OFMCap) di seluruh sudut wilayah Borneo (nama Kalimantan zaman dulu), konon katanya masyarakat asli Borneo –orang Dayak—waktu itu sudah mengadopsi keyakinan religius tertentu yang sering disebut Kaharingatn.
Dalam konteks sosial budaya dan religi di atas, maka tak heran bila sampai sekarang masyarakat Dayak sangat menjunjung tinggi nilai tatanan kultural di tanah leluhur. Mereka sangat menghormati para pendahulu mereka dan orang-orang tua yang masih waktu itu masih mengadopsi Kaharingatn dan kemudian menjadi katolik.
Dari kegiatan inilah, orang-orang muda Dayak Katolik dihimpun setiap bulannya untuk lebih mengenal siapa itu Tuhan Yesus Kristus. Acara ini semacam menjadi terobosan baru untuk semakin membawa anak-anak muda katolik Dayak kepada Kristus.
Imbauan sama juga dikemukan oleh tokoh masyarakat katolik setempat yakni Kepala Desa Valentinus Agip, S.Sos., M.Si.