AKU beda keren, kamu beda cantik, bersaudara asik, SEKAMI wow keren, wow keren, aye!
Itulah yang diserukan selama acara Jambore Sekami Remaja Sijambu 2018 dari tanggal 19 -21 Juni 2018 di Paroki St Paulus Muara Bungo.
Inilah pertemuan pertama dari Serikat Kepausan Anak Misioner Distrik SiJambu di Keuskupan Agung Palembang.
Sijambu itu kependekan dari Singkut, Jambi dan Muara Bungo dimana di sana terdapat empat paroki yaitu St. Isidorus Singkut, St. Paulus Muara Bungo, St. Gregorius Agung Jambi dan St Theresia Jambi.
Rencananya kegiatan ini akan menjadi agenda rutin dua tahunan.
Tema kebhinnekaan
Kegiatan yang bertajuk “Berbagi Sukacita Injil dalam Kebinekaan” mengumpulkan 360-an remaja katolik dari empat paroki tersebut.
“Kegiatan ini mendapat sambutan antusias karena sudah sekian lama remaja katolik distrik ini merindukan wadah yang menyatukan mereka,” kata Romo Nugroho SCJ, Koordinator Sekami distrik Sijambu.
Ia melanjutkan, “Tema ini melanjutkan apa yang menjadi gerak Gereja Indonesia yang menyerukan kebhinnekaan akhir-akhir ini. Tema ini pula yang nanti akan dipakai dalam Jambore Nasional Sekami di Pontianak.”
Sedang Romo Joko Susanto Pr selaku romo paroki menambahi, “Ini adalah kesempatan bagi putera dan puteri Katolik untuk mengalami keberbedaan di antara mereka baik etnis, budaya ataupun pengembangan ilmu.”
Jambore dibuka oleh Mgr. Aloysius Sudarso SCJ dengan misa konselebrasi pada hari Selasa 19 Juni pukul 16.30.
Beliau berpesan, “Anak-anak diharapkan menjadi rasul-rasul kecil seperti Yesus yang membawa sukacita kepada orang yang sakit, miskin, berada dalam kesulitan, di zamannya. Bawalah sukacita itu kepada teman-teman yang berbeda di sekolah, tempat main, tetangga dan kampung. Kamu harus bawa sukacita.”
Romo Miki Pr, ketua panitia kegiatan dan tuan rumah mengatakan, “Selamat datang bagi para peserta dan semoga kalian menikmati kebersamaan ini dalam keterbatasan yang kami sediakan.”
“Semua kemampuan kami kerahkan dengan keiklasan untuk acara ini,” tambah Romo Joko Pr.
Paroki St Paulus Muara Bungo mengerahkan WKRI untuk menyiapkan konsumsi. Tepat di belakang pastoran dijadikan dapur umum. Harus diacungi jempol pula keterlibatan Orang Muda Katolik dari paroki ini yang mensukseskan acara. Peserta disediakan penginapan di kelas-kelas dan ruang serbaguna, namun demikian mereka larut dalam kegembiraan.
Pendalaman tema
Ada tiga topik penting yang didalami selama jambore.
Pertama, Romo Elis Handoko SCJ selaku DirDios KKI Keuskupan Agung Palembang memberi katekese seputar keragaman. “Allah menghendaki keragaman dalam kehidupan kita.”
Lalu bersama para biarawan-wati (FCh, FMM, SJD, FIC, CB, SCJ, SVD) para peserta mendalaminya dalam kelompok-kelompok yang menggunakan nama pulau-pulau yang ada di Indonesia.
Kedua, Romo Ch. Wahyu Tri Haryadi SCJ bersama team outbond mengajak para peserta mendalami semangat Pancasila.
Kegiatan outbond ini dinamai “Mencari jejak Pancasila.” Setiap kelompok melewati sepuluh pos untuk mendalami kelima sila. Di sela-sela itu mereka mengerjakan tugas-tugas berkaitan iman kristiani yang mengarahkan kepada persatuan dan keragaman.
Ketiga, peserta mengendapkan pengalaman keberagaman itu dengan ibadat Pancasila yang dipimpin oleh Romo Markus Apriyono SCJ. Peserta diajak bersyukur atas hidup berbangsa dan kemudian menyalakan lilin keragaman dan menyatukannya dengan berbentuk burung Garuda.
Selamat bermisi
Pada hari terakhir, peserta diajak membuat resume atas proses tiga hari tersebut. Lalu mereka menutupnya dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Romo Joko Susanto Pr, pastor Paroki St. Paulus Muara Bungo.
Dalam kesempatan kotbah Romo Wahyu Tri SCJ menegaskan tiga kata kunci bagi remaja katolik untuk hidup dalam perbedaan yaitu iman, kasih dan perutusan. Tiga kata kunci itu menjadikan keragaman dalam gereja menjadi kekuatan.
Dalam misa penutupan itu, Romo Nugroho SCJ juga mengumumkan bahwa kegiatan jambore dua tahun mendatang adalah Paroki St. Gregorius Agung.
Setelah misa peserta menikmati makan siang. Kemudian para peserta berangkat pulang. Ada rombongan yang dijemput oleh anggota DPP-nya dengan kendaraan pribadi. Namun ada yang menyewa bus untuk membawa mereka pulang.
Seperti pesan Bapak Uskup Mgr. Sudarso, “Pergilah jadilah rasul-rasul kecil di tempat kalian.”
Semoga mereka mengingatnya. Memang pertemuan selama tiga hari itu meninggalkan kesan bahwa perbedaan itu keren.