BAPERAN. BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 31 Januari 2022.
Tema: Aku pun dkehendaki-Nya.
Bacaan.
- 2 Sam. 15: 13-14, 30, 16: 5-13a.
- Mrk. 5: 1-20.
“ROMO masih ingatkah?” suara telepon di seberang menyapa.
“Kalau dari suara agak lupa. Coba katakan di mana kita pernah bertemu?”
“Pas Natalan Romo. Di lapas,” jawabnya.
“Oh. Bapak. Mulai teringat kembali. Apa kabar?”
“Baik Mo. Selepas dari keluar lapas saya menjaga kesehatan. Lebih banyak berdoa. Mengurangi kegiatan di luar rumah. Rasanya masih sedikit agak malu. Karena mereka tahu semua,” jawabnya.
“Bagaimana dengan ibu dan anak-anak?”
“Mereka baik dan sehat. Kendati mereka tidak menunjukkan sikap, tetapi saya tahu, mereka juga sedikit malu karena kasus saya.”
“Kan mereka tahu, peran bapak sebenarnya. Hanya terkait. Bukan aktor utama,” jawabku menghibur.
“Ya, tahu Romo. Tapi kan kekuatan cap masyarakat itu tak bisa dipandang enteng. Ya, kami banyak berdoa bersama dan bergaul seperti biasa.
Kami menunjukkan diri sebagai pribadi yang lebih santun, lebih hormat dan lebih baik. Hanya itu yang bisa kami lakukan. Dan ke gereja bersama sama,” terangnya.
“Ada yang bisa saya bantu ta pak?”
“Begini Romo. Saya kan pensiun dini. Anak-anak sudah pada besar. Hanya satu yang belum berkeluarga. Kami merasa cukup untuk kehidupan sehari-hari dengan apa yang kami dapat selama bekerja. Anak-anak pun sedikit meringankan.
Saya banyak waktu luang romo. Saya sedih karena ketika ada pemilihan asisten imam, saya ditolak.
Beberapa orang memang menyarankan demikian. Berita itu juga tersebar di paroki. Dengan halus mereka menolak.
Apakah Gereja tidak mengakomodir pelayanan bagi orang seperti saya?
Yang jelas, umat di paroki mengenal keluarga saya. Mereka tahu apa yang saya alami. Mereka tidak mengatakan apa-apa di depan keluarga kami.
Tetapi dari cara pandang mereka, rupanya masih memiliki kesan yang negatif.
Hampir semua yang kami kenal, yang pernah berjumpa bersikap berbeda,” kisahnya.
“Sudahkah dibicarakan ke romo paroki?”
“Sudah. Romo yang sekarang semua baru. Kami tidak mengenal mereka. Romo Paroki hanya mengatakan, proses pemilihan asisten imam beranjak dari pilihan umat di lingkungan. Bersama dewan pastoral paroki kami syering. Memang, keputusan ada di pastor paroki.”
“Beliau menyarankan apa?”
“Ya, tidak berbicara secara langsung dan tegas Romo. Beliau menyerahkan semua proses mengikuti aturan yang ada. Beliau menyarankan untuk terlibat dalam pelayanan-pelayanan non publik dahulu.
Juga disarankan untuk lebih banyak berdoa bersama keluarga; mengalami, menumbuhkan mendewasakan iman dalam keluarga. Beliau berkata, pelayanan kepada keluarga (sendiri) sangat penting.
Usahakanlah agar keluarga tetap tumbuh dalam persekutuan, hangat dalam kehidupan sehari-hari.
Mungkin butuh beberapa saat untuk mengendapkan dan sedikit ambil jarak dari pengalaman yang lama.”
“Lalu bagaimana menyikapinya?”
“Ya, awalnya agak sulit memahaminya. Mengapa Gereja tidak terbuka akan maksud baik saya. Mengapa umat begitu kejam menilai. Mengapa hanya untuk terlibat dan melayani penuh dengan syarat?
Sempat terpikir, seolah-olah orang seperti saya ini tidak pantas.
- Katanya, Gereja terbuka untuk semua orang.
- Bahkan katanya, Tuhan mengampuni.
- Katanya kita adalah umat Allah.
Kadang membatin, apakah Gereja sadar ketika berkata, “Saya mengaku” pada awal perayaan Ekaristi.
Mereka yang berucap Sadarkah? Romo pun mengucapkannya. Kenapa tidak berani bertindak lebih terbuka/
“Masih ingatkah Pak apa yang kita diskusikan doa akhir?”
“Ya, Romo, ingat. Dan itu menjadi kekuatan dan penghiburan saya. Saya mencatat dalam buku agenda saya.”
Salib sebagai ungkapan cinta sekaligus kesediaan memanggul derita suci. Walau kadang tak terkait dengan dosa atau salah pribadi sendiri. Salib, pembersih kehidupan.
Injil mencatat, “Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihi engkau.” ay 19.
Tuhan, sanggupkan aku melihat hidupku dalam kasih-Mu. Amin.