Home BERITA Paus Benedictus XVI Mundur: Castel Gandolfo, Pernah Jadi Tempat Penampungan Yahudi...

Paus Benedictus XVI Mundur: Castel Gandolfo, Pernah Jadi Tempat Penampungan Yahudi dan Kamar Bersalin Darurat (23B)

0

Benedikt XVI. posiert für Kalender  - «Ein Jahr mit dem Papst»TANGGAL 6 Agustus 1978, sebuah ritual tak biasa terjadi di Castel Gandolfo di sebelah selatan Roma. Sebuah palang besi berukuran besar dilepaskan dan semua lampu di rumah peristirahatan di kawasan permukiman elit ini segera dimatikan. Air mancur segera dimatikan dan lonceng gereja berdentang membahana dari puncak perbukitan ini.

Ada sebuah peristiwa besar terjadi di Castel Candolfo di malam hari hari itu: Paus Paulus VI baru saja meninggal dunia. Belliau dinyatakan meninggal dunia di Castel Gandolfo karena serangan jantung pada pukul 21.40 malam waktu Roma atau kurang lebih menjelang petang waktu Indonesia.

Di Spiloot –Ruang Kaca di Medan Pratama Seminari Mertoyudan— di tahun yang sama. Para seminaris baru saja selesai main bola dan menuju refter untuk minum usai main bola. Kemudian mandi dan sejenak menanti dering bel berbunyi tanda dimulainya jam bacaan rohani pribadi.

Tiba-tiba saja, hal yang tak biasa terjadi: Romo Horst Wernet SJ, pastur Jesuit Jerman yang berpostur bongsor besar, menyeruak keluar kamarnya di ujung gang persis dekat dormitory MP. Wajahnya yang selalu tersenyum ramah, kali waktu itu tidak tampak segurat senyum di ujung bibirnya.

Hal yang tak biasa terjadi di MP: beliau lalu masuk kelas MP dan mengumumkan sesuatu yang membuat detak jantung para seminaris muda saat itu seakan-akan berhenti berdegup: Paus Paulus VI wafat.

Beritanya baru saja terdengar dari siaran Radio BBC.

Romo Horst Wernet SJ yang belakangan ‘ganti nama’ sesuai identitas KTP Indonesianya menjadi Romo Hari Wartana SJ memang selalu tune in dengan Radio BBC melalui sebuah radia transistor hitam kecil yang selalu tergantung lusuh di kisi-kisi jendela kamarnya. Radio menjadi alat utama, pintu jendela penting untuk melihat berbagai peristiwa dunia.

Malam harinya, Rektor Seminari Mertoyudan Julius Riyadi Darmaatmadja SJ mengajak para seminaris semua mendoakan almarhum Paus Paulus VI di Kapel Besar.

Istana musim panas

Seakan mengikuti jejak-jejak para pendahulunya, demikian pula mendiang Paus Paulus VI juga suka melewatkan beberapa pekan di Castel Gandolfo selama musim panas berlangsung. Di kala Roma dan sekitarnya diterpa hawa panas luar biasa, Castel Gandolfo menawarkan hawa sedikit lebih ‘sejuk’ lengkap dengan atmofir rumah peristirahatan yang luks sama seperti di tanah sekelilingnya.

Berdiri di atas tanah perbukitan dengan ketinggian  426 meter di atas permukaan laut dan tegak bediri di atas Bukit Alban, tentu saja Castel Gandolfo menawarkan angina semilir dari laut tanpa hambatan. orang tahu benar,  Castel Gandolfo –rumah peristirahatan Paus di kala Summer—adalah warisan sejarah yang begitu panjang: 400 tahun.

Di tahun-tahun masa perdana Gereja Semesta, justru Castel Gandolfo ini menjadi ladang pembantaian penuh darah orang-orang Kristen yang menjadi bulan-bulanan Kaisar Domitius (81-96 Masehi). Di atas Bukit Alban pula, kaisar bengis ini juga mendirikan sebuah istananya.

Mengapa satu istana milik Vatikan bernama Gandolfo?

Ceritanya kembali pada tahun 1200, ketika keluarga Gandolfi asal Genoa (Italia) datang ke kawasan perbukitan ini dan kemudian –entah mengapa—tertarik mendirikan sebuah vila pribadi. Sejak tahun 1596, Tahta Suci resmi menjadi pemilik baru vila pribadi yang dibangun keluarga Gandolfi ini dan sejak itu menjadi terkenal dengan nama Castel Gandolfo.

Adalah Paus Urbanus (1623-1649) yang pertama kali punya inistiatif menempati Castel Gandolfo ini sebagai tempat berisitirahat selama musim panas.  Di Castel Gandolfo ini pula, paus berikutnya pernah menerima tamu orang penting sekaliber Johann Wolfgang von Goethe pada tahun 1787 saat melalukan perlawatan ke Italia. Bahkan, sang maestro sastrawan Jerman ini sempat menjuluki pemandangan indah dari ketinggian Castel Gandolfo seindah panorama Danau Albano.

Namun, Istana Castel Candolfo juga menyimpan sejarah kelam, ketika tahun 1870 tentara Italia merampas dan menduduki rumah peristirahatan Paus ini. Bahkan, Paus Pius IX malah disandera tentara Italia sebagai ‘tahanan rumah’ sampai 8 tahun lamanya dan meninggal dunia di situ sampai sedetik pun tidak pernah berkesempatan menginjakkan kakinya di Vatikan.

Kisah kelam ini berlangsung beberapa decade dimana Castel Gandolfo menjadi semacam barang ‘sitaan’ Kerajaan Italia.

Angin perubahan terjadi secara drastic pada tahun 1929 dimana terjadi berbagai kesepakatan penting antara Tahta Suci Vatikan dan Negara Kerajaan Italia melalui Perjanjian Lateran. Salah satu butir penting dalam Perjanjian Lateran ini menyebutkan, Istana Castel Gandolfo adalah sepenuhnya merupakan hak milik (property) Tahta Suci Vatikan selamanya dan siapa pun yang tinggal di situ akan menikmati kebebalan diplomatic sama seperti di Vatikan.

Adalah Paus Pius XI yang menjadi paus pertama kali usai Perjanjian Lateran yang memutuskan mengunjungi Castel Gandolfo untuk berdiam menikmati musim panas. Ini terjadi pada tahun 1934. Paus Pius XII juga menyuruh agar segera dilakukan sejumlah renovasi penting. Di antaranya menyediakan prasarana komunikasi modern saat itu: fasilitas pemancar radio, sambungan telepon, lift, lampu penerangan listrik.

Tahun 1935, Paus Pius XI bahkan meresmikan semacam ‘studio’ observatorium untuk pengamatan benda-benda di angkasa. Di bagian atas istana paus inilah, para astronom Vatikan diperintahkan migrasi dari Vatican Gardens menuju ruang kerjanya yang baru di Castel Gandolfo. Siapa mengira pula, kalau di Istana Castel Gandolfo ini pula ada banyak koleksi batu-batu meteor yang langka dan itu hanya ada dan dimiliki Vatikan.

Paus Pius XI lebih bertindak progresif. Ia menyuruh segera dibangun kebun tanaman dan buah-buahan agar semua keperluan makan dan minum untuk Castel Gandolfo bisa dipenuhi dari  ‘keranjang sendiri’.

Saat Adolf Hitler di tahun 1938 melawat resmi ke Roma bertemu rekan sesama penganut fasisme radikal Italia Benitto Mussolini, Paus Pius XI melakukan ‘aksi protes’ dengan segera menyingkir pindah pergi ke Castel Gandolfo. Paus pergi ditemani Menteri Sekretaris Negara Vatikan Kardinal Pacelli yang kelak meneruskan kekuasaannya di Vatikan sebagai Paus Pius XII.

Sikap pembangkangan Vatikan dengan penolakannya terhadap diktaktor fasis Jerman Adolf Hitler ini juga pernah disampaikan Paus Pius XI dengan tegas menyebut Hitler sebagai “Nabi Palsu” yang resmi dia sitir dalam ensikliknya berjudul Mit brennender Sorge.

Paus tinggal lama di Castel Gandolfo selama kurang lebih 6 bulan dan berikutnya kembali ke Vatikan setelah Hitler meninggalkan Roma. Namun, tak berapa lama setelah tiba di Vatikan dia malah wafat.

Kardinal Pacelli yang menjadi Paus  Pius XII di pada bulan 1939 menyerukan imbauan penting dari Castel Gandolfo dengan pernyataan tegas bahwa “Semua hal baik akan musnah di kala perang, namun sesuatu yang baik tetap akan tinggal dalam suasana perdamaian dunia”. Seruan ini bergema kencang, karena dunia tengah dicekam Perang Dunia I.

Ketika fasisme Jerman mulai menggila dan mengganyang Roma mengejar kaum Yahudi di Italia, Paus Pius XII dengan tegas mengeluarkan instruksi kepada semua biara dan gereja katolik di seluruh Italia –namun terutama di sekitar Castel Gandolfo—untuk menampung para ‘tawanan politik’ ini. Tak ayal lagi, Istana Kepausan Castel Gandolfo juga menjadi tempat persembunyian bagi kaum Yahudi masa itu.

Untuk melindungi mereka, Paus bahkan memerintahkan Garda Swiss –pasukan pengawal kepausan—untuk mempertahankan Istana Castel Gandolfo dari kemungkinan infiltrasi pasukan Schutzstaffell (SS) Nazi Jerman yang ingin mengganyang kaum Yahudi.

Ketika pecah Perang Dunia II merobek ketenangan Italia, lagi-lagi Castel Gandolfo menjadi “tempat aman” bagi para pengungsi dari kejaran tentara Jerman.

Meski harus steril dari segala serangan pihak lawan maupun  kawan, namun atap Istana Castel Gandolfo juga tidak luput dari serangan bom udara pasukan Jerman. Tanggal 10 Februari 2010, atap istana hancur terkena bom udara pesawat Jerman dan menewaskan tak kurang 500-an pengungsi di bawahnya.

Karena situasi darurat, kamar pribadi paus yang dianggap aman bagi serangan bom udara malah ‘disulap’ sebagai ruang partus dimana para ibu hamil bisa melahirkan dengan selamat.  Menurut catatan Vatikan, tak kurang 40 bayi pernah lahir di Istana Castel Gandolfo. Sebagian bayi laki-laki bahkan dinamai Pio atau Eugenio, nama Italia Paus Pius XII, sebagai tanda hormat dan kasih kepada Paus yang pernah melindungi mereka.

Kunjungan terakhir Paus Pius XII ke Castel Gandolfo terjadi tanggal 24 Juli 1958 dan tinggal selama dua bulan. Selanjutnya, beliau wafat di situ tanggal 9 Oktober 1958 setelah mengalami dua kali stroke di sana.

Renang di Castel Gandolfo

Baru ketika Vatikan di bawah mendiang Beato Paus Yohannes Paulus II, Istana Castel Gandolfo mulai sedikit berubah ‘fungsi’. Tidak hanya sebagai tempat beristirahat dan menerima tamu-tamu dalam suasana yang kurang lebih tidak formil, melainkan menjadi tempat untuk melakukan olah raga renang.

Sebagaimana kita ketahui, Paus Yohannes Paulus II adalah seorang pencinta olahraga sejati. Dia suka naik gunung, jogging dan berenang. Dan untuk keperluan yang satu inilah, sebuah kolam renang khusus dibangun di Castel Gandolfo untuk keperluan Paus berenang di sebuah kolam pribadi. Ketika dikritik habis mengenai biaya renovasi dan pembuatan kolam renang itu, mendiang Beato Yohannes Paulus II dengan enteng bicara: “Mana yang lebih mahal, menyelenggarakan konklaf memilih paus baru atau membuat kolam renang sederhana seperti ini?”.

Seorang paparazzi berhasil menjepret Paus Yohannes Paulus II berenang pakai celana renang.

Namun, tahun 1980-an Paus berdarah Polandia ini  juga mengundang para filosof dan teolog kenamaan dari seluruh dunia untuk bertemu di Castel Gandofo. Diskusi penting ini terjadi di Swiss Hall. Namun kalau ada diskusi lebih lanjut yang sifatnya lebih privat, maka Paus akan mengajak para teolog dan filosof itu bertemu lagi di kamar makan.

Lain lagi yang dilakukan Paus emeritus Benedictus XVI. Dia seorang pemikir besar, bukan seorang sastrawan atau pun pecinta olah raga. Dia juga mengundang para tokoh dunia untuk berbicara ringan non formal di Istana Castel Gandolfo.

Tamunya tidak hanya para kolega professor teologi dan mantan murid-muridnya di Jerman, melainkan Paus juga pernah mengundang Kanselir Jerman Angela Merkel dan kawan sekaligus kemudian ‘lawan politiknya’ teologi besar berdarah Swiss: Pastur Prof. Hans Kung.

Di Istana Castel Gandolfo ini pula, Paus pernah menerima Superior General Ordo Konservatif Santo Pius (SSPX) dan sejumlah dubes dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Yang terakhir ini dia lakukan pada bulan September 2006, tak lama setelah pidatonya di Universitas Regensburg Jerman menuai protes keras dari kalangan dunia Islam.

Ketika hari-hari sepi terjadi di Castel Gandolfo –sekitar 25 km arah Selatan dari Kota Abadi Roma—dimana Paus emeritus akan lebih banyak berdoa dan berdoa, maka Vatican City di jantung kota Roma hari-hari mendatang ini justru akan menjadi hiruk pikuk oleh acara penting: Konklaf.

Berbagai kalangan berspekulasi, jangan-jangan di Castel Gandolfo ini pula Paus emeritus sekali waktu pernah berkeinginan segera mengundurkan diri karena faktor usia dan kesehatannnya. Dan itu terjadi bulan April 2012, tak lama setelah ia melakukan kunjungan melelahkan ke Meksiko dan Kuba dimana di sana merayakan Paska.

Tak setahun kemudian, ia kembali ke Istana Castel Gandolfo sudah dengan predikat baru: Paus emeritus Benedictus XVI.

Setelah Istana Castel Gandolfo, maka Gedung Maria Ecclesiae di dalam kompleks Vatikan akan menjadi istana kedua Paus emeritus ini barangkali seterusnya hingga ajal pun berkenan menjemputnya.

Sumber dan photo credit: Majalah Der Spiegel

Artikel terkait:

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version