Demikian disampaikan Paus Benediktus XVI menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa yang rencananya bakal berlangsung mulai Senin (28/11).
Bertempat di lapangan Santo Petrus, Roma, pada Minggu (27/11), Paus Benediktus XVI mengharapkan suksesnya Konferensi Perubahan Iklim di Durban Afrika Selatan sebagaimana dilansir oleh kantor berita resmi Vatikan baru-baru ini.Paus menginginkan semua pihak mencapai kesepakatan tentang respons yang bertanggung jawab atas fenomena perubahan cuaca ini.
Konperensi ini merupakan kelanjutan dari konferensi yang digelar sebelumnya, yang telah menghasilkan Protokol Kyoto, Bali Action Plan (2007), dan Kesepakatan Cancun (2010).
Gereja sendiri tidak ingin kalah untuk terlibat dalam permasalahan perubahan cuaca ini. Pada tanggal 19-20 Oktober 2011 yang lalu, sekitar 55 delegasi Federation of Asian Bishops’ Conference (FABC), telah bertemu di Bangkok. Mereka sepakat membentuk sebuah badan untuk meningkatkan berbagai inisiatif, baik di tingkat FABC maupun Gereja lokal di Asia, dalam rangka mengatasi perubahan iklim.
Kerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga akan dibentuk. Refleksi teologis atas misteri dan kebenaran ciptaan Tuhan, serta tanggung jawab etis serta moral kita terhadap lingkungan akan dilakukan oleh badan yang akan dibentuk ini.
Dampak Perubahan Iklim di Indonesia
Di Indonesia menurut Bappenas (www.bappenas.go.id/print/2839/policy-paper), salah satu akibat yang diperkirakan paling banyak terkena dampak perubahan iklim adalah sektor pertanian. Tanpa tindakan adaptasi perubahan iklim, diperkirakan pada tahun 2050, produksi padi nasional akan bekurang sekitar 20.3 – 27.1 persen, jagung berkurang sekitar 13.6 persen dan kedelai 12.4 persen dibandingkan produksi tahun 2006.
Jika demikian halnya, akan semakin banyak orang kelaparan. Dalam pemetaan kerawanan pangan, yang diterbitkan bersama oleh Badan Pangan Dunia (World Food Programme) dan Pemerintah Indonesia, saat ini sekitar 87 juta orang di Indonesia berpotensi rawan pangan.
Perubahan cuaca akan semakin memperburuk kondisi rawan pangan di Indonesia. Di www.sesawi.net 16 Agustus 2011, pernah ditulis tiga artikel bagaimana kekeringan yang mengancam kelaparan sudah terjadi. Ketiga tulisan itu adalah Gagal Panen, Rakyat Timor Barat Bisa Mati Kelaparan , Biar tak mati lapar, Segera Kirim Bibit Jagung ke NTT , Lapar di NTT: Para Pastor, Segeralah Turun ke Ladang . Ketiga artikel ini ditulis oleh Jack Berelaka, Direktur Yayasan Bina Swadaya (YBS) Kefamenanu dan aktivis penanganan kerawanan pangan di Timor Tengah Utara. Beliau juga seorang aktivis di Parokinya.