Rabu, 3 Februari 2021
Bacaan I: Ibr 12:4-7.11-15
Injil: Mrk 6:1-6
“SESUAIKAN pikiranmu dengan pikiran kebanyakan warga di sini,” kata seorang peserta rapat di Rumah Panjang.
“Jangan mentang-mentang kamu sekolah di kota lalu tidak menghargai dan tidak mengikuti arahan ketua kita,” katanya lebih lanjut.
“Mohan maaf, bukan saya tidak menghargai pendapat ketua. Tetapi masalah ini bisa dilihat untung dan ruginya, jika perusahaaan masuk ke wilayah adat kita,” kata seorang anak muda yang ikut pertemuan.
“Hidup kita tidak pernah berubah, kalau perusahaan bisa beroperasi di wilayah kita. Kita akan mendapatkan banyak keuntungan, banyak orang akan terserap menjadi tenaga kerjanya, bahkan perusahaan menjanjikan kompensasi untuk warga,” kata salah seorang lainnya.
“Ingat perusahaan itu akan menghancurkan hutan, dan akan menjadikan wilayah kita padang ilalang. Kalaupun dapat kopensasi, maka itu pun hanya sementara waktu. Sesudah itu, kita lalu tidak akan pernah punya apa-apa lagi. Hal ini akan terjadi menimpa sampai anak cucu kita,” kata anak muda itu.
“Memang mereka perlu karyawan. Tetapi kita hanya akan menjadi buruh atau tenaga kasar. Itu karena untuk karyawan kantor dan karyawan ahli tentu sudah mereka siapkan. Kita tidak punya keahlian apa-apa selain, berkebun dan berburu,” kata anak muda itu dengan penuh keyakinan.
“Saya hanya mengatakan yang menurut saya benar, meski terdengar pahit dan tidak menjanjikan keuntungan sesaat,” katanya lagi.
Banyak orang tua dan orang-orang yang telah dipegang oleh perusahaan menentang keras semua argumentasi anak muda itu. Namun tidak sedikit pula yang setuju dan ikut menyuarakan penolakan terhadap hadirnya perusahaan di wilayah mereka.
Hari ini kita dengar dalam bacaan Injil, ”Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.”
Anak muda yang saya ceritakan di atas telah berusaha sekuat tenaga bisa menyuarakan kebenaran. Ia juga melakukan pembelaan terhadap aset kehidupan masyarakat yang menjamin kelangsungan hidup bersama, meski harus berhadapan dengan orang sekampungnya.
Juga, bahkan dengan keluarganya sendiri.
Perlu kita sadari bahwa tugas pengutusan kita yakni mewartakan Kerajaan Allah sering kali akan berbenturan dengan pemikiran dan keinginan orang-orang terdekat yang terusik kemampanan dan kenyamanan hidupnya.
Keutamaan hidup apakah yang sampai saat ini, kita perjuangkan dalam hidup bersama khususnya dalam keluarga kita?