Home BERITA Pelarangan Rumah Ibadat Perlu Pendekatan Dialog

Pelarangan Rumah Ibadat Perlu Pendekatan Dialog

0
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menyerahkan dokumen perizinan pembangunan gereja Paroki Cikarang Gereja Ibu Teresa (PCGIT) kepada Romo Antonius Suhardi Antara Pr, disaksikan Pj. Bupati Bekasi Dani Ramdan di aula Gereja Ibu Teresa, Bekasi, Selasa 11 April 2023. (Foto dok Komsos PCGIT)

Pelarangan mendirikan rumah ibadat masih terjadi di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan ini, hukum hanyalah salah satu solusi. Masyarakat yanga mengalaminya perlu membangun dialog dengan masyarakat sekitar.

Demikian disampaikan Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dr. Al. Wisnubroto, SH., M. Hum di Yogyakarta, Sabtu (7/10/2023).

Menurut Wisnubroto, hukum memang diperlukan untuk mengatur kaidah, norma dalam segala aspek agar tidak tidak terjadi konflik. “Tujuannya adalah terciptanya keteraturan, ketertiban, keamanan, kenyamanan, mengatur perilaku manusia,”ujar Wisnu.

Tujuan itu, menurut Wisnu, dicapai dengan adanya tiga sistem hukum yang sudah ada di Indonesia. Pertama, Substansi Hukum yaitu segala produk peraturan perundang-undangan, KUHP. Kedua Struktur Hukum antara lain, peradilan, jaksa, penegak hukum, penyidik, penuntut umum, dan hakim panitera. Ketiga, Budaya Hukum terkait dengan perspektif masyarakat terhadap hukum.

Ketiga elemen ini, menurut Wisnu tidak bisa dipisahkan dan saling melengkapi. Ketidakseimbangan dalam sistem hukum dapat menimbulkan ketidaksepakatan. Hukum tentang pendirian rumah ibadat sebenarnya telah jelas tertulis dalam konstitusi negara, kata Wisnu.

UUD 1945 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 mengatakan bahwa setiap Warga memiliki hak untuk beribadah sesuai agamanya. Jadi, secara hukum, hak beragama dan beribadat sudah tertulis.

Menurut Wisnu, kurangnya literasi masyarakat menyebabkan munculnya penolakan pendirian tempat ibadah. Penegak hukum tidak bersikap adil. Ambil contoh misalnya seperti kasus pendirian Gereja HKBP di Cilegon. Di tempat ini, penolakan tidak hanya dari masyarakat, namun tokoh agama, sampai aparat pemerintahan. Contoh lain terjadi di Gereja Pentakosta Indonesia (GPdl), Samarinda, Kalimantan Timur. Warga setempat meminta pihak Gereja untuk mencopot plang pembangunan gereja. Ini menjadi bukti bahwa sistem hukum mengalami ketimpangan.

Orang Kristen Perlu Membangun Dialog
Wisnu menyebutkan bahwa Umat Katolik perlu meneladani sikap umat Gereja Ibu Teresa Cikarang. Mereka terus berjuang mendapatkan hak beribadah secara layak. Berbagai perjuangan bahkan berhadapan dengan ancaman mereka tidak gentar.

Umat Katolik, menurut Wisnu perlu membangun dialog dengan masyarakat sekitar. Ia mencontohkan salah satu yang terjadi di Gereja di Tempel, Magelang. Gereja itu akhirnya bisa berdiri karena pihak Gereja sering “srawung” atau bergaul dengan masyarakat sekitar. Bahkan saat Gereja mendapat serangan dari ormas radikal, yang notabene berasal dari luar daerah, masyarakat setempat ikut membela. Hal ini tidak terlepas dari komunikasi berlangsung baik selama ini yang terjalin antarumat dan lingkungan.

Di sini lain, kata Wisnu, kita bersyukur pula bahwa ada para pejabat di Kementerian Agama yang punya semangat baik membangun kerukunan antarumat beragama, kata Wisnu. Ambil contoh misalnya Menteri Agama sendiri, Yaqut Cholil Choumas. Demikian juga jajarannya. Salah satunya, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Wawan DJunaidi.

Wawan, kata Wisnu telah melakukan sosialisasi dan pendekatan ke tokoh agama dan ormas dalam menyelesaikan persoalan izin pendirian Gereja Ibu Teresa di Cikarang. Tokoh lain adalah Pj Bupati Dani Ramdan yang membantu mendapatkan perizinan mendirikan Gereja. Awalnya, Dani prihatin melihat umat yang beribadah dengan kursi dan tempat seadanya. Setelah berkomunikasi dengan Romo Paroki ia tahu bahwa umat telah berjuang selama 18 tahun untuk memperoleh perizinan. Dan penantian itu terbayar, Gereja Cikarang akhirnya mendapat izin mendirikan Gereja yang diberikan saat perayaan Paskah oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang didampingi Pj Dani Ramdan pada 11 April 2023.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version