Bacaan: Hos 2:13,14b-15,18-19, Matius 9:18-26
Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: “Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia akan hidup.” Lalu Yesus pun bangunlah dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. Karena katanya dalam hatinya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu. Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, berkatalah Ia: “Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur.” Tetapi mereka menertawakan Dia. Setelah orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu. (Mat.9:18-25)
Sahabat pelita hati,
KITA merenungkan kisah seorang kepala rumah ibadat yang percaya kepada Yesus dan menyandarkan harapannya kepada-Nya. Melalui kisah ini, penginjil Matius ingin menyadarkan orang Yahudi tentang keyakinan imannya. Mengapa mereka menolak Kristus sebagai mesias? Jika seorang kepala rumah ibadat yang nota bene adalah orang Yahudi dapat melihat Kristus sebagai Tuhannya bahkan ia bersimpuh di hadapan-Nya, mengapa para petinggi Yahudi lainnya justru menolak Yesus?
Sahabat terkasih,
Pertanyaan yang sama juga pantas tertuju kepada kita: bagaimana penghayatan iman kita kepada Tuhan? Apakah kita memiliki militansi dan daya juang dalam beriman? Apakah kita sungguh percaya dan menyandarkan iman kita kepada Yesus sebagaimana kepala rumah ibadat itu? Kepala rumah ibadat Yahudi ini tahu pasti apa akibat dari sikapnya menyembah Yesus. Tentu ia siap dengan segala resiko yang harus dierima, seperti kehilangan karir atau kedudukan, bahkan kehilangan nyawa sekalipun. Beberapa penafsir meyakini setelah peristiwa ini Yairus tidak pernah kembali menjadi kepala rumah ibadat lagi. Maka peristiwa perjumpaannya dengan Yesus menjadi titik balik hidupnya, ia diselamatkan melalui iman. Bukan hanya kesembuhan anaknya yang ia dapatkan tetapi juga keselamatan iman. Menjadi murid Kristus bukan sekedar ikut-ikutan tetapi harus menyertakan pertanggungjawaban iman. Sayangnya, masih banyak orang yang mengaku “percaya“ Kristus tapi sesungguhnya tak mengimaninya secara benar, hanya demi “status” sosial. Beriman pada Kristus merupakan penyerahan diri secara total. Tetap semangat dan berkah Dalem.
Jika kapal memperlambat kecepatannya, siap menepi dan berlabuh. Asal kujamah saja jubah-Nya, niscaya aku akan sembuh.
dari Banyutemumpang, Sawangan, Magelang,
Berkah Dalem**Rm.Istata
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)