Sahabat pelita hati,
HARI ini Gereja memperingati Santa Agata, seorang perawan dan martir. Penderitaannya sebagai seorang martir terjadi pada masa pemerintahan kaisar Decius (249-251). Berawal dari penolakannya terhadap lamaran Quintianus, seorang pegawai tinggi Kerajaan Romawi. la menolak lamaran itu karena ia telah berjanji untuk tetap hidup suci di hadapan Tuhan. Akibatnya ia ditangkap dan dipenjarakan dengan maksud untuk mencemari kesuciannya. Semua usaha picik itu sia-sia belaka. Dengan bantuan rahmat Tuhan, Agata tetap menunjukkan dirinya sebagai mempelai Kristus yang teguh dan suci murni. Quintianus semakin berang dan terus menyiksa Agata hingga mati. Agata menghadapi ajalnya dengan perkasa dan menerima mahkota keperawanan dan kemartirannya pada tahun 250. Ibarat garam, santa Agata adalah garam yang sangat asin. Ibarat terang, santa Agata telah memancarkan sinar dan terangnya bagi sesama dan dunia.
Sahabat terkasih,
Bersamaan dengan peringatan santa Agata perawan dan martir ini, kita merenungkan perikop pendek yang merupakan bagian dari kotbah Yesus.di bukit, tentang garam dan terang dunia. Garam dan terang adalah istilah yang amat sederhana bagi banyak orang yang berkerumun dan berjubel mendengarkan pengajaran Tuhan. Salah satu keistimewaan garam adalah memberi rasa asin jika dimasukkan ke dalam kuah atau air, walau garam itu melebur dan tak berwujud. Kalau kita adalah garam dunia dimaksudkan agar hidup kita bisa merasuk ke tengah-tengah masyarakat dan berdayaguna bagi mereka walau tanpa membawa identitas kekristenan atau baptis kita. Memang syaratnya kita harus asin alias memiliki mutu hidup dan berkualitas.
Sahabat terkasih,
Tuhan juga menjadikan kita sebagai terang. Berbeda dengan garam yang tidak kelihatan, sebaliknya terang itu harus ada di tempat yang benar dan kelihatan serta harus menjadikan lingkungan sekitarnya menjadi terang-benderang. Yang gelap menjadi terang, yang tidak kelihatan menjadi nampak dilihat. Jika Tuhan menghendaki agar kita menjadi garam dan terang dunia berarti kita diajak untuk pandai-pandai menempatkan diri dan membawakan diri dalam hidup bermasyarakat dengan tujuan akhir agar hidup kita berdayaguna bagi sesama dan memabwa citarasa yang baik bagi kehidupan. Apakah kita telah menjadi garam yang asin dan “mengasini” sesama dengan kebaikan-kebaikan kita? Tunjukkan kualitas kita sebagai umat Kristen bukan dengan menonjolkan identitas tetapi melalui perbuatan kasih yang bercita rasa kebaikan. Jika demikian, maka di mana pun kita berada cita rasa kebaikan itu akan dirasakan oleh sesama kita dan tentu saja akan berdaya guna. Semangat pagi dan berkah Dalem.
Dari Bandara Soekarno Hata ke Polonia, naik pesawat bersama-sama. Kamu adalah garam dunia, dan terang bagi sesama.
Pergi ke pasar membeli pepaya, pepaya California manis rasanya. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya, semoga banyak orang semakin percaya kepada-Nya.
dari Banyutemumpang, Sawangan, Magelang,
Berkah Dalem – St.Istata Raharjo,Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)
————————————————————————————
Bacaan:
Yesaya 58:7-10
1 Korintus 2:1-5
Matius 5:13-16
Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.