Renungan Harian
Rabu, 16 Februari 2022
Bacaan I: Yak. 1: 19-27
Injil: Mrk. 8: 22-26
Beberapa waktu yang lalu saya menerima tamu pasangan suami istri. Setelah berbasa-basi sebentar, bapak itu menjelaskan maksud kedatangannya.
“Romo, sejak dulu persoalan rumah tangga kami yang sering menimbulkan keributan adalah sikap istri saya yang mudah marah. Dan akhir-akhir ini rasanya semakin mudah untuk marah.
Romo, saya bukannya orang yang tanpa kekurangan dan salah, tetapi sebetulnya saya berharap kalau ada apa-apa itu dibicarakan baik-baik tanpa marah.
Apa yang sering terjadi dalam hubungan kami, istri saya itu ketika melihat sesuatu tidak bertanya dulu tetapi marah yang lebih dahulu. Dan pada saat dia marah, susah sekali bagi saya untuk menjelaskan karena dia akan ngomong kemana-mana.
Akibatnya saya juga sering terbawa emosi hanya untuk menjelaskan karena apa yang saya jelaskan seolah tidak didengar. Setelah ribut panjang dan besar biasanya saya bilang terserah dan diam. Setelah beberapa saat dia akan minta maaf dan mengatakan bahwa dia sebenarnya hanya ingin bertanya. Bagi saya ya sudah, dia sudah minta maaf tetapi persoalannya ketika ribut besar itu banyak kata-kata yang keluar itu kata-kata yang menyakitkan.
Romo, hal lain yang sering membuat kami ribut adalah setiap kali saya bicara seolah-olah dia tidak pernah mengerti. Dalam banyak hal dia selalu berjalan dengan pikirannya sendiri, sehingga ketika saya mengatakan A, belum juga selesai dia sudah akan mengatakan seharusnya begini dan begitu. Terus dia akan bertanya mengapa begini dan begitu; padahal apa yang saya bicarakan hal yang sederhana. Misalnya saya mengatakan bahwa saya ingin sesuatu makanan yang pedas. Dia akan mempersoalkan kenapa mesti pedas, dalam situasi sekarang tidak cocok, sejak kapan kamu makan makanan yang pedas dan banyak hal. Jadi sering kali saya merasa mau ngomong sederhana saja, saya seperti orang yang ujian tesis,” bapak itu mengakhiri ceritanya sambil tertawa.
“Romo, saya juga tidak tahu mengapa demikian. Saya sesungguhnya tidak mau ribut atau saya orang yang suka ribut. Saya juga tidak mau menjadi orang yang menyulitkan orang lain. Satu hal yang saya inginkan adalah agar suami saya mendapatkan sesuatu yang terbaik dan selalu menjadi yang terbaik. Saya juga tidak tahu bahwa yang keluar selalu menyakiti dirinya. Romo, saya bukannya tidak berjuang untuk memperbaiki tetapi saya juga tidak tahu mengapa selalu seperti ini. Karena sesungguhnya saya maunya sederhana saja,” ibu itu menjelaskan.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam surat St. Yakobus : “Saudara-saudara yang terkasih, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah.”
Iwan Roes RD