Home BERITA Pengakuan Petrus

Pengakuan Petrus

0
Santo Petrus Canisius. (Ist)

Puncta 27.08.23
Minggu Biasa XXI
Matius 16: 13-20

IMAN kita kadang terpaku pada hapalan ayat-ayat atau doktrin. Baru bisa menghapal kalimat doa “Pater noster qui et in coelis” gitu aja sudah merasa tahu segala-galanya.

Satu hapalan tentang agama sudah membuat kita merasa hebat, sok pintar dan sombong.

Pengetahuan iman kita diwariskan dari orang lain sudah tersimpan sampai hapal luar kepala, walau kadang tidak tahu lagi apa maknanya.

Ketika iman itu dipertanyakan secara pribadi, kita secara otomatis menjawab dengan hapalan-hapalan warisan. Tetapi tentang apa isinya kita bisa salah memahaminya.

Petrus adalah murid terdekat Yesus. Ia pasti sering mendengar pengajaran Yesus. Ia bisa menangkap apa yang dikatakan Yesus. Ia juga tahu dan mendengar apa-apa saja tanggapan orang terhadap Gurunya.

Maka ketika Yesus bertanya apa tanggapan orang-orang terhadap-Nya, mereka dengan mudah menjawabnya.

“Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis. Ada yang mengatakan Elia. Ada pula yang mengatakan Yeremia atau salah seorang dari para nabi,” jawab murid-murid.

Mudah kalau mengatakan hanya berdasarkan “kata orang.” Maka disinilah sering terjadi mispersepsi karena setiap orang punya pemahaman sendiri-sendiri. Berita hoax sering terjadi karena ini.

Kemudian Yesus mempertegas, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Lalu Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.”

Jawaban Petrus ini adalah pengakuan iman. Namun iman itu berproses. Ia harus terus menerus dimurnikan, mengalami jatuh bangun.

Nyatanya dalam perikope selanjutnya, Petrus ditegor oleh Yesus karena Yesus meramalkan kematian-Nya di Yerusalem melalui penderitaan salib.

Mesianitas Yesus berbeda dengan paham mesianitas Petrus. Maka Petrus menolak Mesias yang menderita dengan berkata, “Tuhan kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali tidak akan menimpa Engkau.”

Iman Petrus kepada Yesus harus terus dimurnikan agar sejalan dengan kehendak Tuhan. Begitu pula iman kita harus didewasakan agar sesuai dengan kehendak-Nya dan pada saatnya nanti kita bisa merumuskan dengan mantap siapakah Yesus bagi kita.

Pergi ke Bandung naik kereta api,
Pesan kopi di stasiun Tasikmalaya.
Iman otentik muncul dari relasi pribadi,
Pengalaman jatuh bangun mendewasakan kita.

Cawas, siapakah Yesus bagiku?
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version