REIMBURSEMENT atau penggantian biaya, biasanya berarti menerima uang dalam pembayaran untuk uang yang telah dikeluarkan sebelumnya. Ini adalah istilah yang digunakan dalam berbagai cara misalnya lingkup bisnis dan kehidupan pribadi, namun memiliki arti yang sedikit berbeda dalam biaya layanan kesehatan.
Apa yang harus disadari?
Reimbursement berasal dari bahasa Latin yaitu ré (kembali) in (ke) bursa (dompet), sehingga arti harafiahnya adalah memasukkan uang kita kembali ke dompet. Banyak orang yang sudah terbiasa menerima penggantian biaya (reimbursed for expenses). Misalnya saat seseorang melakukan perjalanan bisnis atau dinas dan membayar biaya perjalanan, penginapan di hotel, dan makan dengan dana pribadi, kemudian setelah kembali bertugas, orang tersebut menyerahkan kuitansi ke petugas akuntansi, sehingga mendapatkan penggantian uang.
Beda makna di dunia medik
Namun demikian, penggantian biaya layanan kesehatan untuk dokter dan rumah sakit adalah berbeda. Penyedia layanan kesehatan dibayar oleh perusahaan asuransi atau pemerintah, melalui sistem penggantian (reimbursement).
Dokter dan petugas RS yang memberikan layanan medis kepada pasien, kemudian akan mengajukan penggantian biaya untuk layanan tersebut, kepada perusahaan asuransi atau pemerintah. Bukan pasien yang membayar biaya layanan kesehatan dari saku pribadi dan mendapatkan penggantian dari asuransi, tetapi dokter dan RS yang memberikan layanan yang harus menunggu penggantian biaya.
Sejak diberlakukannya program JKN (jaminan Kesehatan Nasional) pada 1 Januari 2014 di Indonesia, klaim biaya harus diajukan secara kolektif oleh RS kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya. Tagihan klaim ini baru disebut menjadi sah, setelah mendapat persetujuan dan ditandatangani Direktur RS dan Petugas Verifikator BPJS Kesehatan dan klaim tersebut diajukan kepada Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat.
Sesuai panduan praktis Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan, maka BPJS Kesehatan wajib membayar klaim RS atas pelayanan yang diberikan kepada pasien peserta JKN paling lambat 15 (lima belas) hari kerja. Rentang waktu itu dihitung sejak dokumen klaim diterima lengkap di Kantor Cabang BPJS Kesehatan.
Beberapa istilah perlu dipahami, agar tidak rancu.
- Misalnya ‘outstanding claim’, yaitu berkas klaim yang sudah diajukan RS, sudah diverifikasi, dibuatkan BA (Berita Acara), dan tinggal menunggu pencairan dananya saja. Klaim Jatuh Tempo yaitu berkas ‘outstanding claim’ yang belum dapat dicairkan setelah 15 hari kerja.
- ‘Dispute claim’, yaitu berkas klaim yang sudah diajukan RS dan sudah ada proses umpan balik dari verifikator, tetapi tidak dicapai kesepakatan, sehingga terjadi penolakan klaim atau gagal klaim.
- Klaim tunda adalah berkas klaim yang pada tanggal 10 bulan berikutnya belum dilakukan verifikasi oleh petugas BPJS Kesehatan. Selain itu, juga berkas klaim memang belum diajukan oleh RS, karena beban kerja pemberkasan yang semakin berat. Penyebab lainnya adalah tuntutan efisiensi kinerja RS terkait pemberkasan, termasuk untuk klaim luar paket seperti obat kemoterapi, obat kronis atau Program Rujuk Balik (PRB), dan sejenisnya. Sebagai contoh adalah klaim sebuah RS pada pertengahan Februari 2018, baru dilakukan verifikasi atas layanan sampai tanggal 5 November 2017.
Semakin besarnya klaim jatuh tempo, tunda dan gagal, secara langsung akan menjadi masalah bagi arus keuangan RS. Bahkan di sebuah RS swasta total klaim yang belum dicairkan oleh BPJS Kesehatan pernah mencapai Rp. 96.521.465.700, sebuah nominal yang sangat besar dan nyaris menembus batas psikologis Rp. 100 M. Tanpa perubahan aturan atau kebijakan tentang proses klaim, maka tentu akan semakin berisiko terhadap keberlangsungan operasional RS, menurunkan kenyamanan bekerja petugas kesehatan, dan bahkan pada profesionalitas para dokter.
Dokter dan RS tentu mengharapkan setiap pasien membayar layanan medis yang telah dilakukan sebelumnya, yang disebut ‘balance billing.’ Dengan demikian, berlarutnya pencairan klaim adalah tidak adil, ‘unbalance’, dan illegal.
Menurut pengaturan penggantian biaya pada layanan kesehatan atau ‘Health Reimbursement Arrangements’ (HRA), maka dana premi peserta yang tidak digunakan untuk biaya layanan kesehatan, dapat digunakan pada tahun berikutnya, tanpa dikenai pajak.
Oleh karena klaim kepada BPJS Kesehatan yang belum cair tidak sepenuhnya merupakan kesalahan pihak dokter dan RS, maka pasien peserta JKN harus diberdayakan, dicerdaskan dan dilibatkan dalam mengatasi masalah klaim yang tidak cair ini.
‘Health Reimbursement Arrangements’ (HRA) di Indonesia, khususnya di RS swasta layak diterjemahkan sebagai aturan uang penjaminan, terutama pada pasien peserta JKN yang naik kelas perawatan.
Setelah selesai mendapatkan layanan di RS, pasien tersebut wajib membayar kepada RS total biaya layanan kesehatan. Penggantian biaya (reimbursement) akan dilakukan oleh RS, setelah klaim kepada BPJS Kesehatan telah cair. Perbedaan besaran nominal uang penjaminan dari pasien dan pembayaran oleh BPJS Kesehatan menjadi tanggung jawab RS.
Kendala dalam pencairan klaim yang dialami oleh RS menyadarkan kita semua bahwa program JKN perlu dikritisi. Semua RS harus saling berkoordinasi untuk memperjuangkan perbaikan dan menerjemahkan ulang ‘Health Reimbursement Arrangements’ (HRA) pada era JKN, agar tidak mengalami defisit finansial.
Apakah kita sudah terlibat membantu?