Senin, 21 Maret 2022
- 2Raj. 5:1-15a.
- Mzm: 42:2.3; 43:3.4.
- Luk. 4:24-30
PENGALAMAN ditolak pasti menyakitkan. Diri ini seakan menjadi begitu tak berarti.
Kita merasa seperti dibuang dan tidak dianggap dan tidak dihargai.
Penolakan reaksi dalam diri yang negatif, mudah menimbulkan kemarahan, kebencian, perasaan kehilangan, bahkan depresi.
Namun, kalau kita mengalami hal itu, kita bisa melihat dan belajar dari sikap Yesus ketika diri-Nya mengalami penolakan.
Meskipun masyarakat setempat tidak menghargai dan menghormati-Nya, Yesus tidak terguncang, tidak pula merasa gentar.
Ia tahu akan tujuan dari misi-Nya di dunia. Tujuan dan tugas pengutusan itu melampaui segalanya, sehingga jauh lebih penting daripada penghargaan dan penghormatan dari orang lain.
“Saya bisa menerimamu kembali, tetapi saya tidak bisa membujuk orang lain untuk bersikpa seperti yang saya ambil,” kata seorang bapak kepada sahabatnya.
“Teman-teman sejak peristiwa itu terjadi dan diketahui oleh banyak orang, saat kamu membawa lari uang arisan dan tabungan bersama, mereka sangat marah padamu,” lanjutnya.
“Saya sudah berubah dan tidak seperti dulu lagi. Saya datang untuk bertanggung jawab dan meminta maaf,” sahut sahabatnya.
“Namun saya tidak memaksa jika teman-teman tidak bisa menerimaku kembali, ini konsekwensi dari kesalahanku,” lanjutnya lagi.
“Saya bisa memahami jika mereka marah dan menolakku, karena memang salahku dulu,” ujarnya.
“Saya sedih namun saya akan jalani hidup yang masih panjang ini baik dengan atau tidak bersama teman-teman,” ujarnya lagi.
“Memang tidak mudah kembali dari jalan salah berbalik ke jalan yang benar,” katanya.
Kadang memang terasa menyakitkan jika usaha kita untuk membangun hidup yang lebih baik dipertanyakan orang lain terutama oleh orang-orang di lingkungan, keluarga dan komunitas kita berada.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demimian:
”Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu.
Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.
Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.”
Karya Allah yang dinyatakan secara nyata dalam diri Yesus Kristus ditolak oleh orang-orang sekampung-Nya sendiri.
Mereka mengenal pribadi Yesus sejak kecil sehingga kehadiran-Nya tidak lagi membuka mata hati mereka untuk melihat karya Allah di sana. Mereka pun menolak-Nya.
Pengalaman ditolak tentu tidak enak dan menyakitkan. Akan tetapi, jangan sampai kita lalu mundur karenanya dan melupakan panggilan kita.
Penolakan justru sebuah undangan bagi kita untuk berusaha lebih giat lagi.
Yang mengalami penolakan bukan hanya kita sendiri, banyak orang juga mengalami hal yang sama!
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau menerima orang yang namanya jelek dan ditolak orang banyak?