KOMISI Pendidikan Keuskupan Weetebula (NTT) menyelenggarakan penyegaran rohani untuk para guru Katolik yang berkarya di Keuskupan Weetebula, Sumba, NTT. Penyegaran rohani yang bertajuk “Sang Guru, Sang Peziarah” diselenggarakan dari tanggal 11-13 Juli 2017 di Wisma Unio Keuskupan Weetebula di Sumba Barat Daya.
Propinsi Nusa Tenggara Timur, berdasarkan data, memiliki kualitas pendidikan yang masih jauh dibandingkan dengan propinsi-propinsi yang lain di Indonesia. Pemberitaan media massa pun menggarisbawahi selain kurangnya tenaga pengajar, persoalan sarana dan prasarana pendidikan pun masih cukup memprihatinkan. Persoalan pendidikan ini berdampak pada angka kemiskinan dan human trafficking di propinsi ini.
Dalam situasi tersebut, perhatian kepada para pengajar, anak didik, dan fasilitas menjadi tantangan bagi yayasan-yayasan pendidikan Katolik di Keuskupan Weetebula. Pastor Mikael Sene Pr dari Komisi Pendidikan Keuskupan Weetebula (NTT) mengatakan, “Tantangan sekolah Katolik di keuskupan kami antara lain lemahnya etos kerja para guru. Semangat merasul dan pemberian diri kurang bertumbuh.”
Lebih lanjut lagi dikatakannya, “Para guru membutuhkan penyegaran rohani agar dalam kesulitan dan tantangan hidup mereka tetap mengalirkan nilai-nilai kristiani.”
Disegarkan oleh Yesus
Komisi Pendidikan mengundang 80 guru katolik dari seluruh penjuru keuskupan. Undangan ini mendapat tanggapan dari 36 guru SD, SMP, dan SMA Katolik.
Ketika membuka kegiatan ini, Vikjen Keuskupan Weetebula, Romo Mateus Selan CSsR, mengungkapkan, “Banyak orang pintar di Indonesia. Tetapi ketika ilmu kepintaran mereka tidak dilandasi oleh iman, maka yang terjadi adalah korupsi dan perpecahan. Sekolah katolik harus memberi kontribusi yang positif. Oleh karenanya penting sekali bila guru katolik kembali menatap Yesus Kristus sebagai pedoman, arah dan norma hidupnya agar dapat mendidik anak pintar dan beriman.”
Penyegaran rohani menjadi kesempatan para guru katolik untuk menggali semangat iman yang berdaya dalam karyanya.
Tema “Ssang Guru, Sang Peziarah” dibawakan oleh tim yang terdiri atas Sr. Valentina FSGM, Sr. Marieala FSGM, Sdr. Titus Wisnu dan Rm. Wahyu Tri Haryadi SCJ.
Tim mengajak peserta menyadari bahwa panggilan sebagai guru merupakan jalan kekudusan. Kelas dan sekolah merupakan ruang doa sedang meja guru merupakan altar persembahan. Akan tetapi perjalanan menjadi kudus ini tidak bisa dilepaskan dari aneka pihak. Melalui aneka permainan Sdr. Wisnu membawa para peserta pada kesadaran bahwa rekan-rekan seprofesi, murid dan instansi pendidikan merupakan teman sepeziarahan. Namun jangan dilupakan teman sejati pejiarahan itu tak lain dan tak bukan adalah Yesus sendiri. Yesus memang tidak kelihatan tetapi secara khas Ia hadir membimbing pejiarahan tersebut.
Beberapa karakter Sang Guru sejati yang dijabarkan dalam penyegaran rohani adalah:
- Yesus memiliki tujuan atau visi yang jelas dalam karyaNya;
- Tujuan semua karya-Nya ialah mewartakan Kerajaan Allah dan pertobatan;
- Tuhan juga mengundang para murid sebagai rekan berjiarahnya untuk karyaNya;
- Yesus menjalani panggilannya bersama dengan orang lain;
- Hal yang khas dari Tuhan Yesus dalam mengajar adalah Ia senantiasa mengajar dengan penuh wibawa dan mengalirkan belaskasih; dan seluruh hidupnya merupakan pemberian diri untuk sesama.
Kesaksian hidup
Dalam penyegaran ini, para guru mendapat banyak kesempatan berbagi tentang pengalaman-pengalaman mereka dalam pejiarahan mereka sebagai pengajar.
Tidak semua guru yang hadir ternyata memiliki dasar pendidikan sebagai pengajar. Yonatan mengungkapkan, “Latar belakang saya adalah sarjana ekonomi dan tidak berasal dari fakultas pendidikan.”
Hal serupa dikatakan oleh bapak John dari SDK Bondo Lenga, “Saya sudah mengabdi sebagai guru selama 20 tahun lebih, tetapi mulanya memang tidak menginginkan terjun sebagai pengajar.”
Ia dan beberapa peserta mengakui kalau mereka terlempar dalam dunia pendidikan. Tetapi ada aneka alasan yang membuat mereka akhirnya mencintai panggilan ini. Lebih dari itu, mereka menemukan sukacita di dalamnya.
Berhadapan dengan aneka motivasi tersebut, kegiatan penyegaran rohani sangat membantu mereka untuk menerima panggilan hidup mereka.
Ibu Gita, guru Sekolah St. Thomas, mengungkapkan kegembiraannya, “Kegiatan macam ini baru pertama kali saya ikuti. Saya sangat senang dan membutuhkan kegiatan macam ini untuk menyegarkan saya.”
Hal ini disampaikan karena dengan mengikuti penyegaran rohani, pikirannya terbuka bahwa pengabdian sebagai guru merupakan jalan untuk mencapai kekudusan. Kendati dalam perjuangannya sering kali para pengajar mengalami tantangan berat dan persoalan ekonomi keluarga yang menghimpit tetapi perjuangan itu dapat dihayati sebagai jalan iman untuk mencapai kekudusan.
Sebagian besar para peserta merasakan kegembiraan atas pertemuan ini.
RD Marcel berkomentar, “Saya terharu melihat para guru yang berkegiatan ini. Mereka tertawa lepas, bermain, dan bebas berekspresi dimana saya tidak menemukan itu terjadi sebelumnya di tempat mereka bekerja.”
Kegiatan macam ini diperlukan untuk mengembangkan aspek kemanusiaan mereka. “Guru tidak hanya mengajar dan mengajar, tetapi juga harus mengekspresikan diri dalam kebersamaan.” Memang selama penyegaran rohani para peserta diajak untuk bermain, bernyanyi dan menampilkan diri dalam pentas seni.
Salah seorang anggota tim pemateri, Sr. Valentina FSGM, yang berkarya dibidang JPIC divisi animasi, sangat terharu melihat para peserta yang dapat tertawa dan berbagi. “Kegembiraan adalah modal untuk berkarya,” demikian katanya.
Semoga dengan penyegaran rohani ini para guru dapat bersinergi dengan gereja untuk mewartakan kabar sukacita injil. Seperti yang diungkapkan oleh Pater Silvester Nusa CSsR, “Semoga para guru mengajar dengan menyadari panggilannya sebagai rasul awam.”