SETIAP orang memiliki pengalaman dan tujuan hidup masing-masing. Jika orang sudah memilih menjadi seorang hamba atau pelayan Tuhan, tentu menjadi pertanyaan yang menarik ketika mereka ditanya mengapa mau menjadi pastor.
“Nak, jika kamu berangkat dari pulau ini, mungkin kamu tidak akan bisa melihat ibu lagi,” demikian ungkapan kalimat yang sampai sekarang masih diingat oleh Pastor Pio SVD yang akhir Oktober 2017 merayakan pesta perak 25 tahun tahbisan imamatnya di Gereja Bunda Maria Paroki Jeruju – Pontianak.
“Setelah saya berangkat meninggalkan pulau, enam bulan kemudian, saya mendengar kabar bahwa ibu saya meninggal. Ada pesan dari saudara mengatakan ini: “Dimana kamu memberi pelayanan, maka hatimu harus berada di situ’,” demikian ungkap Pastor Paulus Pio SVD dalam kesaksiannya.
25 tahun lalu, tepatnya tanggal 29 September 1992, Pastor Paulus Pio SVD menerima tahbisan imamatnya dari tangan Mgr. Donatus Djagom SVD di Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Flores, NTT.
Dalam suka duka bersama rahmat Allah, kini Pastor Paulus Pio SVD telah melewati peziarahan panjang mengemban status sebagai imam tertahbis. Perjalanan hidup sebagai imam selama 25 tahun itu bukanlah perjalanan pendek. Banyak peristiwa pasti pernah menggoncangkan hidupnya. Namun, rahmat Allah senantiasa membawa Pastor Paulus Pio SVD mampu bertahan sampai sekarang.
Misa bersama 19 imam
Di Jeruju – Pontianak, 31 Oktober 2017 kemaren telah berlangsung misa syukur memperingati pesta perak 25 tahun tahbisan imamat Pastor Paulus Pio SVD. Misa ini dipimpin oleh Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus dan 19 pastor lain yang menjadi imam konselebran.
Para tamu undangan memenuhi bangku di dalam dan di luar gereja, termasuk para undangan kaum berjubah lainnya yakni para suster, bruder dan pastor. Kemeriahan misa digemakan lewat nyanyian suara merdu dari kelompok koor gabungan Paroki Bunda Maria Jeruju.
Misa Kudus dimulai tepat pukul 17.00 dan diawali dengan tarian pembukaan serta sentuhan musik tradisional dari orang-orang muda Paroki Jeruju.
Bacaan Pertama diambil dari Kitab Yer. 1: 6-10.
Pastor Paulus Pio SVD dikenal sebagai sosok pastor berhati lembut. Sudah selama 10 tahun terakhir ini, ia melayani umat katolik Gereja Bunda Maria Jeruju Pontianak.
Misionaris di Ghana – Afrika
Sebagai imam SVD, Pastor Paulus Pio SVD pernah menjadi misionaris bertugas di Paroki Mary Mother of Lord di Adeemmra Afrika- Plain (Ghana) tahun 1993-2007. Kemudian ia bertugas di Paroki St. Fidelis, Tease (Ghana) tahun 2007-2008. Setelah itu, barulah ia ‘pulang mudik’ dan mulai berkarya di Keuskupan Agung Pontianak untuk melayani Paroki Bunda Maria Jeruju dari tahun 2008 sampai sekarang.
Pastor Paulus Pio SVD adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ia lahir di Nitung- Maumere – Palue, tanggal 1 Januari 1963. Ia bersekolah di SD Nitung Lela tahun 1970-1976, kemudian melanjutkan SMP di Seminari Yohanes XXIII Lela tahun 1977-1980. Usai menyelesaikan studi SMP, ia melanjutkan pendidikan di SMA Seminari Yohanes Berchmans di Toda-Belu tahun 1981-1983; Novisiat di Maumere Flores tahun 1983-1984 dan di Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero Maumere Flores tahun 1984-1989.
Keuskupan Agung Pontianak butuh banyak imam diosesan
Mgr. Agustinus Agus sempat bercurhat bahwa Gereja Katolik Indonesia –khususnya Keuskupan Agung Pontianak—saat ini masih sangat berkekurangan akan tenaga imam. “Terutama imam-iman diosesan,” katanya ceplas ceplos.
Dengan adanya banyak imam diosesan, maka hal itu akan memudahkan kerja Uskup. Mereka adalah ‘pasukannya’ Keuskupan, tanpa harus mengabaikan kehadiran banyak imam lain dari aneka kongregasi religius.
“Alasannya adalah karena Keuskupan Agung Pontianak ini memiliki banyak stasi dan jumlah umatnya mencapai ribuan. Kalau sebuah paroki dikelola oleh imam religius dari tarekat atau kongregasi, maka Uskup bisa kelabakan kalau sewaktu-waktu imam religius itu ditarik mundur untuk tugas yang lain di Kongregasi mereka. Uskup tidak bisa menahan imam yang hendak dimutasi tugas untuk kepentingan internal. Atas latar belakang itulah mengapa Keuskupan Agung Pontianak hingga saat ini merasa masih sangat membutuhkan tenaga-tenaga imam diosesan,” ungkap Mgr. Agustius Agus.