Jumat, 11 April 2025
Yer. 20:10-13
Mzm. 18:2-3a,3bc-4,5-6,7.
Yoh. 10:31-42
SERING kali kita dihadapkan pada kebenaran yang datang dalam berbagai bentuk. Nasihat dari orang tua, teguran dari sahabat, bahkan pelajaran dari penderitaan.
Tetapi sering kali juga kebenaran itu lewat begitu saja tanpa kita sadari, bukan karena ia tersembunyi, tetapi karena hati kita yang tertutup.
Hati yang tertutup adalah hati yang tidak mau mendengar, tidak mau menerima, dan terlalu sibuk membela diri.
Hati yang tertutup itu, seperti jendela yang ditutup rapat di tengah cahaya terang, bukan karena tak ada terang di luar, tetapi karena jendela itu sendiri menolak untuk dibuka.
Maka kebenaran, walau hadir dengan lembut dan terus-menerus mengetuk, tidak akan pernah masuk ke dalam.
Ketika hati tertutup oleh kesombongan, kita merasa selalu benar. Ketika hati tertutup oleh luka, kita menolak untuk mempercayai. Ketika hati tertutup oleh ketakutan, kita menolak untuk melangkah maju.
Dan dalam kondisi itu, kebenaran pun menjadi asing bagi kita. Padahal, kebenaran tidak pernah jauh. Ia hadir dalam keheningan doa, dalam detak hati nurani, dalam suara-suara lembut yang kita abaikan.
Hidup dengan hati yang tertutup adalah seperti berjalan dalam kegelapan dengan mata tertutup, tidak hanya kita gagal melihat jalan yang benar, tetapi kita juga berisiko melukai diri sendiri dan orang lain.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah kamu percaya kepada-Ku.
Tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa ada dalam Aku dan Aku dalam Bapa.”
Ini adalah undangan yang sangat dalam dan penuh kasih dari Yesus kepada mereka yang meragukan-Nya.
Dia tahu bahwa tidak semua orang siap untuk percaya hanya karena kata-kata. Dia tahu bahwa hati manusia bisa keras, penuh keraguan, bahkan sinis.
Namun dalam kasih-Nya, Dia tidak menyerah. Dia menunjuk pada karya-karya-Nya, penyembuhan, pengampunan, mujizat, belas kasih, sebagai bukti kasih Bapa yang nyata.
Yesus mengajak kita untuk melihat lebih dalam, bukan hanya pada kata-kata, tapi pada jejak-jejak kasih Tuhan dalam kehidupan kita.
Pada hal-hal kecil yang sering terlewat, nafas kehidupan, kekuatan saat kita lemah, penghiburan di tengah duka, dan pertolongan yang datang tepat waktu.
Jika hati kita belum mampu memahami sepenuhnya, Yesus tidak menuntut kita untuk percaya buta.
Ia mengundang kita untuk memperhatikan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Karena melalui pekerjaan itulah, kita bisa mulai melihat siapa Dia sebenarnya, satu dengan Bapa, penuh kasih, dan selalu hadir.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku percaya bahwa Allah sedang bekerja dalam hidupku?