Rabu, 24 Juni 2020
HR Kelahiran St. Yohanes Pembaptis
Bacaan Injil: Luk 1:57-66.80
“Genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki” (Luk 1:57)
Saudari/a ku ytk.,
SEUSAI misa minggu, saya pernah diminta pasutri untuk mendoakan dan memberkati si isteri/ibu yang sedang hamil dan janin yang sedang dikandungnya. Di akhir doa, saya berkati perut si ibu dengan tanda salib. Lalu saya katakan, “Semoga bayinya lahir turas, metu waras, lahir sehat-lancar”.
Suami-isteri dilibatkan Allah dalam karya penciptaan di dunia ini. Anak merupakan buah kasih suami-isteri dan bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Anak adalah anugerah Tuhan.
Dalam masyarakat kita ada tradisi yang sangat bagus terkait dengan kelahiran seseorang, yakni jagong bayi. Tradisi ini merupakan tradisi yang sudah berlangsung lama di desa secara khusus dan masyarakat Jawa pada umumnya. Yang bersukacita atas kelahiran bayi tidak hanya bapak ibunya, tetapi juga keluarga besarnya, tetangga dan teman-temannya. Kelahiran anak sering disambut dengan sukacita.
Suasana jagong bayi yang penuh sukacita seperti itu juga kita rasakan dalam bacaan Injil hari ini. Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Kelahiran (HUT) Santo Yohanes Pembaptis. “Genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki”. Anak itu diberi nama Yohanes.
Tidak pernah Gereja merayakan hari kelahiran orang kudus, kecuali hari kelahiran Yesus Kristus, Bunda Maria, dan Santo Yohanes Pembaptis. Jadi, sosok Yohanes Pembaptis ini merupakan pribadi yang istimewa.
Santo Agustinus pernah membandingkan apa yang terjadi dengan Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus. Dia menjelaskan bahwa ibu dari Yohanes adalah tua dan mandul (Luk 1:7) dan ibu dari Yesus Kristus adalah muda dan seorang perawan (Luk 1:27). Ayah Yohanes menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata karena tidak percaya bahwa Yohanes akan terlahir (Luk 1:20), sedangkan perawan Maria mempercayai apa yang dikatakan oleh Tuhan dan mengandung Kristus dalam iman (Luk 1:38).
Disebutkan juga bahwa Yohanes adalah pembatas antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dia adalah garis pembatas, sehingga dia menjadi bagian dari Perjanjian Lama dan pada saat yang bersamaan dia menjadi bagian dari Perjanjian Baru. Orang tuanya merupakan bagian dari Perjanjian Lama, namun dalam rahim ibunya dia melonjak kegirangan mewartakan Kristus, tokoh Perjanjian Baru.
Pasutri Zakaria dan Elizabet yang sudah lanjut usia menjadi contoh pergulatan manusiawi. Melalui mereka, kita disadarkan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Mereka yang sudah lanjut usia pun dianugerahi anak. Maka, anak itu diberi nama Yohanes, yang artinya “Tuhan merahimi atau Tuhan berbelaskasih”. Artinya, bukan sekedar Tuhan mengisi rahim Elisabet yang mandul dan sudah tua, tetapi Tuhan memberikan kerahiman-Nya kepada umat manusia. Ia berbelaskasih.
Pertanyaan refleksinya, apakah Anda bangga dengan kelahiran Anda? Apa saja kebanggaan Anda terhadap keluarga Anda? Marilah pada hari ini kita berdoa secara khusus untuk bapak ibu kita yang telah dipilih Tuhan untuk kelahiran kita di dunia ini.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)