Rabu, 15 April 2020
Bacaan Injil: Luk 24:13-35
“Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (Luk 24:32)
Saudari/a ku ytk.,
MERENUNGKAN kisah pengalaman kebangkitan yang dialami dua murid Emaus dalam Bacaan Injil hari ini dari Lukas 24:13-35, saya mengingat dan menghadirkan beberapa orang yang pernah menjadi tim kerja saya.
Sejauh saya bekerjasama dan mengenal umat, baik di paroki, di komisi, kelompok doa, di kampus Unika Soegijapranata maupun di seminari, saya dibuat berdecak kagum dan salut. Kenapa? Tak sedikit dari mereka yang punya hati yang tulus dan komitmen total dalam melayani dan menghidupkan Gereja.
Mereka menyediakan diri, pikiran dan waktu untuk menjadi pengurus lingkungan, wilayah, paroki, kevikepan, dan keuskupan. Pagi sampai sore bekerja, lalu malam masih rapat di paroki. Bahkan rapat dewan bisa sampai jam 11 malam. Fisik (mungkin) lelah, tetapi tetap punya empati dan hati yang berkobar-kobar untuk memikirkan kehidupan menggereja.
Dalam Injil hari ini dikisahkan tentang dua orang murid yang sedang dalam perjalanan dari Yerusalem menuju sebuah tempat yang bernama Emaus. Emaus disebut sebagai kampung yang letaknya kira-kira 11 km dari Yerusalem.
Anda bisa membayangkan dua murid Yesus itu pulang ke kampung Emaus. Mereka berjalan kaki dengan kondisi hati kecewa, sedih dan tak bersemangat. Akan tetapi mereka masih punya hati dan empati dengan sesamanya.
Mereka sangat mendesak ‘orang yang menemani perjalanan mereka’ agar mau menginap di rumah mereka. “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam”, ajak mereka penuh empati. Mereka belum tahu kalau orang itu Yesus.
Coba Anda bayangkan. Mereka lelah, kecewa dan putus asa. Berjalan kaki seharian. Tapi masih punya empati dan kepeduliaan kepada sesamanya. Mereka tidak egois. Tidak cuek. Juga tidak masa bodoh. Masih memikirkan keadaan sesamanya. Meski orang itu tidak mereka kenal (asing).
Sebagai teman perjalanan, kedua murid baru menyadari kehadiran Yesus ketika Dia menjelaskan isi kitab suci dan memuncak pada saat Ia memecahkan roti dalam perjamuan bersama. Diungkapkan, “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?”
Kedua murid itu serta-merta kembali ke Yerusalem dan membagikan pengalaman mereka kepada para rasul. Ada perubahan (transformasi) dalam diri mereka setelah berjumpa dengan Yesus yang bangkit. Dari bersungut-sungut menjadi bersukacita, dari tak bersemangat menjadi berkobar-kobar, dan dari tak berpengharapan menjadi berpengharapan.
Pertanyaan refleksinya, Saat lelah dan tak bersemangat, masihkah Anda peduli dan mau berempati dengan orang lain? Adakah pengalaman konkret saat hati Anda berkobar-kobar dalam hidup sehari-hari?
Berkah Dalem dan Salam teplok dari bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)