Sabtu, 14 Oktober 2017
Bacaan : Lukas 11:27-28
“Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: ‘Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau” (Luk 11:27)
Saudari/a ku ytk.,
SETIAP orang pasti lahir dari seorang ibu atau wanita. Ada aneka perasaan dan situasi batin seorang anak terhadap ibunya. Tergantung bagaimana pengalaman dia berelasi (berhubungan) dengan ibunya selama ini. Ada yang bangga dengan ibunya. Ada yang kagum dengan ibunya. Ada yang benci dengan ibunya. Ada yang sakit hati dengan ibunya. Ada pula yang merasa bersalah dengan ibunya. Bahkan ada yang merasa berhutang budi pada ibunya dan menyesal karena belum bisa membahagiakan ibunya saat masih hidup di dunia. Tentu aneka perasaan itu sangat wajar dan manusiawi. Tinggal bagaimana perasaan dan pengalaman itu diolah, sehingga bisa menjadi berkat untuk hidupnya.
Terkait dengan relasi antara ibu dengan anak, ada sebuah dialog yang menarik antara saya dengan seorang umat. Pada suatu hari saya mendapat kiriman WhatsApp demikian, “Romo, maaf ya. Karena saya tidak suka dengan pertanyaan refleksi Percik Firman Jumat 8 September, saya mogok baca Percik Firman (ga cuma bis aja yang mogok). Mungkin seminggu…Mohon maaf sekali, Mo…” Lalu saya menanggapinya, “Hehehee…Berarti setan sukses dan berhasil menguasaimu, mbak…”
Mungkin Anda masih ingat apa pertanyaan refleksi saya dalam Percik Firman tanggal 8 September? Hari itu Gereja merayakan Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria. Waktu itu saya menawarkan dua pertanyaan: Apakah Anda mensyukuri kelahiran Anda melalui kedua orangtuamu? Percayakah Anda bahwa Allah bisa mengubah yang tidak sempurna dan yang rapuh dari diri Anda menjadi luar biasa?
Atas tanggapan saya di WhatsApps itu, dia pun membalas, “Gitu ya? Meski tetap baca renungan lain? Sulit, Mo. Waktu itu sedang bermasalah dengan ibu. Sampai saya mulai cari kerja di luar Jawa lagi. Impossible to answer the questions, Mo…Sorry…Romo silakan marah, tetapi saya lega sudah mengaku.” Dan sehari kemudian ia mengirim pesan, “Romo, Semalam saya bermimpi bertemu romo dan beberapa romo baru yang saya tidak kenal. Tidak tahu artinya apa tapi senengnyaaa… Oh ya, Romo, ibu sudah minta maaf pada saya.”
Dan beberapa hari kemudian, ia memberikan kabar gembira, “Mo, ibu saya ingin ikut ke GMKA (Gua Maria Kerep Ambarawa) kalau saya ke sana lagi. Hwaaa…Deg-degan, saya, Mo. Antara seneng dan deg-degan.” Saya pun menguatkannya, “Luar biasa kasih Tuhan. Rahmat-Nya datang tepat pada waktunya.”
Dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan bagaimana relasi Yesus dengan ibunya, Bunda Maria. Diceritakan, “Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: ‘Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau”. Lantas apa jawaban Yesus? Yesus menjawab, “Yang berbahagiaialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”
Ternyata jawaban Yesus tidak begitu enak didengar. Kalau hanya dilihat/dibaca sepintas saja, tampaknya Yesus tidak suka pada ibu-Nya. Yesus kurang ajar pada ibu-Nya. Yesus tidak menghargai ibu yang telah mengandung dan melahirkan-Nya. Dia tidak tahu berterima kasih terhadap ibu yang pernah merawat-Nya. Apakah memang demikian? Tentu saja tidak demikian.
Bila kita mengamati lebih cermat, di balik jawaban itu, Yesus justru memuji dan mengagumi Bunda Maria. Bagi Yesus, Maria bukan sekedar ibu yang melahirkan dan merawat-Nya saja, tetapi sekaligus sebagai pribadi yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya (melaksanakannya) dalam hidup sehari-hari. Maria dipuji oleh Yesus karena menjadi teladan orang beriman atas sabda Allah.
Pertanyaan refleksinya: Apakah Anda bangga dengan ibu Anda? Apakah Anda bangga dengan anak Anda? Apa yang akan Anda lakukan untuk membahagiakan ibu Anda? Selamat merenungkan.
Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)