Senin, 9 Oktober 2017
Pekan Biasa XXVII
Bacaan : Lukas 10:25-37
“Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?’ Jawab orang itu: ‘Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:36-37)
Saudari/a ku ytk.,
SUATU hari ada seorang mahasiswa mau berangkat ke kampusnya. Karena buru-buru dan kondisi kurang sehat, ia terjatuh saat mau ‘mengejar” kendaraan umum. Untung kendaran itu berhenti dan sang sopir masih mau membukakan pintu. Saat mau turun dari kendaraan, ia berjalan agak pincang karena kakinya sakit dan kepala pusing. Tak ada orang yang dikenalnya. Banyak orang lalu lalang tidak mempedulikan mahasiswa itu. Tiba-tiba ada dua orang suami-isteri menaruh peduli dan empati padanya.
Meski tidak kenal, mereka menyapa dengan penuh kasih dan menanyainya, “Bagaimana kondisimu, Nak? Apa perlu kami antar ke rumah sakit atau kami panggilkan mobil ambulance?” Jawabnya, “Tidak, pak, bu. Terima kasih. Saya tidak apa-apa.” Lalu kedua suami isteri itu memapah mahasiswa tadi ke tempat yang lebih nyaman. Untung ada kursi di sana. Ia didudukkan di kursi itu. Mereka bertanya sekali lagi, “Bagaimana keadaanmu, Nak? Kami panggilkan ambulance ya?” Dan dijawab tidak perlu. Setelah memastikan keadaan baik, suami isteri itu meninggalkan mahasiswa tadi.
Menolong dan peduli pada orang yang tidak dikenal. Suasana seperti itu juga yang terjadi dalam kisah Orang Samaria yang Murah Hati, yang diceritakan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Pesan Tuhan hari ini sangat jelas, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Pergi untuk apa? Pergi untuk melakukan perbuatan yang baik, pergi untuk menjadi sesama bagi yang lain, peduli pada orang lain meski tidak dikenal dan mengenal.
Pada zaman Yesus, jalan ke Yerikho sangat berbahaya. Pada abad pertama, jalan ke Yerikho terkenal sebagai jalan atau tempat yang paling berbahaya. Jaraknya cukup jauh, sekitar 17 mil (lebih dari 27 km) dari Yerusalem. Selain itu, sepanjang jalan adalah hutan belantara dan gua-gua, di mana orang jahat (perampok) dapat bersembunyi. Tidak ada perlindungan bagi siapa pun yang melewati jalan itu, tidak ada petugas keamanan di jalan pada saat itu. Gerombolan perampok tinggal di gua-gua tersebut dan siapa pun yang melewati jalan itu adalah sasaran empuk mereka, dan umumnya si korban ditinggalkan begitu saja dalam kondisi terluka parah.
Konteks geografis seperti inilah yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaannya untuk menggambarkan peristiwa perampokan dan bagaimana orang Samaria menunjukkan “perhatian”, kepeduliaan(care) terhadap si korban. Dalam pandangan Masyarakat Yahudi, orang-orang Samaria merupakan orang yang murtad, pengkhianat, dan mereka adalah musuh utama.
Mengapa? Sebenarnya, orang Samaria merupakan keturunan penduduk kerajaan utara yang ditaklukkan oleh Asyur sekitar 800 tahun sebelum Kristus. Pada waktu itu, ada kebijakan Asyur dalam hal kawin-mengawini, yaitu mereka mengirim para pemudanya (laki-laki dan perempuan) ke kerajaan utara untuk kawin dengan orang-orang di sana, dan terjadilah perkawinan campur itu. Itulah sebabnya orang selatan (orang Yahudi) menyebut mereka sebagai “peranakan”, orang yang darahnya telah kotor dan bukan lagi asli Yahudi. Maka, mereka dianggap pengkhianat dan pantas dibenci.
Ditegaskan dalam Injil tadi, Yesus bertanya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Di antara 3 orang yang lewat jalan tadi –Imam, Orang Lewi, dan Orang Samaria–, ternyata orang yang dianggap pengkhianat justru yang peduli dan menjadi sesama bagi orang yang dirampok. Iya khan?
Tuhan tidak butuh orang-orang yang hanya berdoa dan berkata “Ya Tuhan”, tetapi tidak mau melangkah, beraksi, atau bertindak secara nyata. Tuhan butuh tindakan nyata dari kita semua. Iman pada-Nya harus diwujudkan dalam tindakan nyata, peduli pada orang yang dijumpai. Kita dipanggil menjadi ‘cahaya’ (berkat) dalam kata sekaligus tindakan bagi sesama kita.
Pertanyaan refleksinya: Maukah Anda menjadi sesama bagi orang yang Anda jumpai meski tidak kenal? Apa niat Anda untuk menjadi sesama bagi orang lain? Selamat merenungkan.
Di Timur Tengah banyak buah kurma
Rasanya enak dan mahal harganya
Marilah kita berusaha menjadi sesama
Dalam hidup dan tindakan yang nyata.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)