Selasa, 8 Maret 2022
Bacaan Injil : Mat 6:7-15
“Dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah” (Mat 6:7)
Saudari/a ku ytk.,
SAAT merenungkan Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini, saya teringat akan acara Talk Show yang dipandu oleh Jaya Suprana. Dalam acara itu hadirlah Gus Dur sebagai narasumber.
Dengan gaya humor dan rileks, Gus Dur bercerita tentang obrolan antara tiga pemuka agama, yaitu seorang pendeta Hindu, seorang pastur Katolik, dan seorang kiai. Topiknya: Siapa yang paling dekat dengan Tuhan.
“Kami, dong,” kata pendeta Hindu. “Kok kalian bisa merasa paling dekat dengan Tuhan?” tanya si kiai.
“Lah, iya. Lihat saja, kami memanggil-Nya saja Om,” jawab yang ditanya, merujuk seruan religius Hindu: “Om, shanti, shanti Om”.
“Oh, kalau alasannya itu, sih, kami dong yang lebih dekat,” kata si pastur Katolik. “Lihat saja, kami memanggilnya ‘Bapa’. ‘Bapa’ kami yang ada di surga…”
Sang kiai diam saja. Lalu kedua teman bicaranya bertanya, “Kalau Pak Kiai, sedekat apa hubungannya dengan Tuhan?”
“Duh, boro-boro dekat,” jawabnya, “Memanggil-Nya aja dari menara, pakai toa, pengeras suara.”
Bacaan Injil hari ini mengisahkan bagaimana Yesus mengajari para murid berdoa. Yesus mengajari doa Bapa Kami. Doa adalah komunikasi dengan Allah untuk memuji, mengucap syukur dan mengajukan permohonan. Itulah sebabnya Yesus mengajar para murid-Nya agar doa dimulai dengan menyapa Allah sebagai Bapa.
Karena Yesuslah, kita boleh mengenal dan menyapa Allah sebagai Bapa. Kita adalah anak-anak Allah. Apa nggak hebat dan bangga kita ini? Yesus mengajak kita untuk memuji Allah, bersyukur dan baru memohon kepadaNya.
Doa yang Yesus ajarkan ini memberi perhatian, baik kepada kepentingan Allah maupun kepada kepentingan kita. Kepentingan Allah didahulukan bukan karena kepentingan kita tidak penting, tetapi justru supaya kita menyadari betapa besar kasih dan perhatian Allah Bapa kepada kita.
Tuhan Yesus mengajak kita untuk berdoa dengan tidak bertele-tele. “Dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah”, tegas Yesus.
Senada dengan ajakan Yesus itu, Santo Yohanes Maria Vianey juga pernah mengungkapkan: “Orang tidak perlu berbicara banyak untuk berdoa dengan baik. Kita tahu bahwa Yesus ada di sana di dalam tabernakel: Marilah membuka hati kepada-Nya, marilah bersukacita dalam kehadiranNya yang kudus. Itulah doa terbaik.”
Tak jarang saat di depan Sakramen Mahakudus atau tabernakel, kita sering hanya diam. Tak banyak bicara. Tanpa disadari kadang tiba-tiba keluar air mata, baik air mata syukur, gembira atau sedih.
Dengan hening dan berserah di hadapan Tuhan, muncul kelegaan dan kedamaian dalam hati. Mungkin belum ada jalan keluar atas pergulatan hidup saat itu juga, tetapi terasa ada kekuatan dan energi baru yang menguatkan untuk melangkah ke depan.
Ada seorang calon baptis yang sudah tua pernah bercerita. Ia bersemangat mengimani Yesus sebagai Juru Selamat. Dengan tekun ia ikut wulangan agama (pelajaran calon baptis) dan berusaha menghafalkan doa-doa pokok Katolik.
Secara khusus beliau sangat senang dengan doa Rama Kawula (Bapa Kami). Hatinya tersentuh menyapa Allah dengan sebutan Bapa. Setiap kali berdoa, ia mengucapkan doa Bapa Kami itu.
Pertanyaan Refleksinya, bagaimana hidup doa Anda akhir-akhir ini? Pergulatan apa yang perlu Anda sampaikan kepada Allah Bapa? Seberapa bangga Anda menjadi pengikut Kristus?
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari MeSRA (Mertoyudan Spiritual Rest Area). # Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)