Bacaan: Lukas 5:1-11
“Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: ‘Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5:8)
Saudari/a ku ytk.,
KALAU mencermati dinamika hidup menggereja di tengah umat, ada sesuatu yang menarik. Ketika periode pelayanan prodiakon dan pengurus lingkungan atau dewan paroki sudah berlangsung satu atau dua tahun, begitu mudah sebagian umat berkomentar agak ‘miring’ atau mudah menyalahkan prodiakon atau pengurus. Prodiakonnya kurang inilah, kurang itulah. Pengurusnya kurang inilah, kurang itulah. Komentarnya kadang pedas dan (maaf) ‘nyacatnya’ itu kadang tak kristiani. Bahkan sampai memecah belah umat dan dewan paroki. Menjadi kelompok oplosan…ehhh keliru ding… oposan (golongan oposisi)…hehehe…
Bulan-bulan ini di beberapa paroki di Keuskupan Agung Semarang sedang berlangsung proses pemilihan prodiakon dan pengurus lingkungan-dewan paroki di tingkat lingkungan. Apa yang terjadi? Ketika proses pemilihan prodiakon atau pengurus sedang berlangsung, tak sedikit umat menghindar dipilih dengan aneka alasan: merasa tidak pantas, sibuk, tidak ada waktu, belum bisa memberi contoh, masih banyak dosa, dan sederet litani menghindar yang lainnya. Orang tiba-tiba memilih menjadi sosok ‘jaya endha’, ‘sastra gedeg’, atau‘prawira muntir’. Apakah hal ini baik dan sehat? Silakan dijawab sendiri yaaa…hehehe…
Bacaan Injil hari ini mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus memanggil dan melibatkan orang-orang yang biasa dan sederhana untuk membantu karya pelayanan-Nya. Mereka adalah para nelayan di daerah pantai danau Genesaret-Galilea. Yang menarik adalah sikap Simon Petrus. Ketika Simon Petrus melihat banyaknya ikan yang ditangkap, ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Di sana ada kerendahan hati atau pengakuan diri sebagai orang yang tak berdaya, orang yang berdosa, dan orang yang lemah.
Tetapi jika Tuhan menghendaki, tak ada yang mustahil. Petrus dibentuk dan diubah Tuhan. Dari penjala ikan ia dan teman-temannya dipanggil dan diutus untuk menjadi penjala manusia. Kerapuhan dan kelemahan manusiawi dipersembahkan pada Tuhan. Tuhan pasti menyempurnakannya dalam perjalanan waktu. Pelayanan dilaksanakan tidak hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi selalu membuka diri akan campur tangan rahmat Allah. Dan Tuhan Yesus menegaskan, “Jangan takut!” Singkatnya, perlu ada kerja sama antara manusia dengan Allah.
Paus Fransiskus mengungkapkan dalam Evangelii Gaudium (Sukacita Injili), “Kita semua di dalam kapal yang sama dan mengarah ke pelabuhan yang sama! Marilah kita mohon rahmat untuk bersukacita dalam karunia-karunia masing-masing yang menjadi milik bagi semua” (EG. No. 99).
Pertanyaan refleksinya: Selama ini Anda lebih banyak menjadi bagian solusi ataukah pembuat masalah dalam hidup bersama dan menggereja? Bersediakah Anda –dalam kerapuhan dan keterbatasan– dilibatkan Tuhan dalam karya pelayanan-Nya saat ini? selamat merenungkan.
Pagi dan sore jalan raya macet parah
Rupanya ada banyak perbaikan
Meskipun kita rapuh dan lemah
Rahmat Tuhan menyempurnakan.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Roma.
Nb: Terima kasih kepada bapak ibu dan Anda semua yang telah menyediakan diri menjadi pengurus lingkungan, pengurus dewan paroki, dan aktifis Gereja. Semoga berkat Tuhan melimpah untuk Anda, pekerjaan, dan keluarga Anda di manapun.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)