Jumat Agung, 2 April 2021
Bacaan Injil: Yoh 18:1-19:42
Saudari/a ku ytk.,
HARI ini kita merayakan wafat Yesus di salib. Di berbagai paroki dan komunitas diadakan ibadat Jumat Agung untuk mengenangkan wafat Yesus tersebut. Karena situasi masih pandemi, perayaan Ibadat Jumat Agung dikemas lebih sederhana. Misalnya kisah sengsara (passio) tidak dinyanyikan dan tidak ada penciuman salib.
Passio berasal dari bahasa Latin “patior” yang artinya “sengsara”. Passio Yesus Kristus menunjuk pada sengsara yang diderita Kristus demi menebus umat manusia. Kisah ini berawal dari sakratul maut di Taman Getsemani hingga wafat-Nya di Bukit Golgota atau Kalvari. Meskipun tidak bersalah, Yesus dijatuhi hukuman mati dengan disalib.
Menurut Sejarawan Roma, Herodotus, hukuman salib berasal dari Babilonia dan melalui Persia dan Fenesia diterima oleh hukum Romawi. Dari sinilah tradisi hukuman salib diterapkan di Kekaisaran Romawi untuk menghukum para budak, penduduk setempat, dan penjahat kelas rendah demi menjaga stabilitas dan keamanan.
Flavius Yosephus melaporkan adanya banyak penyaliban di Roma menghabiskan banyak kayu untuk penyaliban. Penyaliban merupakan bentuk hukuman atau eksekusi yang paling kejam, paling keras dan paling buruk di antara tiga hukuman (dibakar, dipenggal kepala, dan disalibkan) di Romawi waktu itu.
Pada suatu hari ada seorang ibu prodiakon yang bertanya kepada saya. Beliau ditanyai seorang anak tentang apa jenis kayu yang digunakan untuk menyalibkan Tuhan Yesus? Beliau bingung. Lalu tanya ke saya. Saya pun coba cari-cari info. Dan akhirnya ada informasi seputar jenis kayu salib Yesus.
Dalam Injil Yohanes, dikisahkan demikian, “Sambil memikul salib-Nya, Yesus dibawa keluar kota, ke tempat yang bernama Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Di situ Yesus disalibkan, dan bersama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah”. Di sini tidak ada keterangan apa jenis kayu Salib Yesus.
Dari berbagai riset dan penelitian para ahli, ada berbagai pendapat terkait dengan jenis kayu yang dipakai untuk menyalibkan Tuhan Yesus di Bukit Golgota. Misalnya, William Ziehr, dalam La Croce, Stoccarda (1997), mengatakan bahwa salib Yesus terbuat dari kayu pohon zaitun (Olea europaea). Sebab dari empat fragmen kayu yang diyakini sebagai salib Yesus, salah satu di antaranya tersimpan di Katedral Notre Dame, Paris, setelah diteliti ternyata berasal dari pohon zaitun.
Ada jenis kayu lain yang juga diyakini sebagai salib Yesus. Ditemukan oleh Santa Helena (248–328), ibunda Kaisar Konstantin I (272–337). Setelah diteliti secara mikroskopik, salib yang ditemukan tahun 326 ini ternyata terbuat dari kayu cemara jenis pinus (Pinus halepensis).
Dari temuan arkeologis dan epistemologis diperkiraan salib Yesus terbuat dari kayu cemara (Cedar, Juniperus oxycedrus), yang berhabitat asli sekitar Laut Mediteranian. Ada pula pakar yang berkeyakinan bahwa salib Yesus terbuat dari cemara jenis Cypress (Cupressus sempervirens).
Penelitian kemudian dilakukan secara lebih serius. Spesimen salib kuno yang diteliti secara mikroskopis, kebanyakan terbuat dari kayu pinus. Ada dua jenis pinus yang banyak tumbuh di Israel. Pertama pinus turki (Pinus brutia), dan kedua pinus aleppo (Pinus halepensis). Dua jenis pinus ini tumbuh secara alami di sekitar Laut Mediteranian, baik di Eropa Selatan, Afrika Utara, maupun Timur Tengah, termasuk kawasan sekitar kota Yerusalem.
Secara logika penggunaan kayu pinus sebagai salib lebih masuk akal. Sebab pohon pinus tumbuh lurus, kayunya kuat, sehingga mudah dipotong serta dibentuk. Salib Yesus tidak mungkin terbuat dari kayu zaitun karena zaitun adalah pohon penghasil minyak, yang nilainya cukup tinggi. Tidak mungkin zaitun ditebang dan kayunya dibuat salib. Pohon zaitun juga tumbuh tidak lurus, terlalu pendek, dan sangat keras, hingga sulit dipotong, dan dibentuk dengan peralatan kuno.
Santo Beda, orang kudus dan doktor Gereja abad 7, menyatakan bahwa Salib Yesus terdiri dari empat jenis kayu, yaitu: Prasasti INRI dari Boxwood (titulus crucis), tiang vertikal salib dari Cemara, palang horizontal dari Cedar, dan bagian atas prasasti INRI dari Pinus (https://reliquiosamente.com/2015/03/10/di-che-legno-era-la-vera-croce/).
Dalam Anjuran Apostolik Evangelii Gaudium Paus Fransiskus mengungkapkan dengan sangat inspiratif terkait dengan ajakannya kepada kita zaman ini untuk memandang salib Yesus.
Bapa Suci mengatakan, ”Kita perlu berdiri (duduk) di hadapan-Nya dengan hati terbuka; membiarkan-Nya memandang kita;….Betapa baiknya duduk di hadapan salib atau berlutut di hadapan Sakramen Mahakudus, dan hadir begitu saja di hadapan-Nya! Betapa sangat indahnya ketika Dia kembali menyentuh hidup kita dan mendorong kita untuk membagikan kehidupan baru-Nya” (No. 264).
Salib menjadi tanda nyata kasih Allah pada manusia. Apakah selama ini Anda mempunyai kebiasaan duduk tenang untuk memandang salib Tuhan?
Marilah pada hari Jumat Agung ini secara khusus kita duduk tenang memandang salib Kristus di rumah atau kamar kita masing-masing.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr
NB : Mohon maaf PF agak panjang…??
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)