Jumat, 16 September 2022
- 1Kor. 15:12-20.
- Mzm. 17:1,6-7,8b,15.
- Luk. 8:1-3;
PEREMPUAN itu makhluk lemah, itu kesalahan yang sering kita dengar.
Perempuan adalah makhluk Tuhan yang menyimpan rasa kasih sayang dan sikap lemah lembut. Perasaan yang sensitif akan banyak hal, menjadi salah satu hal yang membuatnya peduli pada sekitarnya.
Meski begitu, hal ini tidak lantas bisa diartikan perempuan selalu lemah dalam kemampuannya.
Justru sikap itulah yang mampu meluluhkan banyak hal dan membuat seorang perempuan semakin hebat.
Di masa lalu serigkali kita hadapi perlakuan yang tidak sama bahkan cenderung diskriminatif terhadap kehadiran perempuan khususnya di dalam struktur sosial.
Namun kini, semua sudah berubah, perempauan bisa mengambil bagian dalam semua lini kehidupan bersama.
Perempuan kini tidak identik dengan kemanjaan namun begitu kuat dalam mengambil pekerjaan.
Perempuan semakin mandiri dan bekerja keras sehingga tidak menjadi beban di keluarga.
Demikian juga dalam hidup menggereja, para perempuan sejak awal Gereja ada telah menjadi saksi kebangkitan Kristus dan selalu hadir dan menyertai perjuangan Gereja.
Saat ini pun karya pelayanan dan kesaksian iman lebih banyak didominasi oleh para perempuan.
Suatu hari, saya bersama dengan salah satu pengurus lingkungan mengujungi keluarga yang anaknya mengambil keterbelakangan mental.
Waktu kami ke rumah itu, hanya ibu dan anaknya yang ada, sedangkan ayah dari anak itu sedang bekerja.
Dia bekerja sebagai penderes nira, bahan untuk membuat gula aren.
Kondisi rumah cukup sederhana, dan di salah satu dipan-tempat tidur, anak yang sakit itu berbaring dan ibunya mondar-mandir mengurusi rumah, mencuci dan memasak.
“Saya terima berkat Tuhan, untuk saya peluk ke mana-mana, hingga tidak mungkin saya bekerja jauh dari rumah,” kata ibu itu setelah mempersilahkan kami duduk.
“Sejak kelahiran anak kami ini, cara hidup kami harus berubah, anak kami menjadi pusat dan segalanya disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhannya,” lanjutnya.
“Kami menerima dengan penuh syukur dan tidak akan pernah protes kepada Tuhan.
Tuhan punya rencana istimewa untuk kami sekeluarga,” tegasnya.
“Anak ini adalah bukti cinta Tuhan kepada kami. Kami dulu memohon kepada Tuhan dan Tuhan mengabulkannya, maka sesulit apa pun akan tetap kami cintai, rawat dan jaga bersyukur,”lanjutnya.
“Saya mengurus anakku ini 100%, dari pagi hingga Kembali pagi dan seterusnya. Selain itu, saya membantu suami memasak nira hingga menjadi gula, kemudian esok paginya saya bawa ke pasar atau titip di toko-toko yang ada di dekat ini,” kisahnya.
“Rasanya waktu berjalan cepat setiap harinya, saya selalu mengusahakan yang terbaik bagi keluarga khususnya bagi anakku,” ujarnya.
“Kalau saya tidak mencintai dia dan merawat dia dengan sepenuh hati, mau siapa yang melakukannya?” katanya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah.
Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat,
Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.”
Injil adalah kabar baik bagi semua orang. Tidak peduli lapisan dan latar belakang sosial, Injil tetap akan memancarkan sukacitanya untuk merangkul setiap orang.
Juga untuk yang menderita dan berbeban berat , dan tersingkir.
Tak banyak memang kisah Alkitab yang mengangkat peran para perempuan. Namun hari ini kita membaca satu bagian yang mencatat bahwa beberapa perempuan membantu pelayanan Yesus.
Memang akan lebih mudah rasanya membayangkan rombongan yang melakukan perjalanan bersama para perempuan. Sebab, ada banyak hal yang mungkin tak terpikir dan tak terurus oleh para pria, akan terbantu oleh pelayanan para perempuan.
Namun yang lebih indah di sini adalah alasan mengapa para perempuan ini begitu rindu mengikut dan melayani Tuhan, yakni karena mereka telah mengalami jamahan- Nya-disembuhkan dari penyakit jasmani, atau rohani.
Kini gereja tak lagi membatasi para perempuan untuk ikut melayani. Tuhan memberi hikmat dan kelengkapan yang sama kepada para pria dan perempuan yang mau melayani Tuhan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau dan rela bekerja sama dengan para perempuan?
Selalu semangat…. ?