“Mirisnya, peningkatan kebutuhan hidup itu justru tidak sebanding dengan pertambahan pendapatan keluarga,” katanya di Padang, Minggu.
Menurut dia, secara konseptual dalam kehidupan rumah tangga yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keuangan adalah suami, namun faktanya banyak suami justru tidak secara penuh memberikan nafkah materi.
Konsekuensinya, perempuan akan terus mengalami kehidupan yang semakin sulit dan akan bertambah parah lagi jika kaum ibu tersebut dicerai hidup oleh suami.
“Beban keuangan untuk membesarkan anak otomatis menjadi tanggung jawab perempuan. Banyak laki-laki yang meninggalkan isterinya kemudian sibuk dengan rumah tangga baru dan mengabaikan anak-anak mereka,” katanya.
Menurut dia, idealnya seorang suami menempatkan isterinya diam di rumah tetapi persoalan lainnya adalah faktor alam yang lebih memaksa agar perempuan turut memenuhi kebutuhan hidup.
Naifnya, katanya lagi, ketika mendengar anak menangis meminta jajan, bagaimana pun ibu harus bekerja membanting tulang mencari uang.
Kondisi lainnya di desa, banyak kaum ibu justru tidak menuntut pemenuhan keuangan dari suami mereka yang bekerja sebagai buruh tani karena pendapatan yang minim.
“Dengan pendapatan minim kaum ibu di desa terpaksa menerima apa adanya pendapatan dari suami. Dampaknya, perempuan harus pintar mengatur keuangan keluarga,” ujarnya.
Pada bagian lain, katanya, data BPS menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kaum perempuan di Tanah Air masih lebih rendah dibanding kaum laki-laki, sehingga turut mempengaruhi meningkatnya persoalan kemiskinan yang terus membelenggu perempuan.
Pemerintah harus benahi
Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu terus menggencarkan upaya pembenahan persoalan kemiskinan dan memberdayakan perempuan dalam mengenyam pendidikan.
Seluruh program tersebut sudah merupakan bagian dari target “millenium develompent goals (MDGs) yang telah menjadi program utama pemerintah, katanya.