Home BERITA Peringatan 100 Tahun MSC di Sulawesi: Merayakan Ulang Tahun Tarekat di Tanah...

Peringatan 100 Tahun MSC di Sulawesi: Merayakan Ulang Tahun Tarekat di Tanah Misi

0
Pater Jules Chevalier - Pendiri Tarekat Imam MSC

DUA tahun setelah kehadiran tiga MSC di Tomohon, tanggal 8 Desember 1922 dirayakan HUT Tarekat MSC yang didirikan oleh P. Jules Chevalier di Issoudun, Perancis tahun 1854 itu telah berusia 68 tahun.

Mgr. Gerard Vesters memberikan laporan tentang perayaan hari ulang tahun MSC tanggal 8 Desember 1922 Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda itu sbb:

“Tanggal 8 Desember 1922 adalah pesta besar untuk Kongregasi MSC karena hari itu adalah hari berdirinya dan pesta besar juga untuk Misi, karena hari itu adalah pesta mulia Santa Maria pelindung Sulawesi. Dari sebab itu kami mau merayakannya secara mulia.

Maka pada tanggal 7 Desember pukul 15.00 petang, para penunggang kuda dan orang-orang bersepeda hias sudah menunggu di ujung kampung Sarongsong yang berjarak dua kilometer dari Tomohon.

Tetapi pada pukul 16.00, Pastor Spelz, saya dan penghantar dalam keadaan hujan lebat berangkat sambil berkuda dari desa Pangolombian –sebelah tenggara kota Tomohon– di mana pagi harinya kami mempersembahkan misa.

Dalam keadaan basah kuyup kami tiba di ujung kampung, tetapi tidak ada waktu untuk berpikir, sebab sudah terdengar ledakan bunga api dan teriakan “Tarian Kabasaran”.

Sesudah penyambutan yang pertama dalam Bahasa Melayu rombongan berjalan terus, satu perarakan yang panjang yang terdiri dari kelompok berkuda yang berpakaian mentereng, sepeda-sepeda berhias dan ratusan orang dengan bendera dan panji, didahului oleh kelompok musik. Jarak dua kilometer kami tempuh selama satu jam.

Lagu-lagu dalam Bahasa Tombulu dengan atraksi-atraksi yang cocok silih berganti dengan musik dan lagu-lagu rohani dan duniawi.

Di depan pastoran dipertunjukan lagi pertunjukan yang aneh yaitu bagaimana orang Alifuru (nama untuk agama asli setempat) berperang disertai lagu pertunjukan yang menimbulkan semangat berperang.

Pertunjukan itu adalah sebuah tarian adat yang disebut “tarian kabasaran”.

Perhiasan halaman gereja dan pastoran indah sekali. Sangat mengherankan bahwa para penduduk asli dapat merangkai barang-barang kesenian dengan bambu.

Pada malam hari diadakan Salve Agung dan banyak orang yang hadir mengikutinya.

Pada hari berikutnya sudah hadir dalam gereja sekitar seribu orang. Itu adalah pemandangan yang indah dan jarang sekali terjadi.

Pada pukul 08.00 mulai misa pontifikal dan gereja Tomohon sangat cocok untuknya. Dapat dimengerti bahwa perhatian sangat besar, tetapi juga penghormatan tidak kurang besar.

Semua pastor di Minahasa hadir, kecuali dua orang, yaitu yang melayani Manado dan Woloan.

Pada waktu misa kira-kira ada 500 orang menyambut, yang sampai sekarang tidak pernah sampai sebanyak itu.

Hal ini sangat memuaskan Prefek Apostolik dan juga Pastor Klemann yang begitu banyak berusaha, supaya pesta ini dapat terlaksana dengan baik.

Sesudah misa, Prefek Apostolik berbicara tentang dua pesta, yaitu Pesta St. Maria sebagai pelindung Sulawesi dan pesta krisma, dan sesudah itu ia memberikan Sakramen Krisma kepada 200 orang.

Suatu pemandangan mulia dalam suatu gereja yang luas dan terhias bagus. Dan betapa kita harus berdoa sungguh, supaya Roh Kudus menerangi dan menguatkan hati banyak orang muda untuk bersaksi dengan perbuatan sebagai orang kristen.

Segala acara perayaan itu baru berakhir pukul 23.00. Tetapi bagi kami belum waktunya untuk istirahat tidur. Sudah barang tentu penyambutan yang resmi dengan berbagai kelengkapan.

Tomohon terbagi atas beberapa kampung dan masing-masing kampung mau menyatakan kegembiraan dan terima kasih mereka. Itu adalah pernyataan hormat yang besar.

Tomohon adalah paroki kami yang terbesar dan tertua sehingga pantas juga dihormati dan pesta itu akan cukup lama dikenang.

Semoga ini juga membantu dalam hidup keagamaan dan lebih rajin melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.”

Pada tahun 1922 ini perlu dicatat pula kedatangan dua imam yaitu P. Henri Peeters MSC dan P. Martinus Stigter MSC.

P. Martin Stigter MSC lebih kita kenal karena ia menulis Sejarah Gereja Katolik di Sulawesi Utara.

Ia meninggal di Rumah Sakit Gunung Maria Tomohon pada tanggal 6 Pebruari 1983 dalam usia 86 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Seminari Kakaskasen.

Kalau mereka tiba di Manado pada tahun 1922 berarti Pastor Stigter berkarya di Sulawesi selama 61 tahun.

Sedangkan P. Henri Peeters MSC meninggal di Jakarta pada tanggal 3 April 1939 dalam usia 47 tahun, makamnya ada di pemakaman Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah.

P. H Peeters MSC hanya sempat berkarya di Indonesia selama 17 tahun saja, yaitu sejak usia 30 tahun ketika ia datang ke Indonesia pada tahun 1922. Kedatangan mereka berdua adalah kelompok ke-4 dan sampai tahun 1922 jumlah para MSC di Sulawesi ada 9 imam dan 3 bruder.

Pada tahun 1921 dan 1922 sudah tiba beberapa imam dan bruder MSC dari Belanda dan Jerman yaitu:

  • P. Henricus Croonen.
  • Humbert Kapell.
  • Heinrich Humburg.
  • Johannes Spelz.
  • M. Domsdorff.
  • Br. Mulder.
  • Br. van der Linden.
  • Br. Christ Frederiks.

Jumlah imam dan bruder misionaris MSC pada perayaan tahun 1922 itu sudah ada 11 orang.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version