BAPERAN- BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 27 September 2021.
Tema: Sukacita kasih.
- Za. 8: 1-8.
- Luk. 9: 46-50.
RASA belas kasih yang muncul dari keprihatinan pasti berasal dari Roh Kebaikan.
Melihat penderitaan sesama dan lalu berupaya meringankan beban mereka. Gerak batin ini pasti berasal dari Allah sendiri.
Mendengar suara hati yang dalam kelembutan kasih menyapa merupakan sebuah tindak yang terberkati.
Kegembiraan dan kerelaan ingin dan mau berbagi ini merupakan bibit Roh Baik yang tumbuh subur di hati orang.
Itulah perasaan dan keyakinanku, setelah benar-benar mengalami sesuatu yang mengharukan. Juga tak terduga sama sekali. Terjadi di depan mata sendiri.
Nabi Zakaria mewartakan rancangan kasih Yahwe, “Akan ada lagi kakek-kakek dan nenek-nenek duduk di jalan-jalan Yerusalem, masing-masing memegang tongkat karena lanjut usianya.
Dan jalan-jalan kota itu akan penuh dengan anak laki-laki dan anak perempuan yang bermain-main di situ. Mereka akan menjadi umat-Ku dan aku akan menjadi Allah mereka dalam kesetiaan dan kebenaran.”, ay 4-5, 8b.
Penuhi permintaan almarhumah ibu
Usai rampung merayakan Ekaristi bersama umat stasi, gembala komunitas Paroki Maria Bintang Laut di Eretan di Jalur Pantura Jawa minta waktu sebentar kepada segenap umat. Untuk boleh mengadakan “rapat” dadakan.
“Silakan bapak mengungkapkan apa yang ingin diutarakan kepada segenap umat stasi,” kataku santun.
Saya lalu melirik seorang bapak dengan posisi duduk yang merendahkan diri dan sopan.
Saya dapat merasakan kegembiraan batin dari matanya. Sambil tersenyum berkata:
“Romo dan bapak-ibu, semoga berkenan mendengarkan. Almarhumah Mama pernah berkata kepada saya demikian.
Kalau kamu punya rezeki, Mama minta kamu agar mau bantulah Gereja. Mama prihatin dengan orang-orang tua yang lokasi rumahnya jauh dari gereja stasi. Mereka sangat setia dan selalu berusaha bisa menghadiri misa di gereja stasi,” kisahnya dimulai di sini.
“Kami lalu menyerahkan BPKB mobil untuk memungkinkan umat yang sudah berumur bisa datang untuk berdoa bersama di kapel stasi,” lanjutnya.
“Duh kaget benar hati saya. Sungguh terharu. Saya tidak bisa berkata apa pun. Hati saya gembira. Terimakasih, Koko,” kataku penuh haru.
“Iya Romo. Kami sudah lama menabung untuk keperluan ini. Kami sekeluarga lalu mengusahakan kendaraan ini. Kami ingat pesan almarhum Mama agar sekali waktu bisa beri kendaraan untuk antar jemput umat ke gereja,” katanya penuh kesantunan.
Sang isteri yang duduk di sampingnya ikut menyela.
“Iya Romo, hidup kami sudah sangat terberkati. Usaha kami juga selalu diperlancar. Terlebih di asa-masa pandemi Covid-19 ini, Tuhan selalu tetap campur tangan dan menyertai.
Memang almarhumah Mama pernah mengatakan kisah lama itu. Kami, kata Mama waktu itu, juga melihat sendiri bagaimana perjuangan ibu-ibu yang sudah berumur sepuh tapi tetap bersemangat ingin pergi menghadiri misa mingguan di gereja stasi.
Karena jarak rumah dan gereja sangat jauh, sudah barang tentu mereka itu lebih dari satu kali harus naik turun gonta-ganti masuk keluar angkutan umum,” kata sang isterinya menambahi kisah mertuanya yang punya “hati” untuk sesama.
Ungkapan berbagi
“Boleh ngak saya ingin tahu. Kegembiraan hati macam apa yang telah dialami?” kataku super kepo.
“Nggak ada yang sangat istimewa kok, Romo. Kami hanya ingin berbagi. Kebetulan kami mempunyai rezeki,” timpa sang bapak.
“Kami hanya ingin memperlancarkan umat yang mau datang ke gereja, tetapi kesulitan fasilitas.
Kami sekeluarga percaya, ketika kita semua datang dan berhimpun di dalam gereja, lalu berdoa bersama merayakan Ekaristi, maka itulah menjadi sebuah penghiburan dan kekuatan hidup.
Kami ingin di gereja kami yang kecil ini selalu terjadi suasana umat yang rukun. Juga semakin banyak umat -terutama yang sepuh-sepuh itu- datang ke gereja stasi untuk berdoa.
Sungguh menyenangkan, kalau umat datang dengan gembira. Lalu, tidak ada seorang pun yang tidak dapat datang ke gereja, hanya karena halangan transportasi.
Kami juga bahagia, dipercaya Tuhan untuk berbagi sesuatu. Tuhan telah memberkati keluarga kami. Juga memperlancar usaha kami.
Ini merupakan ungkapan syukur dan terimakasih kami kepada Tuhan yang telah memberkati keluarga,” jelas mereka berdua.
Saya hanya bisa terdiam. Ikut terpaku mendengar pernyataan-pernyataan mereka yang sederhana. Ungkapkan perjalanan permenungan hati yang tulus. Alam pikir yang juga sederhana.
Sentuhan Roh
Suasana pembicaraan terasa penuh kehangatan dan persaudaraan.
Bahkan saya merasakan perjumpaan dalam kuasa Roh yang membangkitkan kegembiraan melayani dan gairah berbagi; bersekutu di dalam nama Tuhan; berhimpun dalam doa dan Ekaristi bersama.
Saya pribadi sebagai imam baru di wilayah pastoran di jalur Pantura Jawa ini sugguh ikut merasakan kepedulian yang luar biasa.
Harus dikatakan, saya tidak membangga-banggakan mereka karena perbuatan mereka. Tapi saya dapat membaca kasih Allah yang mereka terima.
Saya dapat merasakan sentuhan Roh Kudus dalam diri mereka. Saya mengamini penyertaan Tuhan dalam hidup dan usaha mereka.
Terpujilah Tuhan
Hari Minggu tanggal 26 September 2021 kemarin, saya mengalami sendiri sebuah kesaksian iman dan persaudaraan yang hidup.
Terhadap pertengkaran di antara murid, Yesus mengambil seorang anak kecil -lambang pelayanan- dan kemudian menempatkannya di samping-Nya.
“Yang menyambut anak ini dalam Nama-Ku, ia menyambut Aku dan DIA yang mengutus Aku.” ay 48.
Tuhan, ajari dan mampukan aku untuk lebih bersyukur. Amin.