BROTOWALI salah satu bahan alam yang memberi solusi kesehatan bagi masyarakat. Bagi orang yang suka dengan dunia jamu, pastinya tahu. Bahkan untuk rasa pun, juga telah paham. Si pahit yang mujarab ini tidak hanya mampu mengobati sakit. Tetapi hal psikis pun dapat ia perbaiki.
Brotowali memilik rasa khas yang tajam. Menambahakan irisan sedikit pada air putih hangat saja sudah memberi berjuta rasa dan kenangan. Tak hanya air yang menjadi pahit, tetapi juga kenangan saat minum pun menjadi pahit.
***
Jadwal pagi hari itu, belajar tentang Kitab Suci. Bersama seorang pastor. Kami bersembilan Novis. Dan beliau sama-sama berusia muda dan senang humor. Beradu argumen tentang Kitab Suci tidak menjadi berat atau melelahkan, namun justru menyenangkan.
Salah satu jadwal yang kami suka adalah pelajaran karena belajar bersama para pastor dan seorang ibu. Pastinya ada wajah lain yang kami lihat, selain wajah kami bersembilan ditambah satu Suster Magistra.
Sebelum mata kuliah Liturgi dimulai, Novis bagian dapur menyiapkan snack untuk kami makan setelah belajar. Usai belajar, kami mengajak, pastor minum bersama.
Minum bersama ini maksudnya minum dan makan snack ringan sesuai dengan apa yang sudah disiapkan Novis. Puding sudah disiapkan. Dan orang yang pertama kali mengambil adalah pastor, selanjutnya Suster Magistra dan terakhir para Novis.
Sambil berbagi kisah, pastor menikmati puding itu dan kami serius memperhatikan apa yang beliau sampaikan tanpa makan puding.
Pastor langsung pulang, karena masih ada jadwal mengajar di seminari. Kami lanjut makan pudding dan protes dengan rasa pudding yang super pahit.
Tertawa ngakak setelah tahu kalau panci yang dipakai untuk buat pudding, dipakai merebus brotowali sebelumnya. Pada pertemuan berikutnya, Novis konfirmasi dengan pastor tentang rasa pahit pada pudding dan minta maaf karenanya.
Pastor tidak marah atau kecewa justru tertawa terbahak-bahak. Kecemasan dan rasa takut tentang tanggapan pastor berganti gelak tawa.
***
Kenangan pahit saat makan pudding brotowali menghilang dengan kesediaan pikiran dan hati untuk menerima peristiwa itu dan memaknainya bukan dengan kemarahan. Banyak peristiwa dan hal yang menyakitkan yang dialami setiap orang, selain minum atau makan pudding brotowali.
Tidak ada orang yang tidak mengalami pengalaman pahit. Ada beragam respon yang terjadi saat kepahitan itu datang. Kepahitan menjadi kemanisan ada ditangan setiap pribadi untuk mengubahnya.
Tertulis dalam Konstitusi Bagian Direktorium 35.2 menyatakan sebagai berikut:
“Segala perubahan kearah yang baik hendaknya dimulai dari diri sendiri, kemudian kita pancarkan kepada sesama.
Pancaran kebaikan kepada sesame ini menjadi investasi kehidupan dan penyubur persaudaraan.”
Bab II Persekutuan Kita 31.
“Persaudaraan yang tulus. Persekutuan kita hendaklah tumbuh dalam saling menerima dengan kasih persaudaraan yang tulus.
Persaudaraan yang tulus ditandai dengan adanya sikap tidak membeda-bedakan suku atau ras dalam berkomunitas.”
“Karena tidak ada orang yang memilih untuk dilahirkan dalam suku atau ras tertentu. Kerukunan persudaraan diutamakan seperti tertuang dalam Regula I.1”
Puding rasa brotowali menjadi kenangan bagi para Novis yang kini telah menjalani masa kaul kekal beberapa tahun. Bukan tentang rasa puding yang super istimewa tetapi kenangan peristiwa yang menjadi super istimewa menjadi sarana perekat persaudaraan. Bukan berarti gagal move on juga sih.
Maknanya tidak bisa ditinggalkan. Mungkin puding rasa brotowali baru kali ini terjadi.
Pudding rasa brotowali mendorong para novis yang masih banyak belajar tentang hidup membiara untuk move on.
Merubah kepahitan menjadi kemanisan. Kegagalan mempersiapkan snack menjadi ketelitian memasak snack dan masakan lainnya.
Keberanian dan keuletan merubah diri menjadi baik diperlukan hati yang rendah hati. Rendah hati untuk menerima bimbingan dan masukan.
Rendah hati mengakui kesalahan dan kekurangan diri.
In Deum.