Sabtu, 05 Juni 2021
Tob.12:1.5-15.20;
Mrk.12:38-44.
PADA tahun 2009, saya mampir ke rumahnya seorang sahabat yang saat itu tinggal satu komunitas denganku.
Saya disambut dengan sangat hangat oleh keluarganya.
Pada waktu makan, saya mendengar aneka cerita. Bagaimana sahabatku dulu waktu kecil. Yang tentu saja diwarnai dengan ceritera yang lucu tentang kenakalannya sebagai anak kecil.
Salah satu saudara sahabatku itu terlihat punya kelambanan mental. Sepanjang makan hanya diam. Mamun memperhatikan omongan kami dan sesekali tersenyum. Dan baru menjawab jika disapa dan ditanya.
Setelah makan, mereka mengajakku ke kebun belakang dan menunjukkan kandang ayam yang menjadi milik saudara yang punya kelambanan tadi.
“Dia memelihara ayam untuk mendukung karya saudaranya yang menjadi romo. Setiap bulan separuh dari hasil penjualan telor disimpan dan dikirim kepada saudaranya yang menjadi romo untuk mendukung karyanya,” kata kakak tertua yang ikut ke kebun.
“Luar biasa, terima kasihsekali,” kataku terharu.
“Dia lakukan ini sejak saudaranya ditahbiskan, tidak ada yang menyuruhnya, dia buat dan berusaha sendiri,” kata kakaknya.
“Oleh saudaranya yang menjadi romo, uang penjualan telor itu digunakan untuk membantu bea siswa anak-anak yang kurang mampu,” kata kakaknya lagi.
“Sudah 15 tahun lebih kalau begitu,” sahutku.
“Iya,” jawabnya.
Persembahan hati itu melampaui keterbatasan yang kita miliki.
Tidak bicara soal nominal tetapi kemurahan hati dan keiklasan.
Persembahan dari saudara sahabatku yang memiliki keterbatasan tadi merupakan pernyataan kasih dan syukurnya secara pribadi kepada Tuhan.
Melalui persembahannya, saudara sahabatku itu telah memuliakan nama Tuhan.
Dengan persembahannya itu, dia telah menjadikan dirinya penyalur kasih Tuhan kepada sesama manusia.
Seperti janda yang miskin yang memberi persembahan sepenuh hati, bahkan memberikan semua yang dia miliki.
Demikian juga saudara sahabatku yang punya kekurangan dalam dirinya, telah mempersembahkan hasih karyanya dari yang dia mampu lakukan dengan hati gembira, tanpa memperhitungkan balasan untuk dirinya sendiri.
Apakah aku juga mau mempersembahkan sesuatu yang berharga dari diriku sendiri bagi Tuhan melalui sesama?