JANGAN lagi terlena oleh “kisah” lama. Yang “berhak” menyucikan dunia itu hanya kaum klerus. Alias mereka saja yang berjubah dan tertahbis menjadi imam.
Kaum awam pun punya peran sama. Namun beda ranah kiprahnya.
Kalau yang berjubah dan tertahbis, ranahnya di altar dan layanan pastoral-sakramental. Maka kaum awam malah punya ranah layanan lebih beragam dan juga lebih luas.
Cara menuju kesucian hidup dan kesempurnaan itu bisa ditempuh melalui cara hidup. Atau, jalan hidup.
“Nah, itulah yang mau kita sebut sebagai Kerasulan Awam,” papar Ketua KWI Ignatius Kardinal Suharyo dalam misa pembukaan Pertemuan Nasional Komisi Kerawam KWI di Jakarta yang dimulai hari Selasa petang tanggal 14 Juni 2022 ini.
Misa konselebrasi itu dilakukan Kardinal Suharyo bersama Ketua Komisi Kerawam KWI Mgr. Sensi Potokota (Keuskupan Agung Ende di Flores, NTT) dan Sekretaris Eksekutif Komisi Kerawam KWI Romo Hans Jeharut Pr – imam diosesan Keuskupan Pangkalpinang.
Dua cara hidup
Jalan menuju kesucian dan kesempurnaan hidup kaum awam itu, demikian Kardinal Suharyo mengutip ajaran Paus Fransiskus, dapat dicapai dengan dua “cara hidup”. Yakni:
- Hidup berkeluarga.
- Tertib menekuni profesi.
Warga terbanyak di dalam Gereja
Hirarki -terutama para imam- jangan pernah memandang sebelah mata peran penting kaum awam. Mereka itu jangan pernah dianggap remeh.
“Karena justru kaum awam inilah yang merupakan jumlah ‘warga’ terbesar dan terbanyak di dalam Gereja Katolik,” ungkap Kardinal.
Di mana-mana ada kaum awam. Di situ pula, setiap orang bisa berkiprah sesuai ranah kerja dan profesinya. Mereka masing-masing bisa terlibat dengan karya misi pewartaan Gereja di segala bidang profesi dan jenis pekerjaan yang mereka tekuni sehari-hari.
Itulah medan karya yang perlu semakin dimasuki oleh kaum awam. Dari semua profesi dan jenis kerja yang sehari-hari dilakukan oleh kaum awam.
Gagasan penting ini disampaikan Ketua KWI Kardinal Suharyo saat misa pembukaan Pertemuan Nasional Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) KWI yang hari-hari ini berlangsung di Pusat Pastoral KAJ, Klender, Jakarta Timur, sampai hari Jumat siang tanggal 17 Juni mendatang.
Bekerja bukan semata hanya untuk mencari nafkah
Menurut Paus Fransiskus, demikian homili Ketua KWI Ignatius Kardinal Suharyo, menekuni karier profesional secara baik dan tertib di mana pun itu sudah merupakan kontribusi penting bagi masyarakat.
Umat Katolik di mana pun berada dan menurut profesi apa pun diajak untuk berkontribusi bagi pembangunan masyarakat. Sesuai dengan profesi dan lapangan kerja yang mereka tekuni sehari-hari.
“Karena, bekerja itu bukan hanya sekadar urusan kegiatan mencari nafkah semata. Melainkan juga kesempatan untuk aktualisasi diri. Demi membangun masyarakat agar menjadi semakin lebih baik,” kata Kardinal Suharyo.
Jalan ketiga adalah pelayanan
Kalau para imam bersama hirarki Gereja kiranya bertugas dalam layanan bidang pengajaran iman dan moral semata, maka bidang layanan kaum awam justru makin lebar dan luas.
Ada di mana-mana. Bidang ekonomi, keilmuan, budaya, energi, keamanan dan tata tertib sosial, penegakan hukum sipil, arsitektur, pembangunan sarana kehidupan, tatanan sosial, dan masih banyak lagi.
Sangat banyak dan jauh lebih beragam dibanding hanya kisaran “altar” saja yang bisa dilakukan oleh para klerus tertahbis.
“Kalau bapak-ibu sekarang sangat aktif di bidang Kerasulan Awam, maka di situlah Anda merasa diutus untuk melakukan sesuatu yang baik. Itulah pengutusan bapak-ibu semua,” ungkap Kardinal.
Penunjuk arah, demi tatanan sosial masyarakat yang lebih baik
- Kalau para klerus -hirarki- wilayah pengutusannya sangat spesifik yakni hanya pelayanan kepemimpinan umat di dalam bidang pengajaran dan yakni bidang iman dan moral. “Ya hanya sebatas itu saja (tugas hirarki),” kata Kardinal.
- Sementara, kaum religius punya tugas kerasulan menjadi penunjuk (arah) jalan. “Bahwa hidup ini mestinya dimengerti tidak hanya melulu melakoni hidup dan bekerja “apa adanya”, tapi “mengarah ke ‘atas sana’ yakni dalam upaya bersatu dengan Allah sendiri,” ungkap Kardinal.
- Kaum awam wilayah pelayanan sangat-sangat luas. “Antara lain upaya bersama untuk semakin mampu menyucikan dunia ekonomi,” kata Kardinal sembari memberi ilustrasi Bapa Suci pernah menggelar pertemuan dengan para ekonom Katolik sedunia di Assisi, Italia, untuk mencari model tata kelola ekonomi agar semakin manusiawi.
Juga kaum awam yang terlibat di dalam bidang politik. Politik itu kadang membuat pusing, karena hanya mengejar kekuasaan.
“Semestinya orang itu kalau merebut kekuasaan ya harus melalui jalur politik demi upaya mengupayakan kemakmuran bersama. Bukan menggunakan konsep “tritunggal yang tidak mahakudus” yakni kekuasaan, uang, dan gengsi. Yang direbut secara tidak etis dengan merusak tatanan sosial yang sudah ada,” kata Kardinal.
Itulah panggilan kita. Yakni sebagai awam, bergiat menyampaikan suara kenabian di dalam masyarakat. (Berlanjut)