ACARA PKKI ke-XI pada hari kedua berisi prospektus, sharing regio, diskusi. Prospektif oleh Sekretaris Komkat KWI. Tujuan penyelenggaraan PKKI: membantu KWI dalam hal katekese, sharing antar regio, masukan dari narasumber, dan membuat rekomendasi.
Ada 10 buku hasil PKKI selama ini. Semoga PKKI ke-XI ini juga menghasilkan dokumen hidup.
Baca juga: Pertemuan Penggiat Katekese Antar Keuskupan se Indonesia (PKKI) XI di Makassar (1)
Dua hal yang diolah adalah katekese umat dan keluarga.
Acara diselingi dengan diskusi, pentas budaya lintas budaya nasional, misa penutupan di Katedral Makassar.
Sesudah misa dan sarapan, peserta PKKI diajak belajar bersama atas tiga masalah yakni katekese umat, sarana digital dan budaya digital yang menyangkut cara pikir, cara rasa dan cara bertindak, dan soal sasaran katekese yakni keluarga.
Beberapa pokok pembicaraan
- Katekese umat pada dirinya kurang diminati, kecuali digabung dengan acara lain. Katekese umat harus bisa berdaya mengubah peserta. Jika tidak, katekese akan ditinggalkan.
- Penggunaan sarana dan budaya digital perlu disikapi secara berbeda. Penggunaan WA FB BBM dan semacamnya itu sangat dipengaruhi oleh relasi personal. Mari bertindak dari relasi ini untuk berkatekese.
- Keluarga sebagai focus dan locus pembinaan iman. Antar orangtua dan anak bisa saling memberikan katekese.
- Katekese harus berani membuat orang menafsir.
Acara lanjut doa dan makan siang.
Sejak pukul 16.30 WITA di Makassar, setelah minum, kami diajak oleh Romo Manfred Habur Agustinus untuk merefleksikan tema: ‘Katekese umat antara isi ajaran dan kebermaknaan’. Kedua model ini menuju pada yang sama yakni perjumpaan dengan Kristus yang mengubah hidup manusia dalam pertobatan.
Ada satu pernyataan Paus Fransiskus yang menarik bagiku dan itu mencerminkan hidup kita manusia: “Manusia membutuhkan pengetahuan, membutuhkan kebenaran, karenanya tanpanya dia tidak nyaman dan tidak dapat berkembang. Iman tanpa kebenaran tidak menyelamatkan, tidak memberi kepastian kepada ziarah hidup manusia.”
“Iman itu hanya akan menjadi dongeng yang indah, projeksi dari keinginan kita tentang kesenangan, sesuatu yang memberikan ketenangan palsu. Di sini iman direduksi menjadi sekedar perasaan indah yang menghibur dan menghangatkan, namun hanya sebentar dan terbatas dalam gerak waktu, tidak bertahan dan tidak mampu berkanjang dalam seluruh ziarah hidup manusia.”
Setelah Romo Manfred memaparkan makalahnya dan itu langsung disambung tanya jawab informatif dan berlanjut dengan makan malam. Setelah makan malam, Romo C. Putranta SJ sebagai moderator mengajak peserta untuk mendalami materi yang disampaikan Romo Manfred.
Pendalaman meliputi model katekese, locus dan focus katekese.
Beberapa model katekese
- Model katekese kerugmatis menekankan pengumuman atau mengproklamirkan Yesus Kristus sebagai jalan kehidupan. Katekese doktrinal menekankan pada isi iman.
- Katekese antropologis bertolak dari pengalaman manusiawi. Katekese ini bisa dibedakan dari eksperiensial dan politis.
- Katekese komuniter menekankan pada lewel kehadiran dan kebersatuan.
Manakah model katekese yang bisa menjawab tantangan zaman ini? Kita perlu sadar bahwa setiap model pendekatan mempunyai kekuatan dan kelemahan. Setiap model saling melengkapi. Mari gunakan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Locus dan focus katekese
Di dalam Gereja ada berbagai komisi. Di beberapa keuskupan disinyalir Komkat seolah mengurusi banyak masalah pastoral gerejawi.
Soal keluarga menjadi wewenang Komisi keluarga. Masalah digital menjadi wewenang Komisi Komsos. Beberapa keuskupan sudah mengembangkan kerjasama lintas komisi dalam menggarap materi katekese tentang tema tertentu.
Rasanya Keuskupan Purwokerto sudah mempraktikkan kerjasama antar komisi itu dalam pembuatan modul pendalaman iman Prapaskah dan Adven.