Puncta 24 Oktober 2024
Kamis Biasa XXIX
Lukas 12: 49-53
SEORANG ibu yang rajin dan aktif menggereja menghadapi dilema yang sulit. Anak gadisnya yang sedang mekar bak madu manis diisap oleh kupu-kupu muda yang menggelegak. Pesan dan nasihat ibu yang selalu mengingatkan tak digubrisnya.
Kedua insan yang dimabuk asmara ini nekad melangkah jauh. Hamil tak bisa disembunyikan. Anak gadis itu dikeluarkan dari sekolah. Pergi meninggalkan rumah dan keluarga.
Gadis itu dibutakan oleh cinta masa remaja. Ibunya hanya dapat berdoa mengeluh tanpa kata di depan Patung Pieta.
Ketika hidup tidak seperti yang dicitakan, kupu-kupu muda itu tetap terbang ke sana kemari tanpa henti, si gadis ditinggalkan tanpa rasa berdosa.
Ia merintih pedih dengan bayi merah di pangkuannya. Akhirnya dengan rasa sesal mendalam, dia datang mengetuk pintu hati ibunya.
Kasih mamanya seperti api yang tak pernah padam. Ibu itu menerima anak dan sekaligus cucunya. Kasih pengampunan menghapus marah dan dendam. Di depan salib Tuhan, mereka merenda masa depan.
Yesus datang untuk melemparkan api ke dunia. Api cinta kasih yang harus tetap dijaga nyalanya. Cinta Yesus yang berkobar itu harus dibasuh oleh air pembaptisan.
Baptisan yang sesungguhnya adalah salib pengurbanan. Cinta sejati harus terwujud dalam pengurbanan diri.
Karena cintanya kepada Yesus, ibu tadi minta anaknya menikah dengan kekasihnya di gereja. Namun sang lelaki ngotot cukup nikah adat. Si gadis tak bisa berkutik. Ia melawan ibunya. Ia lari meninggalkan rumah dan gereja. Ketika jalan buntu akhirnya gadis itu kembali bersimpuh di kaki ibu dan Salib-Nya.
Salib Yesus memang tidak enak. Kadang kita ingin lari mencari kesenangan dan kenikmatan sendiri. Muncullah pertentangan di dalam keluarga. Yang satu ingin tetap setia pada salib, seperti ibu tadi. Yang lain ingin lari mencari kesenangan duniawi, seperti sang gadis.
Pada akhirnya api cinta Yesus tetap menyala. Api kasih itu terwujud dalam pengampunan dan penerimaan ibunya. Api cinta Yesus menyadarkan gadisnya akan kebodohannya.
Api kasih Yesus menerangi gelapnya hati di mabuk asmara. Kini dia memanggul salib untuk membesarkan buah hati yang tak tahu bapaknya.
Ibu itu bahagia dengan salib yang diterima. Ia hidup damai bersama anak gadis dan cucunya. Mereka bersama-sama memanggul salib dengan cinta yang tak pernah padam. Hanya api kasih Yesus yang mampu membawa damai kendati harus memanggul salib setiap hari.
Sabda Yesus itu penguat sekaligus pegangan untuk terus menatap masa depan, “Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala.”
Semoga kita pun setia menjaga api cinta kasih Kristus agar terus menyala, sehingga perjalanan kita memanggul salib menjadi wujud nyata mangasihi Tuhan dan sesama.
Operasi kecil di kaki kanan,
Cukup istirahat seharian.
Api Yesus api pengorbanan,
Salib Yesus salib pengampunan.
Wonogiri, puji Tuhan kasihNya berlimpah
Rm. A. Joko Purwanto Pr