Home BERITA Pesan Paus untuk Hari Orang Muda Sedunia ke-33

Pesan Paus untuk Hari Orang Muda Sedunia ke-33

0
Pope Francis is about to hug a young girl during his general audience in St Peter's square at the Vatican on December 4, 2013. AFP PHOTO / FILIPPO MONTEFORTEFILIPPO MONTEFORTE/AFP/Getty Images

“Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah” (Luk 1:30)

Hai orang muda,

Hari Orang Muda Sedunia (World Youth Day/WYD) 2018 menggambarkan langkah lain dalam persiapan untuk Hari Orang Muda Sedunia yang akan diadakan di Panama Bulan Januari 2019. Tahapan baru dari peziarahan kita ini jatuh pada tahun yang sama dengan pertemuan Sidang Umum Sinode Para Uskup mengenai Orang Muda, Iman dan Diskresi Panggilan. Ini adalah sebuah kebetulan yang menggembirakan. Perhatian, doa dan refleksi dari Gereja akan tertuju kepada kalian, orang muda, dengan harapan untuk menerima dan, terlebih dari semuanya, untuk merangkul karunia yang berharga bahwa kamu adalah untuk Tuhan, untuk Gereja dan untuk dunia.

Seperti yang kamu tahu, dalam perjalanan ini kami telah memilih untuk didampingi oleh contoh dan perantaraan dari Maria, wanita muda dari Nazareth yang dipilih oleh Tuhan sebagai Ibu dari putra-Nya. Dia berjalan bersama kita menuju Sinode dan menuju WYD di Panama. Tahun lalu kita telah dibimbing oleh kata–kata Maria dalam nyanyian pujiannya – “Karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan – perbuatan besar kepadaku” (Luk 1:49) – mengajarkan kita untuk mengingat masa lalu, pada tahun ini kita mencari, bersama dengan Maria, untuk mendengarkan suara Tuhan yang membangkitkan keberanian dan mengkaruniakan rahmat yang dibutuhkan untuk menjawab panggilan-Nya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah” (Luk 1:30). Ini adalah kata – kata yang ditujukan oleh utusan Tuhan, penghulu malaikat Gabriel, kepada Maria, seorang gadis biasa dari sebuah desa kecil di Galilea.

  1. Jangan takut!

Kita tahu kehadiran malaikat yang tiba–tiba dan salamnya yang membingungkan: “Salam, hai engkau yang dikarunai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28), sangat mengusik Maria, yang dikejutkan oleh pencerahan pertama akan identitas dan panggilannya, yang pada saat itu belum diketahuinya. Maria, seperti tokoh lainnya dalam Kitab Suci, gemetar di hadapan misteri panggilan Allah, yang dalam sekejap dihadapkan kepadanya, rencana Allah yang begitu luas dan membuatnya merasakan betapa kecil dirinya yang adalah seorang manusia sederhana. Sang malaikat, yang melihat ke dalam hatinya, berkata: “Jangan takut”! Tuhan juga melihat ke hati kita yang paling dalam. Tuhan tahu dengan baik tantangan–tantangan yang harus kita hadapi dalam hidup, terlebih ketika kita dihadapkan kepada pilihan–pilihan mendasar yang mempengaruhi jati diri kita ke depannya dan apa yang akan kita lakukan di dunia. Inilah rasa “gemetar” yang kita rasakan ketika kita dihadapkan dengan keputusan–keputusan tentang masa depan kita, keberadaan kita dalam hidup, panggilan kita. Dalam saat–saat inilah kita menjadi terusik dan diperangkap oleh begitu banyak ketakutan.

Dan kamu, orang muda, apakah ketakutan-mu? Apa yang sungguh – sungguh mengkhawatirkanmu? Sebuah ketakutan “mendasar” yang ditakuti oleh banyak dari kamu adalah ketakutan akan tidak dicintai, disukai atau diterima sebagai dirimu yang apa adanya. Sekarang ini ada banyak orang muda yang merasa butuh untuk menjadi diri yang berbeda dari mereka yang sebenarnya demi mengikuti sebuah standar yang seringkali dibuat-buat dan tidak mungkin dicapai. Mereka terus–menerus mengubah gambar diri mereka, bersembunyi di balik topeng dan identitas palsu, hampir-hampir menjadi diri yang palsu. Banyak juga yang terobsesi dengan mendapatkan sebanyak mungkin “likes”. Ketakutan yang bertubi–tubi dan ketidakpastian timbul dari perasaan tidak cukup ini. Yang lain takut bahwa mereka tidak akan bisa mendapatkan perasaan aman dan mereka akan sendiri selamanya. Banyak, yang dihadapkan dengan ketidakpastian akan pekerjaan, takut mereka tidak bisa menemukan posisi profesional yang memuaskan, atau untuk dapat mencapai cita–cita mereka. Sekarang banyak orang muda yang penuh dengan ketakutan, baik yang percaya maupun yang tidak percaya. Ya memang, mereka yang telah menerima karunia akan iman dan mencari panggilan mereka dengan sungguh – sungguh bukan berarti dibebaskan dari rasa takut. Beberapa berpikir: mungkin Tuhan sedang meminta atau akan meminta terlalu besar dariku; mungkin, dengan mengikuti jalan yang telah ditetapkanNya bagiku, aku tidak akan sungguh–sungguh bahagia atau aku tidak akan bisa melakukan apa yang Dia minta dariku. Yang lainnya berpikir: jika aku mengikuti jalan yang ditunjukkan Tuhan kepadaku, siapa yang bisa menjamin bahwa aku dapat menjalaninya? Apakah aku akan berkecil hati? Apakah aku akan kehilangan semangatku? Apakah aku bisa bertahan seumur hidupku?

Dalam masa–masa ketika keraguan dan ketakutan membanjiri hati kita, diskresi menjadi penting. Diskresi menyanggupkan kita untuk mengatur segala kebingungan dari pikiran dan perasaan kita agar kita dapat bertindak dengan cara yang tepat dan bijaksana. Dalam proses ini, langkah pertama dalam mengatasi ketakutan adalah dengan mengidentifikasikannya dengan jelas sehingga kamu tidak menyia–nyiakan waktu dan energimu terikat oleh hantu–hantu yang kosong dan tak berwajah. Karena itu, saya mengundang kamu semua untuk melihat ke dalam dirimu dan memberi “nama” pada ketakutan–ketakutanmu. Tanyalah pada dirimu: apa yang menggangguku, apa yang paling aku takutkan di masa hidupku saat ini juga? Apa yang menghalangi dan mencegahku untuk bergerak maju? Mengapa aku kekurangan keberanian untuk membuat keputusan–keputusan penting yang harus aku buat? Jangan takut untuk menghadapi ketakutanmu dengan jujur, untuk mengenali apa ketakutan itu dan untuk berdamai dengan ketakutan–ketakutan itu. Alkitab tidak mengabaikan pengalaman manusia akan rasa takut atau pun berbagai macam penyebabnya. Abraham pernah merasa takut (Lih. Kej 12:10), Yakub pernah merasa takut (Lih. Kej 31:31; 32:7), dan juga Musa (Lih. Kel 2:14; 17:4), Petrus (Lih. Mat 26:69) dan para Rasul (Lih. Mrk 4:38-40; Mat 26:56). Yesus sendiri, walaupun tidak dapat sepenuhnya dibandingkan, mengalami ketakutan dan kesedihan yang mendalam (Lih. Mat 26:37; Luk 22:44).

“Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Mrk 4:40). Dalam teguran Yesus kepada murid-muridNya, Dia membantu kita untuk mengerti bahwa sandungan bagi iman seringkali adalah keraguan, bukan rasa takut. Dengan pemahaman itu, menjalankan diskresi membantu kita mengidentifikasikan ketakutan–ketakutan kita dan maka membantu kita untuk mengatasinya, membuka kita kepada kehidupan dan membantu kita untuk menghadapi tantangan–tantangan yang datang kepada kita dengan tenang. Bagi kita umat Kristen khususnya, ketakutan jangan pernah menjadi keputusan akhir, tetapi melainkan sebuah kesempatan untuk menunjukkan tindakan oleh iman akan Tuhan… dan akan kehidupan! Hal ini berarti percaya pada dasar kebaikan akan kehidupan yang telah diberikan Tuhan kepada kita dan percaya bahwa Ia akan memimpin kita kepada akhir yang baik, bahkan melalui keadaan dan perubahan yang seringkali membingungkan kita. Namun jika kita menampung ketakutan–ketakutan, kita akan terus melihat ke dalam dan menjadi tertutup untuk melindungi diri kita dari apa pun dan siapapun, dan kita menjadi lumpuh. Kita harus bertindak! Jangan pernah menutup diri! Dalam Kitab Suci, ungkapan “jangan takut” diulang 365 kali dalam variasi yang berbeda-beda, seakan–akan memberitahu kita bahwa Tuhan ingin kita bebas dari rasa takut, setiap hari dalam setiap tahun.

Diskresi sangat diperlukan ketika mencari panggilan seseorang dalam hidup. Seringkali panggilan kita tidak terlihat jelas atau nyata pada awalnya, melainkan sesuatu yang kita mengerti secara perlahan. Diskresi, dalam hal ini, perlu dilihat sebagai usaha pribadi untuk instrospeksi, dengan tujuan untuk dapat mengerti lebih baik rangkaian dalam diri kita sehingga menguatkan kita dan mencapai suatu keseimbangan. Dalam hal seperti ini, seseorang bisa menjadi lebih kuat, namun tetap terbatas oleh cara pandang dan kemungkinan–kemungkinan yang dimilikinya. Akan tetapi, panggilan hidup adalah panggilan dari Yang Di Atas, dan diskresi dalam konteks ini pada dasarnya berarti membuka diri kepada Orang Lain yang memanggil. Maka dari itu, hening yang penuh doa dibutuhkan untuk dapat mendengar suara Tuhan yang bergema dalam batin kita. Tuhan mengetuk pintu hati kita, seperti kepada Maria; melalui doa, untuk berbicara dengan kita melalui Kitab Suci, untuk menawarkan kepada kita belas kasih melalui Sakramen Rekonsiliasi, dan untuk menjadi satu dengan kita dalam Ekaristi.

Berdialog dan bertemu dengan orang lain, dengan saudara – saudari kita dalam iman yang lebih berpengalaman, juga merupakan sesuatu yang penting karena mereka dapat membantu kita untuk melihat dengan lebih baik dan untuk memilih dengan bijaksana dari berbagai kemungkinan. Ketika Samuel yang masih muda mendengar suara Tuhan, dia tidak langsung mengenalinya. Tiga kali ia berlari ke Eli, imam yang lebih tua, yang pada akhirnya menyarankan jawaban yang tepat untuk panggilan Tuhan: “Apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, Tuhan, sebab hambaMu ini mendengar.” (1 Sam 3:9). Dalam keraguanmu, ketahuilah bahwa kamu dapat mengandalkan Gereja. Saya tahu bahwa ada banyak pastur yang baik, pria dan wanita yang telah ditahbiskan dan tetap setia, banyak dari mereka yang juga orang muda, yang dapat membantumu selayaknya saudara–saudari yang lebih tua dalam iman. Dihidupi oleh Roh Kudus, mereka akan membantumu untuk memahami keraguanmu dan mengerti rencana dari panggilanmu. Orang lain bukan hanya pembimbing spiritual tapi juga setiap orang yang membantu kita membuka diri kepada kekayaan tanpa batas dari kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita. Sangatlah penting untuk membuat suatu ruang di kota dan komunitas kita sebagai tempat bertumbuh, untuk bermimpi dan melihat kepada cakrawala baru! Jangan pernah kehilangan semangat untuk menikmati persekutuan dan persahabatan dengan orang lain, juga kesenangan untuk bermimpi bersama, berjalan bersama. Seorang Kristen sejati tidak takut untuk membuka diri kepada orang lain dan berbagi dengan mereka ruang–ruang penting milik mereka sendiri, membuat ruang untuk persaudaraan. Hai orang muda, jangan biarkan sinar masa mudamu menjadi padam dalam kegelapan dari ruang yang tertutup dimana satu–satunya jendela ke dunia luar adalah melalui komputer dan gawai. Buka dengan lebar pintu–pintu kehidupanmu! Semoga waktu dan ruangmu diisi dengan hubungan yang berarti, orang–orang yang nyata, bersama dengan mereka berbagi kehidupan sehari–harimu yang asli dan pengalaman–pengalaman nyatamu.

  1. Maria!

“Aku telah memanggil engkau dengan namamu” (Yes 43:1). Alasan pertama untuk tidak takut adalah kenyataan bahwa Tuhan telah memanggil kita dengan nama kita. Malaikat, utusan Tuhan, memanggil Maria dengan namanya. Kepada Tuhanlah terdapat kekuatan untuk memberikan nama. Dalam karya penciptaan, dia menjadikan semua makhluk dengan nama masing–masing. Ada sebuah identitas di balik sebuah nama dimana merupakan sesuatu yang unik pada masing–masing hal, pada setiap orang; dimana esensi terdalamnya hanya Tuhan yang benar–benar tahu. Hak istimewa ilahi ini dibagikan kepada manusia ketika Tuhan mengundangnya untuk memberi nama kepada binatang– binatang, burung–burung dan juga pada keturunannya (Kej 2:19-21; 4:1). Banyak kebudayaan yang mengikuti visi alkitabiah yang mendalam ini; mereka mengenali bahwa melalui nama ada sebuah pencerahan akan misteri kehidupan yang mendalam dan arti dari kehidupan.

Ketika Tuhan memanggil seseorang dengan namanya, Dia juga memperlihatkan kepada orang tersebut akan panggilannya, rencanaNya akan kesucian dan penggenapan, melalui itu seseorang menjadi berkat bagi orang lain dan menjadi unik. Dan ketika Tuhan ingin memperluas cakrawala kehidupan, dia memberikan nama baru kepada orang yang dipanggilNya seperti yang dilakukanNya kepada Simon, yang dipanggilNya “Petrus”. Dari sinilah datang kebiasaan untuk mengambil nama baru ketika memasuki kongregasi religius untuk menandakan sebuah indentitas dan misi yang baru. Karena panggilan ilahi itu unik dan bersifat pribadi, kita membutuhkan keberanian untuk melepaskan diri dari tekanan–tekanan untuk dibentuk dengan mengikuti pola yang ada sehingga hidup kita bisa sungguh–sungguh menjadi asli dan sebuah persembahan yang tak tergantikan bagi Tuhan, bagi Gereja dan bagi semua.

Hai orang muda, karena itu, untuk dipanggil dengan namamu merupakan sebuah tanda akan martabat kita yang besar di mata Tuhan dan tanda dari kasihNya kepada kita. Tuhan memanggil setiap dari kamu dengan nama. Kalian semua adalah “kamu” milik Tuhan, berharga di mataNya, layak untuk dihormati dan dicintai (ref. Yes 43:4). Terimalah sukacita akan dialog yang ditawarkan Tuhan kepadamu, permohonan yang dibuatNya kepadamu, memanggilmu dengan nama.

  1. Engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah

Alasan utama mengapa Maria tidak perlu takut adalah karena dia telah mendapatkan kasih karunia di hadapan Tuhan. Kata “rahmat” memiliki makna cinta yang diberikan secara cuma–cuma, tanpa hutang. Betapa kita diberanikan untuk tahu bahwa kita tidak perlu bekerja untuk mendapatkan kedekatan dan bantuan dari Tuhan dengan menghadirkan sebuah “Curriculum Vitae of Excellence”, penuh dengan kebaikan dan kesuksesan! Malaikat berkata kepada Maria bahwa dia telah beroleh kasih karunia di hadapan Allah, bukan bahwa dia akan mendapatkannya di kemudian hari. Dan perkataan sang Malaikat yang sama membantu kita untuk mengerti bahwa rahmat ilahi tidak pernah berhenti, bukan sesuatu yang lewat atau menjauh; karena itu, rahmat ilahi tidak pernah gagal. Bahkan di masa depan, rahmat Tuhan akan selalu ada untuk menopang kita, terlebih di masa–masa pencobaan dan kegelapan.

Kehadiran rahmat ilahi terus menerus mendorong kita untuk menerima panggilan hidup kita dengan percaya diri; panggilan hidup kita membutuhkan sebuah komitmen kesetiaan yang perlu diperbaharui setiap hari. Jalan dari panggilan hidup kita bukanlah tanpa salib–salibnya; bukan hanya keraguan kita di awal, tapi juga godaan–godaan yang sering muncul seiring perjalanan. Perasaan tidak mampu menyertai murid–murid Kristus sampai akhir. Namun, mereka tahu akan bantuan dari rahmat Tuhan.

Kata–kata Malaikat turun ke dalam ketakutan manusiawi kita, memudarkannya dengan kekuatan dari Kabar Baik yang kita wartakan: hidup kita bukanlah kesempatan murni atau sekedar perjuangan untuk bertahan hidup, namun masing–masing dari kita adalah sebuah kisah berharga yang dicintai oleh Tuhan. Kita telah “mendapatkan rahmat di mataNya” berarti Sang Pencipta melihat sebuah keindahan yang unik dalam diri kita dan bahwa Dia mempunyai rencana luar biasa akan hidup kita. Menyadari keyakinan ini, tentunya, tidak menyelesaikan semua masalah kita ataupun menghilangkan kebimbangan dalam hidup kita. Namun, hal ini menjadi kekuatan untuk merubah hidup kita secara mendalam. Apa yang akan dibawa oleh hari esok bagi kita bukanlah ancaman kegelapan yang perlu kita taklukkan tetapi sebuah saat menguntungkan yang diberikan bagi kita untuk menghidupi keunikan dari panggilan hidup kita masing – masing dan untuk berbagi dengan saudara–saudari kita dalam Gereja dan dunia.

  1. Keberanian di masa kini

Dengan keyakinan bahwa rahmat Tuhan bersama kita, datanglah kekuatan untuk menjadi berani di masa sekarang: keberanian untuk menjalankan apa yang Tuhan minta dari kita di sini dan saat ini, di setiap area tempat kita hidup; keberanian untuk menerima panggilan yang telah ditunjukkan Tuhan kepada kita; keberanian untuk menghidupi iman kita tanpa menyembunyikan atau menguranginya.

Betul, ketika kita membuka diri kepada rahmat Tuhan, yang mustahil menjadi kenyataan. “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm 8:31). Rahmat Tuhan menyentuh “masa kini” dari hidup kita, “memegang” dirimu apa adanya, dengan segala ketakutan dan batasanmu, namun juga memperlihatkan rencanaNya yang luar biasa! Kamu, orang muda, perlu tahu bahwa seseorang sungguh–sungguh percaya kepadamu: ketahuilah bahwa Paus sendiri percaya kepadamu, bahwa Gereja percaya kepadamu! Dan bagimu, percayalah kepada Gereja!

Kepada Maria yang masih muda dipercayakan sebuah tugas penting, tepatnya karena ia masih muda. Kamu, orang muda, mempunyai kekuatan seiring kamu menjalani fase–fase dalam hidupmu dimana tidak ada kekurangan akan energi. Gunakan kekuatan dan energi ini untuk memperbaiki dunia, dimulai dari hal nyata yang terdekat padamu. Saya ingin agar tanggung jawab penting diberikan kepadamu di dalam Gereja; agar ada keberanian untuk membuat ruang bagimu; dan agar kamu siap untuk mengambil tanggung jawab ini.

Saya mengundang kamu sekali lagi untuk mengkontemplasikan cinta Maria: sebuah cinta yang peduli, dinamis dan nyata. Sebuah cinta yang penuh keberanian dan sepenuhnya memberi perhatian kepada pemberian diri. Sebuah Gereja yang diresapi oleh kualitas Maria ini akan selalu menjadi Gereja yang bergerak maju, sebuah Gereja yang berjalan melampaui batasan dan kemampuannya sendiri untuk mengizinkan rahmat yang diterimanya meluap. Jika kita mengizinkan diri kita untuk benar–benar disentuh oleh contoh dari Maria, kita akan sungguh–sungguh menghidupi kemurahan hati yang mendorong kita untuk mencintai Tuhan melebihi apapun dan melebihi diri kita sendiri, untuk mencintai orang–orang dengan siapa kita berbagi kehidupan kita sehari–hari. Dan kita juga akan mencintai mereka yang mungkin kelihatannya tidak mencintai diri mereka sendiri. Ini adalah sebuah cinta yang merupakan pelayanan dan dedikasi, terlebih kepada mereka yang paling lemah dan paling miskin, sebuah cinta yang merubah wajah–wajah kita dan memenuhi kita dengan sukacita.

Saya ingin menutup dengan kata–kata indah yang dipakai Santo Bernardus pada homili yang terkenal mengenai misteri Kabar Sukacita, kata–kata yang mengungkapkan antisipasi seluruh umat manusia untuk jawaban Maria: “Kamu telah mendengar, hai Perawan, bahwa kamu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki–laki; kamu telah mendengar bahwa hal ini terjadi bukan dari manusia tapi oleh Roh Kudus. Sang Malaikat menanti sebuah jawaban… Kami juga, ya Bunda, sedang menunggu kata – katamu yang penuh belas kasih… Dalam jawaban singkatmu kami akan dijadikan kembali untuk dipanggil kembali kepada kehidupan… Inilah yang ditunggu oleh seluruh bumi, bersujud di kakimu… Jawablah segera, ya Perawan” (Homili 4, 8-9; Opera Omnia).

Hai orang muda, Tuhan, Gereja, dunia sedang menanti jawabanmu untuk panggilan unik yang diberikan kepada setiap orang dalam kehidupan ini! Seiring makin dekatnya Hari Orang Muda Sedunia (WYD) di Panama, saya mengundangmu untuk berkumpul dalam sukacita dan semangat bagi mereka yang ingin berpartisipasi dalam petualangan yang hebat. WYD adalah bagi mereka yang berani! Bukan untuk orang muda yang hanya mencari kenyamanan dan mundur setiap kali kesulitan datang. Apakah kamu menerima tantangan ini?

Dari Vatikan, 11 Febuari 2018

Minggu Biasa ke-6

Hari Raya Perawan Maria dari Lourdes

 

FRANSISKUS

Sumber : orangmudakatolik.net

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version