Home BERITA Pesan Simbok

Pesan Simbok

0
Ilustrasi - Menyetir mobil.

Renungan Harian
Rabu, 22 September 2021
Bacaan I: Ezr. 9: 5-9
Injil: Luk. 9: 1-6
 
“SETIAP anak pasti punya cita-cita yang tinggi, ingin jadi dokter, jadi tentara, jadi pilot dan semacamnya. Itulah yang dulu selalu aku dengar di sekolah, kalau ditanya pak guru.

Di antara teman-temanku, mungkin aku dianggap aneh, karena kalau ditanya apa cita-citaku, aku selalu menjawab bahwa aku ingin kerja.

Aku sadar diri, siapa aku dan kemampuan orang tuaku.
 
Bapak dan simbokku hanyalah seorang buruh tani atau lebih tepatnya kerja serabutan. Di desaku yang tandus, yang mengandalkan tadah hujan itu pun amat sedikit, maka menjadi buruh tani seperti orangtuaku tidak memberi banyak penghasilan.

Maka apa pun yang mendatangkan rezeki pasi diambilnya. Itulah mengapa apa yang ada dalam benakku aku hanya ingin kerja biar bisa membantu orangtuaku.
 
Setelah lulus SMP aku tidak bisa lagi melanjutkan sekolahku, meski pada waktu itu aku menjadi lulusan terbaik.

Tidak ada biaya, itu alasannya. Aku tidak sedih; pun tidak menyesal. Aku harus bekerja agar meringankan beban orangtua yang menanggung aku dan tiga orang adikku.

Untung tidak lama aku lulus, ada tetanggaku yang menawari pekerjaan menjadi pembantu di kota. Kerjanya berbersih dan mengurus taman. Tanpa banyak pertimbangan aku menerima tawaran itu.

Le, (panggilan anak laki-laki), kalau kamu kerja ikut orang, kerja yang tekun, sungguh-sungguh. Kamu harus tahu diri, harus banyak ngalah, jangan sok-sokan, dan yang penting selalu berserah dan berpegang pada Tuhan,” pesan simbok saat aku berangkat.

Pesan simbok itu selalu kupegang dan tidak pernah aku lupakan.

Apa pun pekerjaan di rumah majikan, aku kerjakan dengan sungguh-sungguh.

Aku tidak pernah mengeluh semua kukerjakan dengan senang. Saat datang perasaan bosan, malas maka aku selalu teringat dengan pesan simbok.
 
Aku termasuk beruntung, karena majikanku baik dan perhatian. Aku disuruh, kalau sore sekolah persamaan, hingga aku lulus SMA.

Setelah lulus SMA aku dikursuskan setir mobil, dan dijadikan sopir keluarga majikanku. Aku amat bersyukur menjadi sopir, karena bagiku itu sudah kenaikan pangkat luar biasa.

Sekali lagi aku mendapat keberuntungan, karena aku diminta kuliah kelas karyawan sore hari.

Aku jalani semua itu dengan senang hati. Pagi sampai sore aku jadi sopir, selepas itu aku kuliah sampai malam.
 
Saat kuliah aku ketemu banyak teman yang senasib, yang membuatku lebih bersemangat.

Meski teman-teman senasibku kadang-kadang mengajak untuk nongkrong sekedar melepas penat, atau bahkan mengajak membolos, aku tidak pernah mau.

Pesan simbok selalu terngiang meski dengan itu kadang membuat aku bergulat antara keinginan kumpul dengan teman-teman (yang menurutku tidak ada salahnya) dan tetap berpegang pada pesan simbok.
 
Syukur pada Allah, setelah lulus kuliah, aku diterima menjadi karyawan di perusahaan majikanku. Kalau aku melihat perjalanan hidupku, tidak ada kata lain selain aku bersyukur.

Aku bisa membiayai adik-adikku sampai lulus kuliah juga dan bisa ikut mensejahterakan orang tuaku yang sebelumnya buruh tani dan serabutan sekarang mempunyai tanah sendiri dan ternak yang lumayan.

Kalau aku ditanya apa yang menjadikanku seperti ini, maka dengan mantap aku menjawab semua itu karena pesan simbok.

Kerja tekun, tahu diri, dan selalu berserah pada Allah, itulah pesan yang selalu kuingat dan kujalankan. Banyak godaan, banyak tantangan dan penderitaan, tetapi aku ikhlas menjalankan sehingga semua menjadi berkat,” seorang bapak berkisah tentang keberhasilan hidupnya.
 
Pesan simbok bapak itu telah menjadi kekuatan dan daya untuk melawan godaan dan mengatasi kelemahan-kelemahan bapak itu.

Ada banyak kesulitan dan penderitaan yang dialami tetapi kepasrahan kepada Tuhan membuat dirinya ikhlas menjalani semua. Kiranya pengalaman bapak itu berpegang pada pesan simbok-nya seperti para murid yang berpegang pada nasihat Yesus, sebagaimana diwartakan dalam Injil Lukas.

Mendapat kekuatan untuk melawan godaan; mendapatkan daya untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pribadi dan selalu mengandalkan Allah.

“Yesus memanggil keduabelas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apa yang kuandalkan dalam peziarahan hidupku?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version