PHK

0
PHK

Renungan Harian
Minggu, 21 November 2021
Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
 
Bacaan I: Dan. 7: 13-14
Bacaan II: Why. 1: 5-8
Injil: Yoh. 18: 33b-37
 
BEBERAPA waktu yang lalu, saat mendengar teman mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK), saya menelepon dia untuk memastikan. Saya amat hati-hati saat menelepon dia, karena saya dapat merasakan kesedihan dan kekecewaan dia.

Namun apa yang saya duga salah, ketika dia mengangkat telepon terdengar suara dia yang riang sebagaimana biasa.

Maka saya bertanya apakah benar bahwa di PHK? Di seberang terdengar dia tertawa terbahak.
 
“Wan, kalau disebut di PHK ya; tetapi kalau disebut tidak ya tidak. Lebih tepatnya saya dipaksa untuk mengundurkan diri. Menyedihkan sih, tetapi saya merasa bangga dengan apa yang telah saya pilih dan saya putuskan,” jawabnya.

“Lho memang ada masalah apa, kalau boleh tahu?” tanya saya.

“Wan, saya menemukan adanya indikasi ketidakberesan keuangan di perusahaan ini, temuan ini saya laporkan ke pimpinan dan kemudian ditindaklanjuti. Dari penyelidikan yang dilakukan diketahui bahwa ada beberapa oknum di perusahaan yang menggunakan uang dengan tidak semestinya dan bertindak diluar kewenangannya. Beberapa oknum itu kemudian di PHK dan dipolisikan.
 
Wan, beberapa orang yang di PHK itu memberikan data ke saya tentang adanya kecurangan perusahaan yang berakibat hukum. Data yang saya terima saya laporkan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti.

Pimpinan meminta saya untuk mengecek kebenaran data yang diberikan oleh mereka yang di PHK, dan memang benar. Saya menyampaikan ke pimpinan bahwa apa yang terjadi ini punya akibat hukum.

Setelah mendengarkan penjelasan saya, pimpinan meminta saya untuk mengatur sedemikian agar data-data menjadi benar dan tidak ada akibat hukum.

Saya keberatan, saya menyarankan perbaikan dengan mematuhi regulasi yang berlaku.  Pimpinan memaksa saya dan saya tidak mau melakukan permintaan pimpinan, karena saya menyampaikan kebenaran.

Karena saya tetap tidak mau memenuhi permintaan pimpinan, saya diberi pilihan untuk tetap bekerja atau saya mundur.
 
Saya cukup lama menimbang Wan, karena ini menyangkut  keluarga. Kalau saya mundur berarti dan saya belum tentu mendapat pekerjaan baru berdampak pada kehidupan keluarga; tetapi kalau saya memilih tetap bekerja berarti saya  harus melakukan sesuatu yang berlawanan dengan hati nurani saya.

Setelah menimbang-nimbang dan bicara dengan istri, saya memilih mundur, dan saya memilih mundur dengan bangga. Gitu Wan ceritanya, jadi saya gak sedih-sedih amat,” cerita teman saya.
 
Saya kagum dengan apa yang telah dipilih oleh teman saya. Dia berani untuk mewartakan kebenaran meski risiko yang diterima amat berat.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes:

“Untuk itulah Aku datang ke dunia ini yakni untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku berani mewartakan kebenaran, meski dengan resiko amat berat?
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version